Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis lima tahun penjara kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Dia dianggap terbukti menerima suap senilai Rp25,7 miliar untuk memuluskan izin ekspor benih lobster (benur) kepada rekanan swasta.
Selain hukuman penjara, Edhy juga dijatuhi denda Rp400 juta, subsider enam bulan kurungan. Tak hanya itu, Pengadilan Tipikor mewajibkan mantan politikus Partai Gerindra tersebut untuk membayar uang pengganti senilai Rp9,6 miliar ditambah US$77 ribu atas tindakannya yang merugikan negara.
“Apabila tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 bulan setelah putusan inkrah, maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang tersebut. Dalam hal terdakwa tidak punya harta benda untuk menutupi uang pengganti, maka dipidana selama dua tahun,” kata ketua majelis hakim Albertus Usada saat membacakan putusan dalam sidang Kamis (15/7) yang disiarkan oleh KPK.
Putusan hakim untuk vonis penjara ini tidak berbeda dari tuntutan yang diajukan jaksa KPK. Akan tetapi, menurut laporan Kompas, tambahan vonis pencabutan hak politik majelis hakim lebih ringan satu tahun, ketimbang tuntutan jaksa yang meminta hak politik Edhy dicabut selama 4 tahun.
Kejatuhan Edhy, yang sempat menjadi salah satu orang kepercayaan Prabowo Subianto di Gerindra, bermula pada 25 November 2021 dini hari. Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan memimpin langsung penangkapan Edhy Prabowo di Bandara Soekarno-Hatta, sepulang dari Amerika Serikat. Edhy sejak menjabat sebagai menteri KKP sudah rutin disorot, karena getol mendorong pembolehan kembali ekspor benih lobster. Kebijakan kontroversial itu, yang dianggap merugikan sektor budidaya lobster lokal, sempat dihentikan pada era menteri KKP sebelumnya, Susi Pudjiastuti.
Baru menjabat setahun lebih sebulan, Edhy menjadi menteri Indonesia kedua yang paling cepat ditangkap KPK seusai dilantik. Posisi pertama dipegang Idrus Marham, sekjen Golkar yang dilantik sebagai menteri sosial pada 17 Januari 2018. Hanya berselang 7 bulan 14 hari, Idrus ditahan KPK karena kasus korupsi pembangunan PLTU di Riau. Edhy bersama Idrus Marham dan Menpora Imam Nahrawi menjadi tiga menteri Jokowi yang ditangkap KPK dalam dua periode ini.
Dalam sidang pembelaan 26 Juni 2021, Edhy berkukuh merasa tidak bersalah. Edhy melemparkan kesalahan kepada anak buahnya. “Saya tidak lari dari tanggung jawab, tapi saya tidak bisa kontrol semua kesalahan yang dilakukan oleh staf-staf saya,” kata Edhy, dikutip CNN Indonesia.
Sejak ditangkap, Edhy konsisten menuding anak buahnyalah yang melakukan korupsi tanpa sepengetahuannya. “Setiap kesempatan, saya ingatkan mereka untuk hati-hati dan waspada di setiap kegiatan, jangan mau disogok,” ujarnya Februari lalu, usai diperiksa KPK. Menampilkan wajah pemimpin yang baik, saat itu ia juga sesumbar akan bertanggung jawab atas “kesalahan anak buah”, meski ia harus dihukum lebih dari hukuman mati.
Adapun Pemilik dan Direktur PT Dua Putera Perjakasa Pratama (PT DPPP), Suharjito, yang menyuap jajaran KKP supaya dapat izin ekspor benur, sudah dihukum lebih dulu dengan vonis dua tahun penjara dan denda Rp250 juta. Vonis kepada Suharjito sempat menyita perhatian netizen, karena majelis hakim meringankan hukuman karena rutin bersedekah, berkelakuan baik, serta kerap memberangkatkan karyawan umroh.