Parlemen Tiongkok pekan lalu meloloskan Undang Undang baru, yang melarang warga buang makanan, khususnya di restoran. Beleid ini secara spesifik bakal melarang pelanggan membeli makanan berlebih, yang tidak mungkin habis dia makan sendirian. Problemnya, ada jutaan orang Tiongkok yang demen makan di luar, dan definisi “porsi berlebihan” dalam UU tersebut memicu perdebatan.
Presiden Tiongkok Xi Jinping, pada akhir 2020, sudah menyebut persoalan sisa makanan berlebih sebagai “masalah serius”. Sebab, sisa makanan itu bisa berdampak pada keberhasilan Negeri Tirai Bambu menjalankan sistem ketahanan pangan nasional. Selain itu, Jinping beralasan budaya makan rakus berlebihan bisa berdampak pada pasokan pangan, yang selama pandemi Corona sudah terkena dampak dari hulu sampai hilir.
Selain membeli makanan dengan porsi berlebih, UU tersebut juga melarang pembuatan konten acara makan-makan untuk livestream internet yang porsinya berlebihan. Pembuat video format macam ini, biasa dijuluki mukbang, akhirnya juga terdampak UU anyar Tiongkok.
Sebelum UU ini diumumkan parlemen, pemerintah lokal Tiongkok sudah membuat perda-perda sendiri untuk mendukung visi Presiden Xi Jinping soal makanan berlebih. Sebuah restoran di Kota Changsha, sampai memasang timbangan di pintu masuknya, dan memberi rekomendasi menu sesuai bobot pelanggan.
Efek lain, penyensoran konten mulai dialami kreator kuliner yang biasa aktif di Douyin, platform mirip Twitter versi Cina daratan. Beberapa akun mengaku video mereka bertema mukbang sudah tidak bisa lagi ditonton. Adapun, UU itu mengatur ancaman denda hingga setara Rp228 juta, bila ada acara yang menampilkan seseorang makan dalam porsi berlebihan.
Masalah sisa makanan sebetulnya memang cukup serius di Tiongkok. Menurut data pemerintah, 35 juta sisa makanan terbuang ke tempat sampah saban tahun. Budaya makan banyak, atau memesan dalam porsi berlebih, masalahnya terlanjur mengakar di Tiongkok. Di negara itu, sudah biasa bila tuan rumah pesta atau keluarga yang menikahkan anak memesan makanan ke katering lebih dari jumlah tamu, untuk menampilkan simbol kemakmuran.
Itu sebabnya, di media sosial, beberapa netizen Tiongkok mempertanyakan bagaimana cara aparat nanti memberlakukan sanksi dari UU tersebut. Sebagian netizen lain malah menyebut UU ini melanggar prinsip dasar hak asasi manusia.
Kasus yang memicu perdebatan, akibat UU anti sisa makanan ini, adalah sebuah toko roti di Kota Nanjing. Otoritas setempat mengirim surat peringatan resmi pada pemilik bakery itu, karena ditemukan sisa adonan yang masuk tempat sampah, padahal masih layak untuk diolah jadi kue, seperti dilaporkan Yangtse Evening News.
Follow Viola Zhou di Twitter.