Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dituding mengabaikan hak pekerja, dengan semena-mena memangkas anggaran honor enumerator (petugas yang melakukan penyaringan data) untuk Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2022. Dikabarkan budget honor tenaga survei akan dipotong hingga 80 persen.
Tudingan ini tengah jadi perbincangan di media sosial setelah salah satu calon enumerator menceritakan betapa kacau persiapan SDKI 2022. Dhinia Eka Wahyuning Resti lewat akun @sangatedgy mengatakan, sejak pengumuman hasil rekrutmen, panitia sudah tidak profesional. Peserta lolos seleksi dari berbagai daerah baru mendapat kabar pada 29 September, padahal pelatihan dilakukan esok harinya di Jakarta. Akibatnya, hingga hari kedua pelatihan banyak peserta belum hadir.
Dhinia menyebut mulanya enumerator dijanjikan upah harian sebesar 70 persen Standar Biaya Masukan (SBM), masih ditambah dengan biaya transport, penginapan Rp150.000, dan dua komponen honor lain. Dengan hitungan tersebut, tim Dhinia dari Jawa Timur yang beranggotakan 8 orang harusnya mendapat Rp30 juta untuk 77 hari kerja.
Namun, di hari penutupan pelatihan, angka upah itu direvisi panitia. Anggaran penginapan dipotong dari Rp150 ribu menjadi Rp50 ribu. Angka ini sontak diprotes peserta, namun respons BRIN justru pasif agresif. Mereka menyilakan peserta menerima nominal yang ada atau melepaskan pekerjaan ini.
Revisi anggaran semena-mena itu masih berlanjut pada 7 dan 8 November, ketika seharusnya SDKI sudah digelar sejak 13 Oktober. Mengikuti skema anggaran 8 November, honor untuk enumerator kini tersisa 20 persen saja dari tawaran awal.
Dhinia mengatakan bahwa calon enumerator SDKI menanggapi masalah honor ini dengan mundur massal. “Berdasarkan data dari Google Forms dan Spreadsheet, hanya 10 persen tim yang bertahan,” ujarnya Rabu (9/11) kepada Kompas.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menanggapi kisruh ini dengan membuat sejumlah bantahan. Menurutnya calon tim SDKI tak bisa disebut mundur karena mereka belum dikontrak. Memakai alasan yang sama, ia juga menolak istilah pemotongan upah.
“Lo, lah, memang belum berkontrak. Jadi, ya belum ada nominalnya. Karena itu, saya kurang paham dari mana bisa terpotong 80 persen, nominalnya saja belum ada,” kata Handoko kepada CNN Indonesia. Handoko juga mengklaim SDKI 2022 masih berjalan sesuai jadwal.
SDKI adalah survei lima tahunan untuk mengetahui proses pelayanan keperawatan di rumah sakit ini sebelumnya dilaksanakan oleh lembaga lain.
SDKI adalah survei lima tahunan untuk mengumpulkan data kelahiran, kematian, reproduksi, dan kesehatan keluarga Indonesia. Survei ini sudah digelar sejak 1987, biasanya dikerjakan oleh BPS, BKKBN, dan Kemenkes. Tahun ini untuk kali pertama BRIN, lembaga kontroversial yang berdiri pada 2019, mengambil alih penyelenggaraan riset nasional tersebut. Untuk membayangkan skala survei, pada SDKI terakhir di tahun 2017, riset ini menjangkau hampir 50 ribu rumah tangga Indonesia.
Kisruh SDKI menambah rekam jejak masalah BRIN sejak awal didirikan. Pendirian lembaga ini menurut beberapa pakar, lebih bertujuang mengakomodasi kepentingan PDIP. Penunjukan politisi berusia 74 tahun, Megawati Soekarnoputri, sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN pada Oktober tahun lalu memperkuat sangkaan ini. Pada Juni tahun ini, BRIN menjadi bulan-bulanan publik karena anggarkan Rp6,1 miliar untuk merenovasi ruang kerja dewan pengarah. Walau demikian proyek itu jalan terus.
Pendirian BRIN juga membuat 39 lembaga riset lain dipaksa melebur ke dalam badan ini. Peristiwa ini juga menimbulkan protes besar di internet, terutama karena pemecatan 71 peneliti dan 42 pegawai Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dengan dalih belum berstatus ASN.