Bersengketa dengan Dua Pemilik Tanah di Balikpapan, Menambah Panjang Daftar Sengketa PT Sinar Mas Wisesa

Balikpapan – Sengketa tumpang tindih kasus tanah kembali terjadi antara warga pemilik tanah, Engki Wibowo dan Edwin Adiwinata dengan PT. Sinar Mas Wisesa, pengembang perumahan Grand City Balikpapan. Kasus ini menambah panjang daftar sengketa PT. Sinar Mas Wisesa (Group Sinar Mas Land) dengan warga masyarakat.

Hal itu ditegaskan Klara Sitinjak, pengacara sekaligus kuasa hukum Engki Wibowo dan Edwin Adiwinata, pemilik aset tanah yang juga bersengketa dengan pengembang perumahan Grand City Balikpapan, PT Sinar Mas Wisesa.


“Klien saya pemilik sah aset tanah, yang kebetulan posisi tanahnya bersenggolan dengan Sinar Mas, letaknya disebelah timur perumahan Grand City Balikpapan,” ujar Klara Sitinjak kepada awak media, Sabtu (23/9/2023).

Klara menjelaskan kepemilikan aset tanah kliennya itu diperoleh melalui proses lelang resmi di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), yang mekanisme dan tata caranya dilakukan resmi dan terbuka melalui aturan main. Dan hal itu, katanya melibatkan Badan Pertanahan Negara (BPN) selaku instansi terkait.

“Kami beli aset tanah itu seluruhnya dengan luas 15 hektar pada tahun 2016 dengan 12 sertifikat hak milik (SHM),” jelasnya.

Selain dokumen berupa sertifikat, kepemilikan aset tanah Engki Wibowi dan Edwin Adiwinata diperkuat dengan legalitas Akta Jual Beli (AJB) dan Kuasa tahun 2015, semua melalui prosedur pengecekan, baik oleh instansi perbankan ataupun instansi kantor lelang negara dan di BPN Balikpapan.

“Termasuk PBB, PNBP dan BPHTB, kita ada resmi,” jelasnya gamblang.

Pengacara berdarah Batak itu juga menyebut bahwa posisi aset tanah yang dibeli oleh kliennya, ketika itu, dalam keadaan tidak bersengketa. “Waktu kami beli dan kami kuasai fisiknya, tidak ada Sinar Mas,” urainya.

Klara menggambarkan letak tanahnya berada di daerah perbukitan, yang bersebelahan dengan perumahan Grand City Balikpapan. “Ternyata, di bagian bawah (bukit) PT. Sinar Mas mulai menggaruk (beco) tanahnya Pak Edwin dan Pak Engki,” ujarnya.

Atas peristiwa itu, pada 2019 pihaknya melaporkan PT. Sinar Mas Wisesa ke Polda Kaltim dengan tuduhan melakukan penyerobotan/memasuki pekarangan orang lain tanpa hak. “Kita juga melakukan penetapan sita pada Pengadilan, termasuk uji Labkrim,” imbuhnya.

Akan tetapi, lanjutnya, keadaan menjadi janggal dan aneh. Karena laporannya yang sudah diproses sejak awal, tanpa diketahuinya tiba-tiba dihentikan penyidikannya (di-SP3) oleh Polda Kaltim pada 2022.

“Padahal sudah jelas kepemilikan aset tanah itu kami dapatkan melalui KPKNL yang perolehan sertifikatnya keluar tahun 1996,” bebernya menegaskan.

Adapun dokumen kepemilikan tanah PT. Sinar Mas Wisesa, diuraikan Klara dasarnya atas segel kepemilikan dua nama Sukarman. “Satunya Sukarman dengan ahli warisnya Marsono, dan satunya lagi Sukarman pensiunan Pertamina,” paparnya.

Dia menilai bagaimana mungkin disatu lokasi ada dua segel namanya sama-sama Sukarman. Lebih aneh lagi, kata Klara, SHGB yang diperoleh PT. Sinar Mas Wisesa landasannya hanya berupa foto copyan segel dari Sukarman sebagai alas haknya.

“Dari kejanggalan-kejanggalan itu kami minta kepada Polda untuk lebih teliti, akan tetapi kami tidak tahu apa yang terjadi dan mengapa sampai di-SP3,” tegasnya heran.

Karena dinilai ada yang tidak beres dari proses tersebut, pihaknya lantas melakukan upaya pemblokiran terhadap SHGB PT. Sinar Mas Wisesa di Kantor Pertanahan Balikpapan.

“Kami lakukan blokir karena bidang tanah itu overlap dengan PT. Sinar Mas semua. Kami minta supaya tidak ada pemecahan (sertifikat),” ucapnya.

Klara berharap Kantor Pertanahan bisa berdiri tegak dan adil sehingga hak semua warga negara sama kedudukannya di dalam hukum yang dijamin undang-undang.

Dia menyebut Kantor Pertanahan adalah instansi satu-satunya yang berwenamg mengeluarkan sertifikat. “Nah, pada saat kami itu beli dari proses lelang bank, itu kan ada keterlibatan BPN disitu. Kalau kami tahu sejak awal kami tahu ini ada pemiliknya Sinar Mas enggak mungkin kami beli,” tegasnya.

“Kami dapatkan aset tanah itu lewat proses lelang yang BPN juga ikut terlibat di dalamnya. Berarti kalau demikian berarti negara membohongi masyarakat,” sambungnya.

Disebutkan Klara kepemilikan dokumen kliennya adalah Sertifikat Hak Milik (SHM), sedangkan pihak PT. Sinar Mas Wisesa dokumennya hanya SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan).

Menurutnya, perbedaan Sertifkat Hak Milik (SHM) dan Hak Guna Bangun (HGB) utamanya ada pada kekuatan legalitasnya, di mana SHM memiliki status yang lebih tinggi.

“Karenanya kami minta BPN bertindak secara adil, kalau memang perlu dicabut SHGB-nya Sinar Mas ya silahkan, demi tercapainya keadilan,” tuturnya.

Dia juga menilai Sinar Mas sebagai pembeli yang beretikad tidak baik. Alasannya pihak Sinar Mas ikut dalam proses pembuatan sertifikat. “Kalau pembeli yang beretikad baik dia sudah beli dalam bentuk sertifikat,” jelasnya.

*Berantas Mafia Hukum*

Terhadap persoalan yang membelit kasus tanah milik kliennya, Klara menyindir, “Kalau kita mau jujur, inilah mafia tanah sebenarnya. Dimana ada keterlibatan yang sebetulnya orang-orang didalam.”

Menurutnya, praktek-praktek kecurangan harus disikapi. Hal ini sejalan dengan perintah yang didengungkan Menteri Agraria dan Tata Ruang Hadi Tjahjanto.

“Kami yang memiliki 12 sertifikat, lapor ke Polda di-SP3. Gimana jika yang bersengketa orang kecil dan tidak punya kekuatan untuk melawan,” tegasnya.

Berangkat dari itu pula, Klara meminta agar BPN berpihak pada keadilan. “Kalau memang itu melanggar cabut SK penerbitan yang sempat dikeluarkan. Pada bagian terakhir SK kan ada tertulis ‘apabila dikemudian gari ditemukan adanya ketidakbenaran pada SK ini maka bisa diperbaiki atau dianulit’, begitu kira-kira bunyinya,” jelas Klara.

Soal ketidaktegasan BPN dalam penyelesaian sengketa tanah, diakui Klara. Malah, katanya, sengketa BPN terkesan ‘melempar’ persoalan dan membiarkannya jadi ‘menggantung’. “Buktinya, sudah berapa kali kami dimediasikan oleh BPN tetapi tidak ada hasilnya,” tegasnya.

Kepala Kantor Pertanahan Herman Hidayat yang dihubungi wartawan di kantornya sedang tidak berada di tempat. Menurut seorang stafnya, Herman Hidayat menghadiri kegiatan kunjungan kerja Presiden Jokowi ke IKN, sekaligus dalam rangka menyambut Hari Pertanahan Nasional.

“Bapak ke IKN, ada kegiatan Pak Jokowi, sekaligus menyambut hari ulang tahun BPN,” ujarnya.

*Bersengketa dengan Banyak Pihak*

Konflik tumpang tindih dokumen lahan antara warga pemilik tanah dengan PT. Sinar Mas Wisesa telah menimbulkan masalah dengan banyak pihak.

Sebelumnya PT. Sinar Mas Wisesa selaku pengembang perumahan Grand City Balikpapan bersengketa dengan sejumlah warga pemilik tanah, yakni;
1. Ekatiningsih pemilik lahan 19 hektar dengan sertifikat nomor 6079.
2. David Hasihau
3. Mujiono
4. Nurjanah
5. Tiket Abudan

Hampir dua tahun mediasi penyelesaian tumpang tindih sengketa tanah warga warga dengan pengembang perumahan PT. Sinar Mas Wisesa tak ada titik terang dan memantik Ketua Komisi I DPRD Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, H. Laisa Hamisa ikut angkat bicara.

Laisa mendesak Kantor Pertanahan Kota Balikpapan, Kalimantan Timur secepatnya menuntaskan sengketa tersebut. “Kita minta kejelasan (penyelesaian) kenapa ada tumpang tindih sertifikat ini,” tegasnya.

Agus Amri yang bertindak sebagai kuasa hukum Ekatiningsih menyatakan, lahan yang kini telah dibangun perumahan Grand City Balikpapan oleh PT Sinar Mas Wisesa merupakan milik kliennya.

Ia mengatakan, PT Sinar Mas Wisesa telah mengusai secara sepihak lahan milik kliennya yang telah bersertifikat tahun 2005, sementara sertifikat Sinar Mas muncul tahun 2015 dan kemudian dibangun perumahan elit di lahan Ekatingsih. Sehingga ia menilai hal itu telah melawan hukum.

Di pihak lain, Land Akuisisi Permit Security Kalimantan Departemen Head Sinarmas, Piratno yang dihubungi via aplikasi WattApp-nya terkait kasus itu, hanya menjawab dengan mengirim emoji ‘terimakasih’.

Sedangkan Legal Sinar Mas, Irwan yang dihubungi via WatssApp-nya tidak memberikan respons.