Teori menggelegar dinyatakan Edy Rahmayadi di acara pelantikan pengurus Komite Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (KORMI) Sumatra Utara, Rabu (29/12). Redaksional lengkap pernyataan Edy sangat perlu dan penting untuk dicantumkan dalam artikel ini.
“Pelatih tak boleh berkumis. Kan harus begitu. Saya minta maaf yang berkumis itu,” kata Edy yang tiba-tiba main harus aja, dilansir CNN Indonesia. Dia lalu menjelaskan alur berpikirnya, yang justru bikin pecinta olahraga di manapun tambah pusing.
“Pelatih di dalam memenangkan pertandingan, kalau kami dulu peperangan, orang-orang yang berjiwa muda. Bukan orang muda. Orang yang berjiwa muda.” Karena itu, “Makanya pelatih tak boleh berkumis, orang yang berkumis itu adalah orang yang berjiwa tua. Saya enggak berkumis ini. Jangan tersinggung,” tambahnya. Kalau gini, bukan Indra Sjafri saja yang harusnya tersinggung, akal sehat kita juga.
Cari eksposur? Ekspresi unscientific yang terlalu polos? Entah apa motif Gubernur Edy tiba-tiba melukai hati segenap insan berkumis. Yang pasti, teori yang tak bisa diantisipasi pemenang Nobel Kedokteran sekalipun tersebut membuat Edy sukses bikin dua blunder dalam tiga hari terakhir. Tambah satu lagi, resmi hat trick nih.
Sebelumnya adalah insiden yang masuk kategori “lu-yang-ngelakuin-gua-yang-malu”. Kejadian itu tergelar pada Senin kemarin (27/12), dalam acara pembagian bonus untuk atlet dan pelatih Sumut pemenang PON XX Papua, di rumah dinas gubernur di Medan. Saat asyik berpidato, Edy merasa ada peserta yang tidur sehingga tidak bertepuk tangan untuk sambutannya. Sontak, Edy memanggil yang tertuduh ke muka hadirin.
“Yang pakai kupluk itu siapa? Kenapa enggak tepuk tangan?” tanya Edy, dilansir Kompas. Orang yang dimaksud adalah Khoirudin Aritonang alias Coki, pelatih cabor biliar Sumut. Begitu Coki sampai di panggung, Edy bertanya siapa dia, lalu menjewer telinganya. Edy juga mengusir Coki dari acara. Tak cuma itu, ia turut meminta Kepala Dispora dan KONI Sumut memecat Coki dari jabatan pelatih
“Tak cocok jadi pelatih ini,” kata Edy. Ia juga mengatakan, “Olahraga itu adalah motivasi, olahraga itu adalah esprit de corps. Olahraga itu adalah harga diri.” “Pelatihnya saja seperti itu, bagaimana untuk yang dilatih,” jelas Edy, dilansir Pikiran Rakyat.
Masalahnya, dipermalukan di muka umum juga soal harga diri. Apalagi komentar Edy tak nyambung. Cabor biliar Sumut justru meraih 12 medali di PON Papua, menjadikannya kontingen Sumut kedua dengan perolehan medali terbanyak, di bawah wushu (14 medali). Selain itu, kepada wartawan Coki menyanggah ia sedang tidur sehingga tidak ikut tepuk tangan. “Saya tidak tertidur dan saya mendengar apa yang beliau sampaikan,” katanya, dikutip Tribunnews.
Perlakuan tak elok Edy kontak membuat Coki ngomel-ngomel. Ia mengaku prestasi cabor biliar bukan hasil dukungan pemprov. “Peralatan kita kan terbatas. Harapan kita sebelum PON, dibantu meja sesuai PON, tapi enggak. Tapi kok sekarang dia [Edy] macam paling paten memperjuangkan olahraga di Sumut ini,” terangnya, dikutip Detik.
Bukan cuma mengomel, Coki berjanji hari ini akan melaporkan Edy ke Polda Sumut atas tuduhan penganiayaan dan perbuatan tak menyenangkan. “Rabu [29/12], didampingi puluhan pengacara buat laporan ke Polda Sumut,” ujar Coki.