Berita  

Harga BBM dan Inflasi Naik, Pola Pacaran Anak Muda Indonesia Ikut Terpengaruh Lho

harga-bbm-dan-inflasi-naik,-pola-pacaran-anak-muda-indonesia-ikut-terpengaruh-lho

Cinta tidak pernah seberat ini di ongkos. Sesuai prediksi, kenaikan harga bahan bakar fosil di Indonesia bikin hidup banyak terasa makin sulit, termasuk mereka yang sedang menjalin asmara. Bepergian dengan pasangan, saling mengunjungi kediaman, sampai makan bareng di warung penyetan pinggir jalan kini menuntut kantong dirogoh lebih dalam.

Efek kenaikan harga jual BBM pada 3 September 2022 memang tidak main-main. Banderol Pertalite yang notabene BBM sejuta umat, naik sampai 31 persen. Solar yang banyak digunakan nelayan dan angkutan logistik naik 32 persen. Sedangkan Pertamax naik 16 persen. Tak cuma itu, Pertalite pasca harga naik sekarang sedang banyak digunjingkan karena dianggap lebih boros.


Kenaikan harga BBM selalu berefek domino. Bank Indonesia memperkirakan inflasi di Indonesia pada September 2022 akan mencapai 1,09 persen per bulan (FYI, inflasi idealnya di bawah 5 persen per tahun). Sejumlah warung makan sudah mengatur strategi agar bisnisnya tetap hidup. Ada yang murni naikin harga, ada juga yang mengecilkan porsi hidangan. Ketua Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni bahkan pesimistis. Dia meramalkan bakal banyak pengusaha warteg gulung tikar karena enggak mampu bayar sewa warung per 2023 nanti.

Mengutip–slogan feminis “personal is political”–yang pribadi-pribadi itu politis juga kok!–kenaikan harga BBM juga memperburuk relasi percintaan. Bagi kelompok anak muda yang masih dikirimi biaya hidup bulanan dari kampung, bekerja paruh waktu untuk menyokong ekonomi keluarga, atau masih di tahap pekerja baru yang terbebani tuntutan stabilitas finansial, ancaman berkurangnya gimmick-gimmick romantis bersama partner kini kian menghantui. 

Lantas, bagaimana mereka menyikapinya?

Bewinda adalah perempuan berusia 24 tahun di Yogyakarta. Sembari menyelesaikan skripsi, Bewinda menjadi pekerja lepas sebagai copywriter dan penerjemah bahasa Perancis-Indonesia. Sementara sang pacar, yang juga mahasiswa tingkat akhir, memilih bekerja sebagai barista di salah satu kedai kopi lokal. Kepada VICE, ia mengeluhkan berkurangnya “ruang-ruang romantis” gara-gara semuanya abis di bensin.

“Misal kami tinggal punya duit Rp20 ribu, dulu masih bisa tuh isi [pertalite] Rp15 ribu dapat 2 liter, sisanya buat kami beli sebat ngeteng. Sekarang enggak bisa. Atau dulu misal Rp10 ribu buat bensin, Rp7.500 buat beli nasi padang berdua, sisanya ngeteng sebat [satu rokok] buat berdua. Jadi, udah enggak ada lagi ruang-ruang romantis kayak dulu. Semuanya buat bensin,” ujar Bewinda sambil nyengir.

Inflasi juga akhirnya memengaruhi kegiatan yang mereka pilih saat merayakan momen-momen tertentu. Mereka kudu berdamai bahwa tempat-tempat yang biasa mereka kunjungi berdua, kini tak seluwes itu lagi untuk rutin dikunjungi.

“Penyetan kesukaan kami [harganya] naik Rp2 ribu. Terus biasanya kami suka juga merambah ke sisi selatan Jogja entah cuma buat cafe hopping atau ke pameran atau gig, sekarang mending enggak ke mana-mana buat ngirit bensin. Rencana jalan-jalan ke kota lain juga kami tunda dulu sampai kondisi lebih baik menurut kami,” tutupnya.

Hisar, karyawan swasta berusia 26 tahun di Jakarta, mengaku kenaikan bahan bakar membuatnya tak bisa sesering itu lagi mengunjungi sang pacar. Hisar tinggal di Jakarta Barat, sementara sang pacar di Jakarta Timur. Ongkos Pertamax yang membengkak membuatnya harus membagi jatah bahan bakar antara kerja harian dan ngapel. Kebiasaan dengan sang pacar juga terpaksa diubah.

“Kalau bensinku mepet, pacarku gantian datang naik kereta. Jadi, lebih fair dan berhemat,” ujarnya kepada VICE. Hisar pun mulai mengurangi kebiasaan memberi hadiah untuk pacarnya. “Aku orangnya lumayan sering beliin hadiah, itu love language aku. Jadi kepikiran [sekarang] maunya kasih barang yang benar-benar dibutuhin aja,” tambahnya. 

Hisar belum mengecek apakah harga bunga turut mengalami kenaikan. Kalau tidak ikut naik, ia akan tetap rutin memberi bunga kepada pacar. Namun, untuk urusan merayakan momen tertentu dengan makan-makanan enak, ia tegas akan menguranginya.

“Ini kami tahan sampai gajian karena ada prioritas lain selain makan enak. Kalau enggak ada kenaikan BBM, kami udah makan [enak] dari kemarin-kemarin. Tapi yang jelas [merayakan momen dengan makan enak] akan selalu ada, kuantitasnya yang berkurang,” tutupnya.

Tapi, kelompok bucin yang paling sengsara dari kenaikan BBM jelas para pejuang hubungan jarak jauh. Pengusaha jasa travel kompak menaikkan tarif. Bonita, karyawan swasta 28 tahun di Semarang yang sedang mempersiapkan pernikahannya sambil LDR, terkena imbasnya. Intensitas bolak-balik Semarang-Solo selama beberapa bulan terakhir masih sama mengingat doi sedang mempersiapkan hari besar. Cuma kegiatan bersama sang tunangan yang harus disiasati setelah jasa travel langganannya naik harga.

“Di kasusku, karena ada hal-hal penting yang mau diurus, jadi tetap frekuensi enggak dikurangi. Cuma karena ongkos pulang-pergi mahal, kemarin jadinya enggak jajan-jajan kudapan mahal dulu pas ketemu,” cerita Bonita.

Sama saja, Azwandi, pejuang LDR dari Bukittinggi, Sumatera Barat, terpaksa mengurangi jumlah kunjungannya ke daerah sang pacar di Solok. Perjalanan 2,5 jam yang biasa ia tempuh pakai motor untuk berpacaran kini tak hanya memberikannya badan pegal, tapi juga dompet yang lebih tipis.

“Untuk ketemuan kan biasanya ketemu sekali seminggu, sekarang jadi sekali sebulan buat hemat biaya,” keluh pemuda 20 tahun itu saat dihubungi VICE. Sehari-hari, ia membuka kedai tembakau dan warung kopi untuk menopang hidup. 

“Kami jadi ngobrol soal gimana cara ngatur keuangan untuk kebutuhan berdua, soalnya harga kebutuhan sehari-hari udah pada naik,” ujarnya. “Masih pacaran, tapi ngatur keuangan sudah kayak pasutri gara-gara BBM.”

Terkait intensitas pertemuan yang signifikan berkurang, Azwandi bilang ini cukup berpengaruh sama kualitas hubungan. “Sering [berantem], makin sering malahan. Pacar aku pengen ketemuannya lebih sering, tapi ya karena sekarang aku juga kerja, enggak bisa terlalu bucin. Harus realistis, cari cuan lebih penting daripada sering ketemuan,” ujar Azwandi. 

Melihat inflasi yang kini berkorelasi langsung dengan retaknya sebuah hubungan asmara, apakah ini saatnya kita mempertimbangkan berpacaran dengan anime ya?