Pemerintah Nigeria tengah menggagas upaya baru untuk mengatasi krisis penculikan yang meningkat. Langkah ini akan menyasar para keluarga dan perantara yang membebaskan tawanan dengan uang tebusan.
Apabila RUU terbaru disahkan, seseorang bisa dijatuhi hukuman hingga 15 tahun penjara karena menebus korban penculikan. Hukuman ini dikhawatirkan dapat menjerat keluarga yang sudah kehabisan akal dan putus asa. Beberapa dari mereka meminta bantuan Ummi Kalthum, perempuan 25 tahun yang telah bernegosiasi untuk membebaskan lebih dari 20 sandera, menjadikannya negosiator paling sukses di Nigeria.
“Ada kalanya saya terpikir untuk berhenti,” katanya kepada VICE News. “[Tapi] orang akan terus mendatangi dan meminta bantuan saya. Apa lagi yang bisa saya lakukan? Saya harus menyelamatkan nyawa.”
Kalthum menjalani bisnis gelap, wilayah abu-abu hukum tanpa peraturan atau regulasi yang jelas. Lonjakan kasus penculikan sebagian besar didorong oleh Boko Haram, kelompok Islamis radikal yang bersekutu dengan ISIS dan telah menyatakan perang terhadap pemerintah. Sebagai bagian dari tindakan perlawanan, mereka mulai melakukan penculikan massal setelah melihat keuntungan besar dari uang tebusan.
Pada 2014, Boko Haram membawa paksa 276 siswi dari sekolah asrama di kota Chibok, yang memicu kampanye global “Bring Back Our Girls”. Meskipun pemerintah menyangkal telah membayar tebusan, Boko Haram menerima lebih dari $3,5 juta (Rp49 miliar) dengan persyaratan membebaskan 103 anak perempuan.
Boko Haram terus melanjutkan penculikan, dan kelompok kriminal lain mulai mengikuti jejak mereka. Motif penculikan dengan tebusan telah meledak sebagai ekonomi bawah tanah yang melibatkan penculik, pemerintah, korban penculikan dan negosiator. Menjadi harapan terakhir bagi keluarga korban, negosiator secara tak langsung mengalirkan dana ke kelompok teroris yang telah menyandera orang tercinta.
“Dia menyelamatkan nyawa, tapi terkadang saya pikir itu tidak layak,” Dr. Mohammed Sani selaku penasihat Ummi memberi tahu VICE News. “Jika terlalu banyak, kalian justru mempersenjatai [Boko Haram].”
Namun, Ummi mengaku tak ada pilihan lain. “Kalau saya menolak, tidak akan ada yang bisa mewakili para korban,” tuturnya. “Mereka akan dihabisi kalau kelamaan.”
Simak podcast VICE yang membahas lebih mendalam profesi tak lazim Ummi Kalthum di tautan berikut: