Berita  

Geng Sawo Edisi Pak Harun melihat Kencuk – Munadak seperti Tuyul di Kuburan Cilik

geng-sawo-edisi-pak-harun-melihat-kencuk-–-munadak-seperti-tuyul-di-kuburan-cilik
                                                              Geng Sawo 93

#gengsawo93
#episode3
————————————————————————
Oleh : Sofyan Mohammad
————————————————————————
LIPUTAN4.COM, Kabupaten Semarang – Setelah sampai di Markas Geng Sawo. Kami merasa tidak aman sebab dipinggir jalan orang orang hilir mudik datang dan keluar dari rumah Pak Harun pada akhirnya kami semua sepakat untuk sembunyi di kandang wedus belakang rumah Munadak alias Mbah Ocoor.

Dibalik _bethek_ belahan bambu seukuran 5 cm yang ditata secara horisontal tiap 5 cm sekali, sebagai pembatas tiap kandang wedus, sehingga kami dapat cukup jelas melihat hilir mudik orang silih berganti datang kerumah Pak Harun.


Orang orang tersebut baik pulang mau akan pergi dari dan kerumah pak Harun rata rata melewati jalan samping kandang wedus tempat kami sembunyi yang hanya dibatasi oleh tetean tumbuhan dadah sebagai pembatas jalan. Sehingga kami cukup jelas mendengar narasi cerita yang tadinya seputar :

_Insiden pesta pora tuyul di kuburan cilik_
Setelah hampir 1 jam kami bersembunyi dapat kami simpulkan temanya sudah bergeser yaitu :

_Pak Harun berani melawan tipu daya tuyul di kuburan cilik untuk diajak pesta pora yang sebenarnya menyesatkan_
Pokok pembicaraan itu satu persatu kami curi curi dengar dari orang orang yang sudah pulang dari rumah Pak Harun. Pada pokoknya situasi digambarkan.

*Dikuburan cilik telah bersemayam ratusan mahluk halus berupa tuyul dan gendruwo glundung pringis. Mereka sudah mulai gentayangan untuk memperdaya manusia lemah iman. Beruntung yang digoda adalah Pak Harun yang dikenal ulet bekerja juga rajin sholat berjamaah dimasjid. Pak Harun juga dianggap sangat menjaga jimat pemberian Mbah Jiyat sehingga telah membuat mahluk halus semacam Tuyul dan Glundung Pringis tidak mampu memperdayainya, bisa dibayangkan apabila yang diberdaya adalah manusia lemah iman, bisa bisa nyawa justru melayang dan bisa menjadi hantu gentayangan*

Kita kira demikian narasi yang terbangun dari para bapak bapak yang setelah menjenguk pak Harun hingga larut malam. Setelah hampir jam 3 malam suasana sudah sepi dirumah pak Harun juga sudah terlihat sepi, lampu belakang rumahnya juga sudah dimatikan. Kami berlima yang tadinya duduk duduk diatas rumput pakan kambing tak terasa sudah teler ketiduran. Hanya saya saja yang terjaga.

                                                            Geng Sawo 93

Melihat Kencuk ngorok sambil memeluk cempe warna coklat putih, melihat Boneng ngorok bersandar pada bagor pakan ternak yang empuk dan menyaksikan Munadak dan Kothe sama sama tanganya memeluk cempe jantan yang tidurnya tengkurap sungguh saya ngak tega untuk membangunkan mereka semua.

Akhirnya saya ikhlaskan pula diriku tidur dengan beralaskan rumput pakan kambing dengan bantal dari bagor yang berisi rumput yang terasa sangat empuk dikepala. Bau busuk kencing dan kotoran wedus nyata nyatanya tetap kalah dengan rasa lelah dan rasa kantuk. Hingga akupun ikut tertidur. Baru setelah mendengar iqomah Shubuh yang melengking dari Toa Masjid kami semua serentak bisa terbangun.

Pada pagi harinya meski masih menahan rasa kantuk kami semua tetap masuk sekolah seperti biasa. Karena hari Jum’at dan hari itu ada kegiatan Sekolah maka murid2 dipulangkan lebih awal yaitu jam 09.00. WIB.

Karena pulang sekolah lebih awal kami berlima buru buru pulang menuju markas besar untuk membahas tentang tindak lanjut kejadian semalam. Sebelum kami sampai di markas besar dalam perjalanan kami mendapatkan informasi dari anak anak lain seperti *Kamso, Kereng, Kempros, Karmo & Ublok* yang menyampaikan jika :

Geng Sawo 93

*Pak Harun lukanya sudah sembuh sekarang sudah bisa berjalan normal lagi. Padahal menurut perkiraan banyak orang Pak Harun mengalami patah tulang di beberapa titik. Akan tetapi karena pengobatan yang dilakukan oleh Mbah Jiyat dengan menggunakan batu ajaib yang dicelupkan pada segelas air dan air itu sebagian diminum dan sebagian diborehkan pada tubuh Pak Harun. Tidak butuh waktu berjam jam maka Pak Harun bisa sembuh total. Dan kini Pak Harun sudah tidak teriak teriak lagi _tolong tolong ada tuyul ada glundung pringis_ Pak Harun sembuh karena pertolongan Mbah Jiyat*

Mendengar cerita itu kami semua menahan tawa. Akan tetapi dengan cekatan Kencuk mulai mengajukan pertanyaan pada anak anak itu :

_Apa kamu sudah melihat sendiri kondisi Pak Harun sebenarnya ..? Kok kamu bisa ngomong seperti itu.?_
Si *Kempros* dengan model suara yang plendas plendhus naik turun menjawab :
_ee audah eeee ee belum lihat sendiri tapi bapaku sudah semalam..mmm_
Si *Ublok* dengan suara yang dibuat buat ngebas ikut membantu jawaban *Kempros* dengan menyampaikan :
_Aku sama kempros memang belum melihat langsung Pak Harun, tapi tadi kami mendengar cerita langsung dari bapaknya kempros yang semalam kerumah Pak Harun_
Sebelum dilanjutkan yang lain langsung dipotong oleh Munadak alias Mbah Occor
_Sudah semua ngak usah banyak mulut ayo sekarang kita ramai ramai kerumah Pak Harun melihat dia. Kalau ditanya anak kecil kok menjenguk orang dewasa kita jawab kompak kita kelak juga bisa dewasa. Ok.!_

Akhirnya kami semua yang masih mengenakan seragam pramuka berjalan cepat menuju rumah Pak Harun. Sesampai disana ternyata masih banyak orang yang berkunjung. Pak Harun tampak masih tiduran dibalai balai kedua kakinya seperti diberi parem berwarna putih. Terlihat jelas ada lecet disiku tangan kanannya dan ada luka lecet di jidat sebelah kiri.

Pertama kami melihat Pak Harun sebenarnya bukan iba dan kasihan akan tetapi rasa geli untuk menahan tawa. Kencuk selalu mengawasi kami untuk memastikan agar kami tidak tertawa atau salah ngomong. Agar hal itu tidak terjadi maka kami sepakat apabila ada pertanyaan apapun dan dari siapapun yang akan menjawab adalah Kencuk.
Meski kami datang membesok orang sakit namun kami tetap diperlakukan seperti anak kecil lainnya. Sebab begitu masuk rumah langsung disambut dengan nasihat oleh *Lek Dathi* istrinya Pak Harun yang menyampaikan :

_Hey anak anak kecil mulai hari ini kalau main jangan jauh jauh apalagi sampai kuburan cilik. Nanti kamu semua bisa digondol tuyul. Seperti Pak Harun ini meski sudah tua juga mau digondol Tuyul apalagi kamu semua masih kecil kecil_

Belum sempat selesai nasehat itu langsung ditambah suara nasehat dari *Mbah Tamah* yang juga bertindak seolah olah sebagai guru pada siang itu :

_Anak anak itu kalo pulang sekolah langsung pulang kerumah, sudah ngak usah main kemana mana lagi bahaya Tuyul itu mahluk halus bisa menculik kamu semua sewaktu waktu. Apalagi kamu semua yang belum hafal Ayat Kursi, pasti sangat mudah untuk diculik oleh tuyul_
Belum kelar nasihat ini muncul wejangan lagi dari *Lek Prapto alias Mbak Prapti* pemuda feminin dengan cengkok kemayu menyampaikan :

_Hati hati lho anak anak ini lagi musim hantu gentayangan dan hantunya adalah tuyul yang pasti suka anak anak kecil seperti kamu.! Makanya kamu hati hati ya sebaiknya kamu sering ke Masjid belajar ngaji sama Pak Kyai atau sekalian belajar sama Mbahnya Kencuk itu Mbah Jiyat.!_

Sambil telunjuk tanganya yang kemayu diarahkan ke arah Mbah Jiyat yang sedang duduk diamben besar yang didepanya ada asap mengepul dupa yang sedang menyala.
Kami semua anak anak kecil hanya dipersilahkan duduk dilantai ubin tanpa suguhi apapun hanya sekedar air putih saja tidak di suguhkan. Kecuali hanya hidangan nasihat dari para guru dadakan tersebut.

Kami yang mendengar wejangan dari para guru besar tersebut hanya menahan napas sambil menekuk muka kami. Sedikit dapat melepas ketegangan perut, tiba tiba terdengar bunyi kentut yang berbunyi pelan tapi panjang. Momentum itu berarti telah memberi kesempatan kami semua untuk sedikit membuka mulut guna menghela nafas sekaligus untuk melepaskan tegang pada otot Perut, namun seketika langsung menutup hidung mereka karena bau dari kentut itu. Dari gelagatnya sudah cukup aku hafal bahwa ini kelakuan Boneng. Dia sudah terbiasa kenthut di sembarang tempat hingga kami hafal mode bunyi, volume hingga baunya.

Mbah Jiyat yang sejak tadi duduk bersila menghadap Dupa menyala kini sudah membalikan badannya. Dengan mengenakan pakaian serba hitam grombyong dan beriket hitam pula Mbah Jiyat turun dari amben diikuti oleh *Lek Bero* selaku asistennya lantas berjalan menuju kearah kami sambil tertawa terkekeh kekeh memperlihatkan seluruhnya mulutnya yang sudah tidak bergigi alias ompong total.

Semakin dekat jarak Mbah Jiyat semakin tercium aroma menyan yang menyengat. Sang Cucu yaitu Kencuk hafal betul jenis jenis dan khasiat menyan yang sering dikonsumsi oleh kakeknya tersebut. Ketika sudah berdiri didepan kami maka kami semua berebut mencium tangannya. Setelah itu masih posisi berdiri didepan kami Mbah Jiyat berujar :

_Cucu cucuku semua kalian semua harus rajin sekolah harus rajin belajar sebab dijaman yang akan datang tuyul dan mahluk halus lainnya pasti akan kalah dengan orang orang yang berilmu tinggi.. kek kek kek kek kek kek kek kek hu uhuk uhuk uhuk_
Mbah Jiyat sampai terbatuk batuk. Dengan cekatan *Lek Bero* selaku asistennya langsung menyodorkan air putih didalam gelas dan langsung diminum habis oleh Mbah Jiyat dan melanjutkan perkataannya :

_Seperti mbahmu ini dulu belajarnya tidak seperti kamu sekarang yang belajar di sekolah pakai seragam kalau saya dulu belajarnya dihutan hutan, di kuburan maupun digunung gunung. Untuk itu cucuku mumpung sekarang belajar lebih mudah dibanding jaman dulu maka belajarlah untuk meraih ilmu setinggi tingginya… Kek kek kek kek kek kek kek.. huk_

belum sempat batuk berkepanjangan langsung dengan cekatan sudah disodori air putih oleh *Lek Bero* sang Asisten setia.
Mendengar nasihat dari Mbah Jiyat tersebut kami semua terdiam tidak satupun diantara kami yang berani menggerakan tubuh, barangkali hanya saya yang sedikit menutup hidung sebab saya tidak kuat menahan aroma sengir dan anyir menyan dari Mbah Jiyat yang berdiri tepat didepan saya.

Selesai memberi nasehat pada kami, Mbah Jiyat berjalan menuju bale bale tempat istirahat pak Harun. Dia langsung memegang kaki kanan pak Harun dan dengan bantuan Lek Bero Paimo yang ikut memegang kaki Pak Harun yang disebelah kiri. Posisi pak Harun nampak seperti tertidur. Mbah Jiyat seperti merapal mantra dan seketika langsung memijat dan semi memiting kaki kanan Pak Harun. Pak Harun terbangun dan berteriak dan meraung raung kesakitan. Mbah Jiyat tidak peduli karena dengan cekatan Mbah Jiyat beralih memijat dan semi memiting kaki kiri dan Pak Harun bertiak semakin keras akan tetapi Mbah Jiyat tidak menggubris.

Setelah itu Pak Harun diperintah agar secepatnya turun dari bale bale dan setelah turun, langsung dibentak oleh Mbah Jiyat agar mulai berjalan normal dan ajaib memang sebab Pak Harun langsung dapat berjalan normal sehingga dapat tersenyum sumringah.

Kepada istri dan keluarga pak Harun Mbah Jiyat menyampaikan jika yang dialami oleh Pak Harun hanya keseleo biasa semalam memang nampak seperti ada tulang yang cidera atau patah. Namun setelah di borehi dengan parem maka pagi tadi dilihat hasilnya dan setelah dilakukan topobroto maka diperoleh jawaban hal itu hanyalah keseleo yang mudah bagi Mbah Jiyat untuk menyembuhkan.

Mbah Jiyat berpesan pada semua agar mulai saat ini tidak perlu takut dengan mahluk halus tuyul atau glundung pringis yang bergentayangan di kuburan cilik. Semua itu sudah menjadi tanggung jawab Mbah Jiyat untuk membereskanya.

Selain itu Mbah Jiyat berpesan agar selamat lambatnya nanti habis Maghrib keluarga Pak Harun harus menggelar selamatan dengan hidangan nasi tumpeng komplit dengan mengundang warga sekitar untuk berdoa bersama.

Selesai memberi wejangan itu Mbah Jiyat tampak bersemangat untuk tertawa terkekeh kekeh 😂😂😂😂
_kek kek kek kek kek kek kek kek, huk huk huk uhuk huk uhuk.._🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣

Dengan cekatan tanpa ada perintah *Lek Bero* sudah setia menyiapkan air putih agar dapat diminum Mbah Jiyat ketika susah melawan batuk akibat ketawa lepas yang dibuatnya.🤣🤣😂🤣😂🤣🤣😂🤣

Akhirnya Mbah Jiyat berpamitan pulang dan kami pun ikut pulang karena di Toa Masjid sudah terdengar suara Qori’ yang menandakan sudah siap siap memasuki Jumatan di Masjid.
Bersambung……………………….
Tunggu catatan berikutnya efek domino atas insiden pak Harun yang melihat aksi Kencuk – Munadak di kuburan cilik yang menyisakan kisah jenaka nan lucu yang menyeret nama nama seperti *Kempros, Ubluk, Blenyik, Bleweh, Londheng, Welut, Bero Gembrit, Mangun, Ngadini Gundul dkk*
Dan bagaimana pula prosesi wisuda pengukuhan nama Munadak menjadi mbah ocoor yang berlangsung secara dramatis dan jenaka oleh tingkah polah anak anak geng sawo.

😂😂😂🤣🤣🤣🤣😂😂😂😂🤣🤣🤣🤣😂😂😂
*Coming Soon*
Apabila ada kesamaan nama, tempat dan waktu dalam penulisan ini maka hanya kebetulan belaka. Catatan ini bersumber dari adaptasi kisah masa kecil penulis yang selanjutnya dituangkan dalam tulisan ini sebagai sebuah karya sastra.

Berita dengan judul: Geng Sawo Edisi Pak Harun melihat Kencuk – Munadak seperti Tuyul di Kuburan Cilik pertama kali tampil pada LIPUTAN4.COM. Reporter: Jarkoni