Berita  

Efek Sanksi Ekonomi, Warga Rusia Berebut Beli Gula yang Mulai Langka Pasokannya

efek-sanksi-ekonomi,-warga-rusia-berebut-beli-gula-yang-mulai-langka-pasokannya

Video-video yang merekam kegaduhan di berbagai supermarket seantero Rusia viral di medsos. Sembako macam terigu dan gula terpantau mulai langka, menunjukkan imbas sanksi ekonomi berbagai negara Eropa dan Amerika Serikat terhadap perekonomian Rusia. Sanksi itu merupakan balasan Barat terhadap Kremlin yang menyerang Ukraina.

Video orang berebut memborong gula muncul di berbagai kota, tidak cuma Ibu Kota Moskow. Para pembelit terlihat saling sikut mengamankan stok gula yang tinggal sedikit di rak supermarket.


Akibat aksi borong tersebut, beberapa jaringan supermarket akhirnya membatasi tiap pelanggan hanya boleh membeli 10 kilogram gula. Di Kota Severodvinsk, kawasan utara Rusia, bahkan muncul video amatir menunjukkan insiden pembeli gula yang dipukuli pengunjung toko lainnya karena dianggap mengambil jatah mereka.

Sebagian netizen Rusia mengaku situasi sepekan terakhir mengingatkan mereka pada masa-masa Uni Soviet dahulu, ketika bahan pokok harus dijatah dan warga musti berebut mendapatkannya. Gula merupakan salah satu sembako utama bagi masyarakat Rusia, sebab tanpa gula sulit membuat samogon, yang sangat populer bagi warga di pedesaan.

“Kondisi sekarang benar-benar kacau,” ujar salah satu pengunjung supermarket di Kota Volgograd, saat diwawancarai media lokal Rusia. “Pelayan toko bilang pasokan gula masih dikirim rutin, tapi tiap ke sini, stoknya sudah langsung habis. Semua yang datang cuma ingin memborong gula.”

Kelangkaan gula merupakan salah satu indikasi sanksi ekonomi internasional mulai berdampak pada rakyat Rusia. Secara nasional, Rusia sebetulnya tidak terlalu banyak mengimpor gula, tapi akibat adanya sanksi Uni Eropa dan AS, pedagang ritel kesulitan menambah pasokan mengingat nilai mata uang Rubel anjlok parah sejak awal Maret 2022. Tidak banyak perusahaan luar negeri bersedia melayani pembelian dari Rusia karena nilai mata uang mereka kurang berharga. Pasokan uang Dollar di Negeri Beruang Merah, yang berguna untuk transaksi ekspor-impor, juga mulai menipis, karena Rusia diputus dari sistem SWIFT yang mengatur lalu lintas perbankan global.

Dalam waktu bersamaan, inflasi di Rusia turut meningkat, membuat biaya hidup sehari-hari masyarakat merangkak naik, termasuk di antaranya biaya sewa rumah dan listrik. Kelangkaan gula ini dilaporkan terjadi di St Petersburg, di sisi paling Barat Rusia, hingga kepulauan Sakhalin, yang berada di Samudra Pasifik.  

Pedagang roti mengaku siap-siap menaikkan harga jual, karena supplier gula maupun terigu sejak pertengahan bulan ini sudah menaikkan harga 20 persen. “Mending kalau cuma naik harga, penyalur gula langganan saya kemarin mengabari kalau stok di gudangnya sudah tidak ada,” kata Arthur Borodin, manajer toko roti di Kota St. Petersburg saat dihubungi VICE World News. Toko itu mengaku sulit mendapat supplier yang bisa menjual 40 kilogram gula, untuk kebutuhan produksi sepekan.

Pemerintah pusat Rusia berkukuh kalau pasokan gula secara nasional masih aman. Menurut Dmitry Peskov, selaku juru bicara Presiden Vladimir Putin, kesan adanya kelangkaan dipicu kepanikan konsumen, serta ada distributor yang menahan pasokan atau malah menimbun gula, untuk mendapat keuntungan ekstra. Persis seperti tuduhan pemerintah Indonesia saat merespons kelangkaan minyak goreng selama nyaris empat bulan terakhir sebelum akhirnya harga dilepas sesuai mekanisme pasar.

Untuk mencegah kepanikan masyarakat lebih lanjut, Kremlin mengaku sudah menerbitkan aturan melarang semua perusahaan mengekspor gula ke luar negeri, atas alasan apapun. Pemerintah juga mengancam akan menindak perusahaan yang nekat menimbun gula untuk cari untung sesaat.

“Kami minta masyarakat bersikap rasional, tidak perlu memborong kebutuhan pokok seperti gula, terigu, atau tisu toilet karena pasokannya secara nasional masih aman,” ujar Peskov dalam jumpa pers awal pekan ini.

Selain gula, harga mobil impor dan barang elektronik rumah tangga di Rusia turut melonjak rata-rata 20 persen selama dua pekan terakhir. Penyebabnya adalah karena banyak perusahaan asing hengkang dari Rusia, membuat alur rantai pasok tidak lagi lancar. Blokade ekonomi Barat membuat proses ekspor-impor secara normal sulit dilakukan. Sejauh ini hanya negara sekutu seperti Kazakhstan, Tiongkok, atau India yang masih bersedia membuat pelabuhan untuk pengiriman barang-barang ke Rusia.

Namun, andai Rusia tetap bisa mendapat pasokan barang Tiongkok, ekonom meyakini permintaan tidak akan tercukupi secara nasional. Alhasil, tingkat inflasi tahunan Rusia diprediksi akan melonjak antara 15 hingga 30 persen, membuat pengangguran meluas serta memicu krisis ekonomi. Skenario ini yang diharapkan negara-negara Barat akan memukul Rusia, dan mengakhiri ambisi mereka menduduki Ukraina tanpa harus berperang langsung.