Berita  

Geng Sawo Sebuah Circle Masa Kecil Anak Desa

geng-sawo-sebuah-circle-masa-kecil-anak-desa

————————————————————


Oleh : @Sofyan Mohammad

————————————————————

LIPUTAN4.COM, Kabupaten Semarang- Kami adalah anak anak yang lahir di awal tahun 1980an sehingga kami adalah generasi paling beruntung sebab kami adalah generasi yang telah mengalami berbagai transisi peradaban sosial masyarakat dari tradisional menuju modernitas.

Kami anak anak yang lahir pada tahun 1980an juga sebagai generasi yang mengalami transisi perkembangan teknologi yang sedemikian cepat dan begitu mengejutkan di abad ini dan beruntungnya kami sebab sampai saat ini kondisi fisik kamu masih cukup prima untuk bisa menikmati tehnologi mutakhir 4.0 yaitu tehnologi bagi kaum milineal.

Kehidupan Desa waktu itu pada malam hari masih menikmati terangnya malam dengan pencahayaan lampu petromax dan lampu minyak (lampu senthir) tapi tidak lama kemudian kami juga sekaligus bisa menikmati lampu listrik bohlam, TL dan sekarang dengan tehnologi LED.

Sebagai generasi yang lahir di Desa pada tahun 1980an yang hidup bersahaja namun secara naluri kita juga memiliki kecenderungan untuk membentuk kelompok pertemanan alias geng. Hal ini muncul karena pada dasarnya kami anak anak desa juga membutuhkan eksistensi diri. Demikian meski pada saat itu kami semua masih anak anak namun kami tetap manusia yang merupakan makhluk yang saling membutuhkan satu sama lain di kala suka maupun duka. Kehadiran dari manusia lain dapat membuat seseorang menjalani kegiatannya dengan lebih menyenangkan.

Dengan komunikasi yang intens antar beberapa orang, biasanya orang-orang tersebut mulai membentuk suatu grup atau geng yang membahas hal tertentu. Bagi kami waktu itu, membuat geng pertemanan adalah karena faktor intensitas bertemu. Sehingga Geng Pertemanan yang kami bentuk adalah sebuah keniscayaan sebagai bagian dari perkembangan aspek sosial.

Dalam proses adaptasi dengan lingkungan diluar keluarga, sehingga ketika ada temen teman sepermainan yang intensif dengan minat dan pashion yang sama maka terbentuklah geng pertemanan itu.

Geng pertemanan yang kami bentuk terdiri dari temen temen sepermainan yang sebaya karena hubungan teman sebaya akan terasa lebih seimbang yang cenderung membawa pada tingkat kemampuan, penalaran dan keterampilan yang serupa ke dalam interaksi kami.

Sebutan untuk teman sepermainan yang selalu bermain bersama ada banyak sebutannya misalnya geng, sirkel (circle), squad, crew, partner dan lain-lain. Apapun sebutannya, intinya tetap satu, semuanya memiliki frekuensi yang sama.

Geng adalah sebuah homonim karena arti-artinya memiliki ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda. Dalam hal ini Geng memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda sehingga geng dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan untuk itu Geng termasuk dalam ragam bahasa cakapan.

Memiliki frekuensi yang sama memiliki artian bahwa beberapa orang tersebut sama-sama menyukai suatu hal atau tertarik pada suatu hal dan saling mengerti apa yang dibicarakan oleh temannya. Karena kami tinggal di Desa dengan kultur – budaya, agama, suku maupun status sosialnya serta memiliki minat dan intensitas pertemuan yang sama maka terbentuklah circle geng yang kami sebut dengan *GENG SAWO*

Kenapa kami beri nama Geng Sawo sebab tempat kami sering berkumpul adalah dibawah pohon sawo yang besar menjulang dengan daun daun yang rimbun serta akan berbuah lebat jika musim buah tiba.

Pohon Sawo tersebut berdiri dihalaman yang luas rumah Mbah Ocoor salah satu dedengkot geng kami. Dibawah pohon Sawo tersebut kami selalu bertemu untuk berbagi cerita suka maupun duka. Dibawah Sawo itu ami bebas menuangkan berbagai ide ide permainan yang nakal, liar maupun jenaka serta dibawah pohon Sawo itu pula kami mampu merajut mimpi mimpi indah sebagai anak anak Desa.

Kami merasa nyaman berteduh dibawah pohon Sawo baik siang maupun malam hari. Pohon sawo atau sabu dalam bahasa Madura merupakan asal muasal buah sawo yang sangat digemari sebagian orang, karena rasanya yang manis dan menyehatkan.

Buah Sawo memiliki makna filosofi yang sering dibuat sebagai lambang keistiqomahan dalam beribadah shalat oleh orang-orang terdahulu, sehingga tak jarang terlihat pohon tersebut ditanam di halaman masjid masjid tua.

Khusus di tanah Jawa, termasuk didesa kami pohon Sawo memiliki makna perjuangan dan sangat berkesan bagi para leluhur kami sebab pohon sawo sebagai bagian tanda adanya jaringan Pangeran Diponegoro dalam perang Jawa 1825 -1830.

Konon disebutkan jika Pohon Sawo adalah sebuah bentuk fisik sandi atau pertanda kode sebab bila di depan kediaman rumah atau halaman Masjid ada pohon sawo maka itu jelas masih merupakan jaringan laskar Pangeran Diponegoro.

Bagi kami orang Jawa maka akan terbiasa dengan sanepo- perlambang atau isyarat. Pohon sawo yang kita ketahui adalah sebuah ‘perlambang’ (isyarat) dari pesan untuk taat meluruskan shaf dalam shalat berjamaah. Lebih jauh lebih bermakna pesan untuk merapatkan barisan untuk perjuangan dalam melawan dan mengusir penjajah Belanda.

Sawo yang selanjutnya dimaknai dengan kata _asawwu shufufakum_ (luruskan shafmu) Sedangkan sawo kecik itu memberi pesan setelah meluruskan shaf (bersatu membentuk jaringan) jadilah orang yang ‘becik’ (baik).

Demikian Geng masa kecil kami yang diberi nama *Geng Sawo* yang tanpa kami sadari adalah homonim kata yang merupakan kelanjutan dari sanad perjuangan dari pada Laskar Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa 1825-1830. Jejak sanad perjuangan tersebut juga ada di Desa kami selain berdiri banyak pohon Sawo dibeberapa rumah warga juga ada kuburan cilik yang merupakan makam bagi para Laskar Pangeran Diponegoro yang telah gugur dalam perang Jawa tempo dulu.

Kuburan cilik yang terletak sekitar 300 m dari markas kami di bawah Pohon Sawo juga tumbuh pohon yang bermakna sandi yang tumbuh diatas pekuburan cilik tersebut. Seperti pohon Kemuning, pohon munggur, pohon mengkudu juga pohon Sawo. Aneka pohon tersebut diyakini juga sebagai tanaman bernada sandi dalam Laskar Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa yang melegenda tersebut.

Kami anak anak Geng Sawo sangat familiar dengan kuburan cilik. Kami anak anak tidak merasa takut untuk beraktifitas diarea kuburan cilik. Karena kami meyakini jika yang dimakamkan di area tersebut adalah para leluhur kami yang telah gugur jasadnya namun ruh perjuangan dan nasionalisme tetap mengalir pada darah kami para anggota Geng Sawo.

Jejak lain adanya geniun Laskar Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa 1825-1830 di desa kami adalah adanya sebuah perkebunan Kopi yang sekarang dikenal dengan nama Perkebunan Mulyorejo. Menurut riwayat yang disampaikan oleh para tetua kami jika dahulu setelah perang Jawa berakhir di dusun kami sering diawasi oleh mata mata atau opsir Belanda.

Mata mata Belanda telah mengetahui jika di Dusun kami banyak bermukim para prajurit dan simpatisan Laskar Pangeran Diponegoro. Sejak saat itu banyak warga diawasi dan selalu mendapatkan intimidasi sehingga banyak diantara para penduduk yang mengganti identitas nama dan statusnya guna menghilangkan jejak. Tidak sedikit diantaranya menghilangkan dan atau menutup nutupi gelar gelar kebangsawananya untuk berganti status sebagai seorang yang berstatus sosial *sudro* dan berprofesi sebagai petani.

Lahan lahan yang berada di Dusun kami telah berhasil diolah menjadi lahan pertanian yang subur sehingga menjadikan kehidupan penduduk menjadi lebih makmur, namun celakanya sebagaimana dikisahkan oleh para leluhur kami setelah lahan pertanian didusun kami sudah mulai subur dengan berbagai tumbuhan pangan tersebut selanjutnya Belanda memperkenalkan sistem tanam paksa atau _cultuur stelsel_ pada masa kepemimpinan *Johannes Van Den Bosch*.

Sistem tanam paksa adalah sistem yang mengharuskan rakyat melaksanakan proyek penanaman tanaman ekspor di bawah paksaan Kolonial Belanda.

Terhitung sejak tahun 1840 an banyak warga penduduk dusun kami dipaksa untuk menanam untuk keperluan Kolonial Belanda. karena kebijakan ini Penduduk Dusun kami menjadi sangat menderita. Bahkan setelah kebijakan tanam paksa dihapus oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1870 namun penderitaan warga penduduk dusun kami juga belum berakhir sebab menurut cerita para leluhur kami, selanjutnya pihak Kolonial Belanda sekitar tahun 1924 an telah memaksa para penduduk agar mau menyewakan tanahnya untuk keperluan Pemerintahan Belanda.

Konon dikisahkan pihak Belanda dalam menyewa tanah tersebut dengan cara paksa apabila ada penduduk yang tidak mau menyewakan lahannya maka akan berhadapan dengan senapan dari opsir Belanda. Dalam Sewa tanah tersebut adalah untuk perkebunan Kopi yang dikisahkan akan berlangsung selama 25 tahun yang berarti harusnya berakhir pada tahun 1949. Akan tetapi pada tahun 1942 Belanda di perkebunan Mulyorejo telah diantenir atau diusir oleh pendudukan Penjajah Jepang.

Sehingga tanah tanah penduduk yang dahulu disewa Belanda untuk perkebunan kopi justru dilanjutkan oleh Penjajah Jepang. Setelah Jepang berhasil menjajah sekitar 3,5 tahun selanjutnya pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia berhasil memproklamasikan Kemerdekaanya dan ternyata tanah penduduk yang dahulu disewa dan telah menjadi perkebunan Kopi diambil alih oleh Pemerintah NKRI dan kini kawasan tersebut menjadi milik aset Pemerintah Daerah Kabupaten Semarang dengan sebutan Perkebunan Mulyorejo.

Sebagai generasi yang tidak mengalami masa penjajahan maka kami mengisi hari hari dengan mimpi mimpi terbaik agar bisa terlepas dari mata rantai kebodohan dan kemiskinan struktural.

Geng Sawo beranggotakan pada anak anak di Dusun Duren, Desa Barukan, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang – Jawa Tengah yang terdiri anak anak sepermainan dengan nama nama panggilan atau parapan yang lucu lucu seperti *Boneng, Kencuk, Mbah Ocoor, Kothe, Ubluk, Karmo, Kempros, Kunthis, Kuncung, Gobet, Bleweh, Kamso, Londheng, Kipli, Londeng, Kereng, Welut, Molothok, Wedus, Ketel, Themo, endel, gudel* dll

Kami para Geng Sawo selalu punya cerita yang menarik sebab *masa kanak-kanak adalah yang terindah dari semua musim kehidupan* namun bertolak dari masa kecil akan muncul *mimpi besar yang dimulai dengan seorang pemimpi. Kekuatan, kesabaran dan hasrat untuk meraih bintang-bintang untuk mengubah dunia*

Berita dengan judul: Geng Sawo Sebuah Circle Masa Kecil Anak Desa pertama kali tampil pada LIPUTAN4.COM. Reporter: Jarkoni