Berita  

Fungsi Bangunan Misterius Stonehenge di Masa Lalu Berhasil Diungkap

fungsi-bangunan-misterius-stonehenge-di-masa-lalu-berhasil-diungkap

Selain terkenal sebagai warisan budaya Inggris, misteri yang menyelimuti Stonehenge menambah daya tarik bagi para pelancong dan ilmuwan yang mempelajari strukturnya. Belum terpecahkan apa sebenarnya kegunaan monumen yang dibangun di dataran Wiltshire, Inggris sekitar 4.500 tahun silam. Namun, temuan terbaru dapat memperdalam pemahaman kita tentang fungsi dan nilai Stonehenge bagi kehidupan masyarakat di masa lalu.

Timothy Darvill, profesor arkeologi Universitas Bournemouth di Inggris, mengemukakan dalam karya ilmiah yang dipublikasikan di jurnal Antiquity, Stonehenge awalnya digunakan sebagai penanda waktu dan musim berdasarkan penanggalan Matahari 365,25 hari.


Penduduk Wiltshire pada zaman itu memperhatikan susunan batu untuk memastikan mereka tidak keliru menghitung tahun. Mereka juga menandai perayaan dan ritual musiman yang eksis ribuan tahun lalu pada struktur megalitik tersebut. Kedua fungsi ini mengisyaratkan betapa majunya pemahaman kosmologi orang-orang yang membangun Stonehenge, serta hubungan potensial mereka dengan masyarakat di belahan bumi lain.

“Menurut saya, masyarakat pencipta Stonehenge mampu mendirikan bangunan yang berkualitas tinggi (Stonehenge memiliki desain dan konstruksi yang unik) dan memiliki tujuan yang jelas saat membangunnya. Tempat itu didirikan agar orang bisa merayakan festival dan upacara penting bersama,” ujar Darvill melalui email.

Gagasan Stonehenge berfungsi seperti kalender sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, mengingat struktur tersebut berorientasi pada titik balik matahari musim panas dan dingin. Namun, model baru Darvill menggabungkan terobosan arkeologi terbaru dari Stonehenge ke dalam kerangka komprehensif yang menjelaskan monumen misterius ini.

“Orang zaman dulu tak pernah berhasil membuat kalender berdasarkan pergerakan bulan,” ungkapnya. “Dan sekarang kita punya model nyatanya.”

Butuh belasan tahun bagi tim peneliti Darvill untuk menggali lapisan tersembunyi Stonehenge dan menganalisis temuannya. Baru-baru ini, mereka berhasil menguraikan tanda geokimia sarsen, yang membentuk lingkaran luar bernama Lingkaran Sarsen, empat batu di luar lingkaran yang disebut Station Stone Rectangle, dan lima batu “Trilithon” di bagian tengah yang lebih dikenal sebagai Trilithon Horseshoe.

Sementara batuan biru yang lebih kecil di dalam lingkaran telah ditemukan di Wales, penelitian Darvill sebelumnya menunjukkan batuan-batuan yang membentuk Stonehenge berasal dari sumber yang sama. Dengan demikian, ada kemungkinan sarsen tersebut dianggap sebagai bagian dari kelompok terpadu oleh pencipta Stonehenge.

“Kesatuan susunan sarsen” inilah yang mengilhami penelitian Darvill. “Itu berasal dari dua sumber. Pertama, model penanggalan yang kami terbitkan beberapa tahun lalu. Sedangkan yang kedua jauh lebih baru, dan menunjukkan semua sarsen tampaknya berasal dari satu sumber di West Woods dekat Marlborough [lokasi yang berjarak sekitar 16 kilometer di utara Stonehenge].”

Itu artinya bebatuan dipasang pada waktu yang sama, sehingga kemungkinan tujuannya sama pun sangat tinggi.

Sembari meneliti kalender lain dari periode itu, Darvill juga memperhatikan numerologi dan tata letak bebatuan di Stonehenge. Hasil analisisnya mengungkapkan masing-masing dari 30 batu di Lingkaran Sarsen mewakili satu hari dalam sebulan, yang dibagi menjadi tiga pekan dengan masing-masing 10 hari.

Lima batu Trilithon di tengah situs menandai bulan kabisat lima hari khusus yang menopang pergeseran waktu selama satu tahun, sedangkan Station Stones mewakili hari kabisat yang muncul setiap empat tahun sekali, mirip seperti kalender di zaman modern. Sebagai kalender matahari, Stonehenge dibangun untuk memastikan titik balik matahari musim dingin dan panas dapat dilihat melalui pasangan batu yang sama. Jika posisinya tidak selaras dengan titik balik matahari, itu artinya mereka salah menghitung tahun.

Darvill lebih lanjut menduga pembangunan Stonehenge dipengaruhi oleh kalender matahari yang dikembangkan peradaban Mesir atau Mesopotamia, mengingat modelnya mirip kalender yang digunakan di beberapa wilayah Eropa dan Timur Tengah sekitar 5.000 tahun yang lalu. Temuan arkeologi di sekitar Stonehenge, seperti tulang belulang milik pemanah Amesbury yang lahir di pegunungan Alpen dan menetap di Inggris 4.300 tahun lalu, semakin mendukung kemungkinan tersebut.

Model kalender baru Darvill menawarkan pandangan yang menggiurkan terhadap kehidupan masyarakat di sekitar Stonehenge. Namun, dia menekankan penelitian ini baru permulaan saja.

“Kami masih terus mempelajari material yang digali pada 2008. Tak diragukan lagi bukti-bukti yang kami kumpulkan ini akan memberikan wawasan lebih lanjut,” simpulnya.