Liputan4.com || Jakarta – Tadi malam saya diskusi singkat dengan Sdr Natalius Pigai mantan Komisioner Komnas HAM, yang juga seorang Putra Papua asli. Percakapan kami di aplikasi whatsapp terjadi setelah Pigai mengirimkan video perbincangannya yang sepertinya sedang diwawancara oleh sebuah stasiun TV. Video berdurasi sekitar 8 menit tersebut kemudian saya tonton sampai habis dan saya balas dengan mengirimkan sebuah video Nicolaas Jouwe seorang tokoh pendiri OPM yang berisi tentang kebohongan Belanda bentuk OPM dan Bintang Kejora.pungkas Ferdinand
Saya mendengar kalimat-kalimat Natalius Pigai dan saya menggaris bawahi beberapa hal. Dalam pikiran Pigai, yang saya tangkap dari video tersebut bahwa Pigai ingin memyampaikan pesan, Pertama bahwa OPM atau KKB Papua adalah Pejuang, Combatan untuk Papua Merdeka. Kedua bahwa bagi Pigai penetapan KKB Papua sebagai organisasi teroris oleh pemerintah adalah sama artinya menempatkan orang Kristen sebagai teroris dan Ketiga, bagi Pigai penetapan label teroris kepada KKB Papua itu adalah kemenangan kaum khilafah ISIS yang ada dalam pemerintahan. (3/5/2021)
3 hal tersebut diatas adalah point besar yang saya tangkap dari video Pigai dan harus saya tanggapi dalam kapasitas saya sebagai anak bangsa, warga negara Indonesia yang berhak berbicara dalam negara demokrasi ini.
Pertama, bahwa pernyataan Pigai bahwa KKB Papua adalah pejuang, combatan yang memperjuamgkan Papua Merdeka adalah dapat diartikan bahwa Pigai telah menuduh Indonesia sebagai Penjajah tanah Papua yang sedang diperangi oleh KKB untuk tujuan pembebasan tanah Papua dan merdeka. Dalam hal ini, Pigai jelas sesat nalar dan sesat logika karena Indonesia di proklamirkan mencakup seluruh tanah jajahan Belanda dimana disana Papua adalah bagian dari kekuasaan Hindia Belanda. Maka Papua adalah bagian Indonesia setelah diproklamirkan dan Indonesia bukan penjajah tanah Papua yang harus diperangi oleh KKB yang disebut Pigai sebagai OPM dan pejuang. Justru Indonesia membangun Papua sebagai wilayahnya dengan anggaran puluhan trilliun.
Kedua, penyematan label teroris bagi KKB Papua yang dinilai Pigai adalah penetapan Kristen sebagai teroris adalah penyesatan logika dan penyesatan informasi yang berbahaya dan bisa memicu konflik berbau SARA. Papua memang mayoritas beragama Kristen, tapi yang dilabeli teroris bukan orang Papua, bukan Kristennya tapi yang dilabeli teroris adalah organisasi Kelompok Kriminal Bersenjata Papua atau yang disebut Pigai sebagai OPM. Pigai harusnya juga tau tentang defenisi terorisme yang dipahami seluruh dunia yaitu terorisme adalah merupakan aksi kriminal yang dilakukan baik oleh individu atau kelompok yang dalam setiap aksinya menciptakan korban, kerusakan dan ketakutan yang luar biasa dengan motif atau tujuan tertentu. Tidak pernah disebut disana terorisme terkait agama meski tindakan teroris banyak yang didasari kesalahan memahami ajaran agama. Jadi menurut saya, Pigai menyesatkan opini terhadap masyarakat dengan pernyataan bahwa pemerintah melabeli Kristen sebagai teroris. Ini jelas salah.
Ketiga, pernyataan Pigai soal kemenangan khilafah dan ISIS atas penetapan KKB sebagai organisasi teroris adalah kesalahan yang sangat fatal dalam memahami terorisme. Penetapan KKB sebagai teroris tidak ada kaitan dengan khilafah dan ISIS. Kita semua mengetahui belakangan ini bagaimana pesatnya pertumbuhan radikalisme di negara kita, masuk kedalam institusi pemerintah namun ini tidak terkait dengan KKB Papua. Pigai sebaiknya hati-hati dalam mengeluarkan pendapat supaya tidak menjadi provokasi yang bisa membakar konflik antar Suku dan Agama. Sebagai mantan Komisoner Komnas HAM, Pigai mestinya bisa lebih bijak agar situasi bukan semakin memanas tapi bisa membawa damai dan konflik berakhir.
Keempat, saya hormati Natalius Pigai dengan segala pendapatnya. Tapi bagi saya, pernyataan tersebut adalah pernyataan pribadi seorang putra Papua yang tidak mewakili sikap Papua.
Berita dengan Judul: Ferdinand Hutahaean: Indonesia Bukan Penjajah Papua pertama kali terbit di: Berita Terkini, Kabar Terbaru Indonesia – Liputan4.com oleh Reporter : Bagus Haryanto