Tiga perusahaan perkebunan kelapa sawit di Sorong, Papua Barat menggugat Bupati Sorong Johny Kamuru dan kepala dinas penanaman modal setempat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura, Agustus lalu. Gugatan dilayangkan PT Inti Kebun Lestari, PT Papua Lestari Abadi, dan PT Sorong Agro Sawitindo setelah Bupati Johny mencabut izin mereka pada April 2021.
Izin yang dicabut meliputi izin lingkungan, izin usaha perkebunan, dan izin lokasi. Secara prosedural, ketiga izin tersebut dicabut karena perusahaan tak kunjung mengurus izin hak guna usaha (HGU) perkebunan hingga batas waktu maksimal dua tahun usai memperoleh izin lokasi. Pemkab Sorong menengarai izin perkebunan hanya jadi modus untuk membalak kayu.
Gugatan ini ditanggapi santai oleh Bupati Johny. Ia yakin hakim akan menolak karena pencabutan izin sudah mengikuti aturan dari Deklarasi Manokwari tentang pembangunan berkelanjutan berbasis wilayah adat, Instruksi Presiden 8/2008 tentang Moratorium Sawit, Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam, dan Perda Sorong 10/2017 tentang Pengakuan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
“Saya percaya bahwa hakim-hakim ini, apa yang kita lakukan, keputusan bupati sudah terkait secara kewenangan. Secara substansi betul-betul mereka [perusahaan sawit] melanggar, secara prosedur sudah kita penuhi semua,” kata Johny pada Kamis (2/9), dilansir Kompas.
Johny menyebutkan, izin penggunaan lahan yang diberikan pemerintah kepada perusahaan sawit di daerahnya mencapai 40.000 hektare, namun hanya 1.000 hektare lahan yang ditanami sawit. Sisanya yang semula hutan kini gundul akibat pembalakan kayu.
Klaim Johny, pemkab tahu bahwa surat izin operasi dari pemerintah telah digadaikan perusahaan ke bank sebagai agunan. Ia juga mengaku lahan bekas izin perkebunan tersebut kini diberikan kepada masyarakat adat setempat sebagai hak ulayat.
Mongabay melaporkan, sejak 2018 pemerintah Provinsi Papua Barat mengevaluasi izin konsesi 30 perusahaan sawit di sana. Hasilnya, 12 izin telah dicabut. Izin 3 perusahaan yang menggugat Bupati Sorong ada di dalamnya.
“Kami perlu pertegas bahwa proses pencabutan izin dilakukan bukan tiba waktu, tiba akal, melainkan proses panjang sejak 2018 melalui evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Papua Barat yang diinisiasi oleh KPK melalui Tim Korsup [Koordinasi-Supervisi] yang kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah provinsi dan juga kabupaten kota, termasuk Kabupaten Sorong,” kata Pieter Ell, salah satu kuasa Pemkab Sorong, kepada CNN Indonesia.
Nur Amalia, juga kuasa hukum Pemkab Sorong, menyatakan pencabutan izin perusahaan sawit bukan hanya dilakukan Bupati Sorong, melainkan juga oleh 8 bupati lainnya di Papua Barat.
Dalam wawancaranya dengan Tirto, Johny Kamuru, yang selama menjabat bupati sejak 2017 tak pernah mengeluarkan izin untuk perkebunan sawit, mengatakan bahwa masyarakat adat telah banyak dirugikan oleh perkebunan sawit.
“Dampak buruk dari kehadiran kelapa sawit itu flora dan fauna, habitat yang ada, dulu masyarakat berburu bisa mendapatkan hasil hutan yang gampang. Tetapi dengan adanya kelapa sawit sudah tidak bisa. Masyarakat punya air yang menjadi kehidupan mereka di sekitar areal kampung, sekarang dengan adanya kelapa sawit airnya menjadi kering. Flora dan fauna yang ada di hutan sudah lari, jadi susah bagi masyarakat. Apalagi masyarakat Papua mereka punya kehidupan itu benar-benar tergantung kepada alam. Kalau rusak, ya masyarakat kesulitan untuk mempertahankan hidup yang lebih baik, yang lebih layak,” ujarnya.
Gugatan ini membuat Johny mendapat banyak sorotan dan dukungan. “Apa yang diputuskan oleh sosok Johny Kamuru adalah keputusan seorang anak adat yang punya hati untuk selamatkan hutan, tanah, dan masyarakat adat dari kekuasaan investor,” kata Wakil Ketua Majelis Rakyat Papua Barat Cyrellus Adopak, dikutip Antaranews.