Korban berinisial FH (11), siswa kelas VI di sebuah SD di Singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat. Ia mengembuskan napas terakhir di RSUD SMC Tasikmalaya pada Minggu (17/7) setelah tiga hari dirawat dengan keluhan sakit tenggorokan dan tak bisa makan. Gejala fisik ini muncul, diduga karena FH stres usai videonya memperkosa kucing viral.
Aib yang tak kuat ditanggung FH itu terjadi pada akhir Juni lalu, demikian tutur ibu korban, TI (39). Menurut cerita TI, anaknya dipaksa oleh sejumlah teman sebayanya untuk melakukan kekerasan tersebut. Para pelaku juga yang merekam kejadian itu menggunakan ponsel, lalu menyebarluaskannya.
TI tahu FH memang sering dirundung oleh teman-temannya, biasanya dengan cara dipukuli. “Anak saya sering ngaku dipukul sama temannya. Tapi mungkin candaan. Anak saya mainnya jauh, Pak. Saya kan ada anak empat, jadi susah ngawasinya. Saya juga hancur, Pak, pas lihat videonya,” ujar TI kepada Detik. Korban adalah anak kedua.
Orang tua FH mengetahui video itu baru setelah viral. Saat ditanyai orang tuanya, korban mengaku dipaksa dan dipukuli oleh para pelaku agar melakukan pemerkosaan tersebut. Korban lalu mulai mengeluh sakit tenggorokan, tak bisa makan dan minum, serta tampak murung. Ia dibawa ke RSUD SMC Tasikmalaya pada Jumat (15/7) dan meninggal dua hari kemudian. Antara viralnya video dan meninggalnya korban hanya berjarak seminggu.
Ketua KPAI Daerah Tasikmalaya Ato Rinanto menduga, kondisi korban memburuk karena orang tua tak bisa mendampingi. “Kondisi anak itu semula normal, tapi mengalami perubahan ketika video itu tersebar. Saya mensinyalir kurangnya edukasi terhadap orang tuanya sehingga mengalami penurunan mental. Dimarahin dan enggak mau makan. Kemudian dirawat dan akhirnya meninggal,” kata Ato, dilansir tvOneNews.
KPAI Tasikmalaya baru mengetahui kasus ini setelah video viral. Saat dikunjungi, rumah orang tua korban tampak sederhana dengan dinding bambu. Ato berjanji KPAI akan memberi bantuan pemulihan dan bantuan hukum untuk orang tua. Ia juga mengatakan akan melaporkan kasus ini ke polisi. “Kita juga akan proses jalur hukumnya supaya kejadian ini tak terulang lagi,” ujar Ato dilansir Kompas.
Menurut orang tua korban, keluarga pelaku sudah datang ke rumah untuk minta maaf dan tampaknya dimaafkan. Sementara itu, Polsek Singaparna mengatakan belum menerima aduan soal kasus ini. “Namun, anggota kami segera ke lokasi untuk proses pendalaman,” tutur Panit Reskrim Polsek Singaparna Aipda Dwi Santoso, dilansir Pikiran Rakyat.
Terkait rencana KPAI melaporkan pelaku perundungan FH ke polisi, jika usianya di bawah 12 tahun, pelaku tak boleh diproses pidana karena dilarang oleh hukum Indonesia.
Menurut penjelasan praktisi hukum, anak di bawah 12 tahun yang terlibat perbuatan pidana biasanya akan disikapi dengan dua cara. Pertama, dikembalikan kepada orang tua/wali. Kedua, diikutkan dalam program kesejahteraan sosial yang diadakan instansi pemerintah atau lembaga penyelenggaraan kesejahteraan sosial (LPKS).