Lapisan permafrost Siberia yang mencair akibat perubahan iklim dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak lingkungan, melepaskan gas rumah kaca, merusak bangunan dan menciptakan kawah besar di sekitar lelehan. Tapi di sisi lain, pencairan lapisan es juga mengungkapkan harta karun yang amat berharga, seperti gading mammoth purba.
Gading memang telah ditemukan di wilayah ini sejak berabad-abad lamanya, tapi semakin menjadi peluang bisnis yang menjanjikan dewasa ini — terutama di tengah maraknya upaya pencegahan perburuan gading gajah di seluruh dunia.
Mammoth terakhir, yang seukuran gajah Afrika, mati sekitar 4.000 tahun silam. Meski tersebar di seluruh Eropa, Asia dan Amerika Utara, bangkai mammoth diawetkan secara alami di tanah beku Siberia.
Tidak ada peraturan yang melarang penjualan gading mammoth purba, dan perdagangannya berkembang pesat selama 20 tahun terakhir. Gading mammoth senilai $50 juta (Rp713 miliar) digali setiap tahunnya di wilayah Yakutia, Rusia.
Setiap musim panas, para pemburu berlayar selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari untuk mencari gading mammoth di tengah belantara Arktik. Stepan Kornilov bertugas mengangkut perbekalan, pemburu dan hasil buruan dengan perahu. Dia mempertemukan VICE News dengan sejumlah pemburu gading mammoth.
Di dalam terowongan penuh nyamuk, dengan ketinggian air mencapai pergelangan kaki orang dewasa, Kornilov mengarahkan senter ke tulang belulang setengah beku yang mencuat di dinding. Bau busuk menguar di sekeliling gua buatan manusia itu. Menurut Kornilov, mereka sering menemukan tulang “lengkap dengan daging” mammoth.
Mereka menggunakan pompa air dan selang bertekanan tinggi untuk membuka terowongan yang membentang sejauh ratusan kaki menuju lereng bukit. Metode ini ilegal, berbahaya dan menyebabkan kerusakan, sehingga pemburu meminta agar nama lengkap mereka dirahasiakan. Pemimpin kru bernama Viktor menceritakan tentang salah seorang pemburu yang mengalami patah tulang kaki ketika terowongan yang dimasuki runtuh.
“Sekarang dia pakai gips. Tidak terlalu parah, hanya patah tulang,” tuturnya. “Dia balik badan dan tidak menyadari [apa yang terjadi].”
Selain berbahaya, aktivitas perburuan gading mammoth memakan waktu yang tidak sebentar. Butuh berbulan-bulan bagi para pemburu untuk mengumpulkan gading. Mereka bekerja hingga 12 jam sehari di antara kerumunan nyamuk.
Namun, menurut Viktor, keuntungan yang mereka terima sebanding dengan kerja keras dan waktu yang dicurahkan. Peluang kerja di desa-desa Yakutia sangat kecil, dan upah minimum yang diterima setiap bulan relatif rendah—sekitar 30.000-40.000 Ruble (Rp5,7-7,1 juta). Sementara itu, pemburu dapat menghasilkan hingga 40.000 Ruble (Rp78 juta) setelah dua bulan penuh mencari gading.
“Lumayan, lah. Bisa buat beli mobil,” kata Viktor. Namun, pemburu tidak akan memperoleh pemasukan sama sekali apabila tidak berhasil menemukan gading. Mereka mau tak mau harus berutang untuk membiayai bahan bakar dan persediaan selama perjalanan.
Di terowongan lain, pemimpin kru bernama Sergei memamerkan gading yang dia temukan beberapa hari sebelumnya. Sambil membuka bungkusan plastik, dia mengatakan beratnya mencapai 59 kilo. Gading itu “berkualitas tinggi”, katanya. Gading sebesar itu biasanya dijual ke perantara Rusia dengan harga sekitar $20.000 (Rp285 juta). Gading kemudian diangkut ke Tiongkok untuk dijual kembali dengan harga berkali-kali lipat—bisa mencapai $160.000 (setara Rp2,2 miliar).
Tiongkok adalah pasar utama gading purba Yakutia. Pengukiran gading masih populer di sana, dan gading mammoth yang sudah lama mati menjadi satu-satunya alternatif terbaik sejak penjualan gading gajah dilarang pada 2018.
Para pemburu cenderung lebih tertarik dengan gading mammoth purba karena keuntungannya sangat menggiurkan. Saat menggali, mereka bisa saja menemukan fosil hewan purba lain, seperti beruang prasejarah, kuda, harimau bertaring tajam dan singa gua. Namun, mereka tak tertarik dengan semua itu dan hanya fokus pada mammoth berbulu.
Temuan terbengkalai ini segalanya bagi para ahli paleontologi. Karena itulah, pada 2019, mereka berusaha melarang perburuan gading di wilayah tersebut. Namun, sejumlah ilmuwan mengakui pemburu merupakan satu-satunya alasan mereka bisa menemukan peninggalan prasejarah. Ilmuwan kekurangan dana dan sumber daya untuk melakukan penggalian sendiri.
“Kira-kira sejak 2003, pemburu gading menjadi sumber utama fosil mammoth untuk sains,” Dr Albert Protopopov, ahli paleontologi Yakutia Academy of Sciences, memberi tahu VICE News. Pemburu gading telah memberikannya sejumlah spesimen paling unik, termasuk Yuka yang ditemukan masih utuh. Jaringan sel mammoth itu bahkan digunakan ilmuwan Jepang untuk menghidupkan kembali makhluk yang sudah punah.
Pemerintah Rusia berusaha mengendalikan penjualan gading mammoth. Berdasarkan peraturan yang ditetapkan tahun lalu, penjual membutuhkan izin khusus untuk mengekspor gading berukuran besar atau yang bernilai untuk dunia sains. Sejumlah orang mengkritik peraturan tersebut, mengatakan pembatasan ini hanya akan memicu pasar gelap dan menguntungkan penyelundup internasional.
Penjual gading Vadim Struchkov mengungkapkan gading seberat 22 kilogram disita petugas bea cukai ketika dia berusaha menyeberangi perbatasan Rusia ke Tiongkok. Barang dagangannya dirampas, padahal dia sudah punya berkas-berkas yang dibutuhkan. Dia yakin undang-undang baru bisa memicu terjadinya praktik korupsi.
“Saya ingin menjual [gading] secara legal ke luar negeri, tapi tidak bisa. Tapi rekan-rekan kami di Tiongkok bisa lolos pemeriksaan imigrasi dengan mudahnya. Apa itu adil?” keluhnya.
Diperkirakan masih ada jutaan bangkai mammoth yang terkubur di bawah lapisan es Siberia. Kornilov tetap optimis perdagangan gading mammoth bisa bertahan. “Selama ada keuntungan, aktivitasnya akan terus berlanjut. Apa lagi yang bisa dilakukan? Kalian semua butuh uang untuk hidup.”