Berita  

Bukti Amputasi Tertua Ditemukan, Terjadi 31.000 Tahun Silam

bukti-amputasi-tertua-ditemukan,-terjadi-31.000-tahun-silam

Ilmuwan telah menemukan bukti operasi amputasi yang dilakukan pada seorang anak muda yang hidup di Kalimantan sekitar 31.000 tahun lalu. Temuan ini secara otomatis mengubah sejarah awal terjadinya prosedur medis kompleks.

Buktinya terdapat pada kerangka manusia yang terkubur dalam gua kapur Liang Tebo di Kabupaten Kutai Timur. Tim arkeolog yang dipimpin Tim Maloney, peneliti Universitas Griffith di Australia, menggalinya pada saat menjalani misi penjelajahan gua 2020 lalu.


Hasil analisis menunjukkan kaki kiri bawah pemilik kerangka, dikenal sebagai TB1, tampaknya telah diamputasi sejak ia masih kecil. Ada tanda-tanda dia mampu menjalani hidup dengan normal sebelum meninggal dunia 6-9 tahun kemudian. Hal ini menjadi indikasi operasinya berjalan lancar. 

Sebelum ditemukannya kerangka ini, seorang petani Prancis yang hidup 7.000 tahun lalu diyakini menjadi pasien amputasi pertama di dunia, pada saat ia menjalani operasi pengangkatan lengan. Penelitian terdahulu mengusulkan prosedur bedah kompleks mulai muncul pada zaman Batu Muda atau Neolitikum sekitar 10.000 tahun lalu. Namun, kerangka TB1 menjadi bukti ada kelompok masyarakat yang telah mengembangkan teknik amputasi jauh sebelum itu, tepatnya pada periode Pleistosen Akhir.

Maloney dan rekan-rekan menjabarkan rinciannya dalam studi yang terbit di jurnal Nature pada Rabu, 7 September. 

“Penemuan bukti amputasi tertua ini menunjukkan keahlian medis tingkat lanjut telah dimiliki oleh manusia modern awal yang mencari makanan di kawasan hutan hujan tropis pada Pleistosen Akhir,” terang peneliti. “Kami menduga pemahaman komunitas TB1 yang komprehensif tentang anatomi, fisiologi dan prosedur bedah terbentuk dari uji coba dalam jangka waktu lama, dan pengetahuannya diturunkan dari mulut ke mulut.”

“Tentunya belum diketahui apakah ‘operasi’ ini termasuk kejadian langka di wilayah tersebut, atau masyarakat di sana memang memiliki kemampuan yang luar biasa di bidang ini dalam sejarah Pleistosen,” para peneliti menambahkan. “Bisa saja tindakan medis kompleks, seperti amputasi anggota badan, di masa sebelum adanya agrikultur jauh lebih umum daripada yang kita kira.”

Kerangka TB1 digali dari sebuah kuburan yang berada di Liang Tebo, yang dikenal sebagai tempat ditemukannya seni cadas tertua di dunia. Hal ini menandakan selain terampil mengamputasi, masyarakat setempat juga memiliki keahlian seni yang hebat dan telah terbiasa mengadakan upacara pemakaman. Tampaknya bahkan mereka punya pengetahuan tinggi seputar pengobatan herbal.

“Kami tidak dapat mengesampingkan kemungkinan aktivitas pendudukan hutan hujan Kalimantan mendorong dan memfasilitasi kemajuan awal teknologi medis yang unik di wilayah ini,” demikian bunyi penelitiannya. “Misalnya, tingkat infeksi luka yang cepat di daerah tropis mungkin memicu penciptaan obat-obatan baru (contohnya antiseptik) dengan memanfaatkan keanekaragaman hayati dan flora endemik Kalimantan yang memiliki khasiat kesehatan.”

Para peneliti sempat menduga TB1 kehilangan kaki kiri akibat diterkam binatang atau mengalami cedera yang tidak disengaja. Namun, mereka memperhatikan bagian tubuh yang hilang terlalu rapi untuk disebut sebagai kecelakaan. Mereka juga melihat tanda-tanda penyembuhan pada kerangka tersebut. Kecil juga kemungkinannya kaki TB1 diamputasi sebagai bentuk hukuman karena terlihat jelas dia dirawat dengan baik oleh komunitas.

“Kami menduga ‘ahli bedah’ yang mengamputasi kaki kiri bawah TB1 memiliki pengetahuan yang besar tentang anatomi tungkai serta sistem otot dan pembuluh darah untuk mencegah terjadinya pendarahan dan infeksi,” lanjut para peneliti. “Mereka juga pasti memahami perlunya pengangkatan anggota tubuh agar bisa bertahan hidup. Selanjutnya, jaringan di sekitar kaki, seperti pembuluh darah dan saraf, ditangani sedemikian rupa selama operasi agar pasien bisa menjalani hidup seperti sediakala, meski mobilitasnya telah berubah.”

“Lukanya pasti rutin dibersihkan, dibalut dan dikasih disinfeksi menggunakan bahan-bahan herbal untuk mencegah infeksi, serta memberi anestesi untuk menghilangkan rasa sakit,” imbuh peneliti. “Kami tidak bisa memastikan pernah tidaknya terjadi infeksi setelah operasi, tapi individu ini jelas tidak menderita infeksi parah yang meninggalkan bekas permanen dan/atau menyebabkan kematian.”

Kehidupan manusia pada periode ini tidaklah mudah, terutama TB1 hidup di daerah terjal dan berbatu. Dengan demikian, peneliti menduga TB1 mendapatkan perawatan bagus karena ia dapat bertahan hidup untuk waktu yang cukup lama.

“Pemahaman kami tentang aspek homo sapiens prasejarah ini mungkin dipengaruhi oleh pelestarian tulang patologis yang buruk, serta prasangka sifat ‘primitif’ dari praktik medis, sosial dan budaya awal, terutama di kalangan populasi yang tidak hidup menetap dan mencari makan di wilayah tropis Asia,” tim Maloney menyimpulkan.