Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akhirnya menyeriusi pemblokiran yang mereka janjikan bagi platform-platform tak mendaftar program Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PSE). Program itu awalnya dikhawatirkan bakal berdampak serius bagi industri digital di Indonesia, karena Google hingga Meta masuk daftar risiko terblokir. Namun, setelah beberapa nama besar mendaftar di detik-detik akhir ke Kominfo, ternyata yang kini betulan terblokir adalah platform yang penting bagi komunitas ESports dan pekerja lepas. Sejak 30 Juli 2022, platform Steam, Epic Games Store, serta PayPal telah terblokir. Game online macam Dota, Counter Strike, dan Origin turut diblokir oleh Kominfo.
Kompas.com melaporkan bila keputusan blokir ini sudah diwanti-wanti Dirjen Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, dalam jumpa pers 29 Juli 2022 di kantornya. Semuel mengklaim setelah tenggat pendaftaran PSE diperpanjang, beberapa platform game dan pembayaran online itu tak juga mengurus dengan serius status sebagai PSE privat global ke Kominfo. Surat teguran menurut Semuel sudah dikirim sejak 23 Juli lalu.
“Jadi dikirim 23 Juli. maka takedown-nya nanti (tengah) malam,” ujar Semuel sehari sebelum akhirnya Steam hingga Paypal resmi terblokir. Menurut Kominfo, pemblokiran ini masih berstatus sementara sampai pihak-pihak yang diblokir mengurus pengajuan PSE. Total ada delapan platform dan layanan game yang diblokir oleh pemerintah.
Problemnya, sebagian aturan PSE menuntut akses data pribadi, yang bertentangan dengan kebijakan privasi beberapa platform. Semuel sempat viral setelah mengklaim tak segan melakukan blokir, karena dia yakin pengembang lokal dapat menggantinya dengan aplikasi sejenis “karya anak bangsa.”
Beberapa platform maupun game online tersebut tidak bisa lagi diakses dengan bebas lewat provider seluluer maupun beberapa jaringan penyedia internet (ISP) saat artikel ini dilansir. Keputusan Kominfo sontak menuai kecaman keras dari sebagian pengguna internet.
Pasalnya, banyak pekerja lepas (freelancer) di Indonesia yang mendapatkan klien dari luar negeri lazimnya menerima pembayaran via PayPal. Beberapa pesohor medsos, misalnya dr Tirta, turut menyesalkan keputusan blokir Steam dan Dota karena bisa berdampak pada pertumbuhan Esports di Tanah Air.
Pemakaian VPN pun tidak bisa jadi solusi untuk kali ini. Sebab sistem PayPal tidak bersedia melakukan transfer dana bila IP terdeteksi beda negara. Main game online memakai VPN juga bisa memicu putusnya koneksi. Pengubahan DNS pun diyakini beberapa netizen tak bisa berlangsung lama, karena beberapa ISP sering melakukan ‘DNS Poisoning’ untuk mencegah taktik akses macam itu.
Belum bisa diketahui jumlah pekerja lepas yang terdampak oleh keputusan Kominfo memblokir PayPal. Dalam survei yang dilakukan 2018 lalu, PayPal sempat mewawancarai 1.602 orang di Tanah Air pengguna layanan mereka. Jumlah riilnya bisa jauh lebih besar.
Pemblokiran tersebut turut memicu kembali naiknya tagar #BlokirKominfo, yang dibuat beberapa organisasi swadaya sebagai kampanye massif menolak kebijakan PSE. Pasalnya, Peraturan Menkominfo Nomor 10/2021 yang menjadi dasar program pendaftaran PSE mengancam kebebasan berekspresi dan privasi.
Di Pasal 3 ayat 4 beleid itu, pemerintah mensyaratkan kewenangan meminta PSE menurunkan konten yang “meresahkan masyarakat” dan “mengganggu ketertiban umum”. Pasal 36 bahkan menyebutkan PSE wajib menyerahkan akses data lalu lintas dan data pengguna kepada aparat penegak hukum apabila diminta.
“Kalau dilakukan sesuai Permenkominfo ini, tidak ada jaminan bahwa ini [data pengguna] nantinya tidak akan disalahgunakan. Intinya, Permen [tersebut] menjadikan PSE sebagai alat untuk kepentingan mereka sendiri, bukan kepentingan masyarakat,” ujar pakar keamanan siber Teguh Aprianto saat dihubungi VICE. Teguh, selaku pendiri Ethical Hacker Indonesia, turut terlibat kampanye bersama SAFEnet menolak esensi pendaftaran PSE privat.
Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet Nenden Sekar Arum turut mengkritik aturan-aturan PSE yang cukup merugikan pengguna di masa mendatang. “Mungkin banget nih kita bikin konten lucu, kritik pemerintah, terus viral. Bisa aja secara sepihak pemerintah menganggap itu konten yang meresahkan masyarakat, terus minta platform take down,” ujar Nenden saat dihubungi VICE.