Sempat tak dipublikasikan, motif penganiayaan seorang santri Pondok Modern Darussalam Gontor 1 bernama Albar Mahdi (17) akhirnya diumumkan. Dua orang senior tega melakukan kekerasan kepada Albar dan dua santri junior lain hanya karena tak lengkap mengembalikan alat berkemah.
Albar Mahdi, siswa kelas V atau setara kelas XI SMA, meninggal dunia pada 22 Agustus silam di Pondok Modern Darussalam Gontor 1. Kematiannya menjadi perhatian publik setelah ibu korban, Soimah, mengadu kepada pengacara Hotman Paris Hutapea. Keluarga yakin Albar meninggal karena dianiaya, sementara Ponpes Gontor mulanya mengaku pada keluarga bahwa korban tewas akibat kelelahan. Viralnya kasus ini membuat ponpes menyatakan korban memang meninggal akibat dianiaya santri senior.
Motif kematian Albar terungkap dalam kronologi yang disampaikan Kepala Subdirektorat Pendidikan Pesantren Kemenag Ponorogo, Basnang Said. Disebutkan dalam kronologi, Albar Mahdi menjadi ketua panitia acara Perkemahan Kamis-Jumat yang diadakan pada 20-21 Agustus.
Pada 22 Agustus, kedua pelaku yang merupakan siswa kelas VI memanggil Albar dan dua korban lain karena ada alat kemah yang belum lengkap. Akibat masalah ini, korban dipukuli oleh pelaku. Kronologi tak menjelaskan bagaimana pukulan dilakukan serta akibatnya pada korban.
Usai pemukulan, korban dibawa ke RS Yasyfin Darussalam yang merupakan milik Ponpes Gontor. Juga tak dijelaskan apakah korban dibawa ke RS dalam keadaan hidup atau meninggal. Di RS itu pula jenazah Albar dimandikan, kemudian disalatkan di ponpes.
Menurut pengakuan ibu korban, keluarga baru dikabari tiga jam setelah Albar meninggal. Sehari kemudian jenazah tiba di rumah mereka di Palembang diantar sembilan orang perwakilan pondok yang membawa sepucuk surat keterangan kematian. Sebab kematian dalam surat itu berbunyi “Meninggal dunia karena penyakit tidak menular”.
Sebab kematian inilah tak dipercaya keluarga. Pasalnya, saat peti mati dibongkar, ditemukan luka lebam dari kepala hingga dada, serta beberapa bercak darah di jenazah. Setelah didesak, perwakilan ponpes mengakui ada penganiayaan terhadap Albar oleh para seniornya.
Pihak keluarga mengaku sudah mengikhlaskan kepergian Albar asal pihak ponpes bisa mengungkap dan menjelaskan kronologi sebenarnya. Namun, dua minggu usai kematian, tidak ada kejelasan dari pihak ponpes sehingga ibu korban memutuskan mengadu kepada Hotman Paris.
Menurut pengacara keluarga korban, Titis Rachmawati, keluarga ingin kronologi kematian serta siapa saja yang terlibat dalam kematian Albar dibuka sejelas-jelasnya.
“Keluarga AM menyesalkan sikap pihak Pesantren Gontor yang terkesan menutupi peristiwa sebenarnya yang menyebabkan putra sulung Ibu Soimah meninggal. Ada hal yang tak konsisten ketika awal mengatakan anaknya meninggal karena sakit. Ketika mereka memaksa membuka jenazah melihat kondisi, baru mengaku ternyata dianiaya. Jadi terkesan ditutupi,” kata Titis kepada CNN Indonesia, Selasa (6/9).
Viralnya kasus ini juga membuat ponpes baru melapor ke Polres Ponorogo. Sebelumnya, ponpes mengaku tak lapor karena ada perjanjian dengan orang tua calon santri bahwa setiap masalah tak akan dibawa ke jalur hukum.
Dari hasil olah TKP pada Selasa lalu (6/9), polisi menyita alat bukti berupa pentungan, air mineral, minyak kayu putih, dan becak. “Becak ini untuk membawa korban ke rumah sakit. Kita melakukan pemetaan terkait kasus ini dari rumah sakit termasuk kelengkapan sudah kita lakukan. Penyitaan dari kamera CCTV,” ujar Kapolres Ponorogo AKBP Catur Cahyono Wibowo dilansir Detik. Namun, Catur belum mengonfirmasi motif penyiksaan.
Perkembangan terbaru pada Kamis (8/9) pagi, makam Albar akhirnya dibongkar untuk otopsi jenazah. Hasil otopsi nantinya akan menentukan kasus ini akan naik ke tahap penyidikan atau tidak.
Menanggapi tragedi ini, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas berjanji izin operasional Ponpes Gontor bisa dicabut jika terbukti ada pelanggaran yang bersifat sistematis.
“Yang bisa kita lakukan adalah jika itu terbukti secara sistematis pesantren melakukan kekerasan, pelecehan, dan seterusnya, kita cabut izin operasionalnya. Karena izin operasional pesantren itu ada di Kementerian Agama,” kata Yaqut pada Rabu (7/9), dilansir Detik.