Kelompok masyarakat yang mengatasnamakan diri sebagai perwakilan Persatuan Dukun se-Indonesia (mari kita singkat jadi PDSI) cabang DKI Jakarta mendatangi Polres Metro Jakarta Selatan (Jaksel) demi mencari keadilan, pada Rabu 10 Agustus 2022. PDSI menyebut praktisi perdukunan dalam negeri tercemar namanya sehingga kehilangan klien setelah seorang konten kreator bernama Marcel Radhival, dikenal dengan nama panggung Pesulap Merah, semakin populer.
Di kanal YouTube-nya, Marcel dikenal rutin mengunggah video khusus membongkar trik-trik yang kerap digunakan para dukun untuk memenangkan kepercayaan masyarakat, misalnya tuyul dalam botol, keris petir, hingga perisai batin.
Bukan lewat adu ilmu, para dukun memutuskan untuk meminta bantuan hukum agar Marcel kapok akan konten-konten provokatifnya. Bukan pula lewat kiriman santet, jeratan yang dipilih para dukun adalah beleid bernama Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Saya mendampingi klien kami dari persatuan dukun se-indonesia yang diwakili oleh pengurus DKI. Jadi, di sini melaporkan akun media sosial Instagram dan Facebook yang bernama Marcel Radhival dengan dugaan pelanggaran UU ITE pasal 28 ayat 2 dengan ancaman penjara 2 tahun. Beredar video yang diduga dilakukan oleh Marcel Radhival atau pesulap merah yang menghina profesi dukun, akhirnya mengundang reaksi para dukun, sehingga para dukun mengambil sikap dan melaporkan saudara pesulap merah ke Polres Metro Jakarta Selatan,” ujar kuasa hukum PDSI Firdaus Oiwobo, berbicara di video yang beredar.
Pelaporan ini jadi yang kedua setelah sebelumnya Gus Samsudin, tokoh spiritual dari Padepokan Nur Dzat Sejati di Blitar, juga melaporkan Marcel ke Polda Jawa Timur dengan alasan yang kurang lebih sama.
Sudah bisa ditebak, tindakan pelaporan ini jadi bulan-bulanan pengguna medsos. Masyarakat kebingungan memahami kasus karena praktik dukun dengan praktik hukum biasanya ditakdirkan saling saing, bukan saling bantu. Sindiran bahkan datang dari elemen aparat penegak hukum sendiri. Misalnya, perwira tinggi Polri Brigjen Khrisna Murti melemparkan sindiran di akun Instagram pribadinya.
Kasus ini turut menumbuhkan rasa penasaran redaksi VICE. Dengan pelaporan PSDI dan Gus Samsudin yang merasa profesinya tercoreng, apakah berarti pekerjaan dukun itu diakui keberadaannya oleh negara? Saat melihat-lihat dasar hukum sih, beleid yang bisa dikatakan paling mengakui keberadaan para dukun adalah UU no. 11/2020 alias UU Cipta Kerja. Pada bagian penjelasan Pasal 112, paranormal bisa ditafsirkan sebagai pelayanan medis, pada kategori jasa pengobatan alternatif.
VICE menghubungi advokat Yosua Octavian untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut. Yosua menyebut, penggunaan UU ITE sebagai landasan pelaporan membuat pekerjaan pelapor sebagai dukun tidak begitu relevan dalam kasus. Selama merasa menjadi korban akan sebuah informasi elektronik, beleid bisa digunakan oleh siapapun.
“Namun, yang menjadi pertanyaan nantinya adalah bagaimana orang-orang ini membuktikan dalil kerugiannya. Apa yang disampaikan pesulap merah adalah pandangan dirinya, dia mengingatkan masyarakat berhati-hati untuk tidak mempercayai perbuatan yang dianggap ‘sakti’ tersebut,” ujar Yosua kepada VICE. Praktisi hukum dari LBH Masyarakat tersebut menambahkan, sulit bagi para dukun untuk menghubungkan secara langsung antara pekerjaan yang sepi dengan dampak dan efek dari konten pesulap merah.
“Pandangan adalah perbuatan yang sejatinya tidak bisa dipidanakan. Kalau saya me-review KFC dan bilang [bahwa] gampang saja untuk membuatnya dengan tepung dan ayam sehingga harusnya dijual Rp5 ribu karena hasilnya sama saja, akan aneh kalau tiba-tiba KFC melaporkan saya,” tandasnya.
Adapun terkait legalitas profesi dukun, advokat LBH Jakarta, Nelson Dikodemus Simamora menilai menjadi dukun tidak perlu pengakuan dari pemerintah, karena sifatnya informal dan bukan profesi resmi seperti dokter, advokat, atau akuntan. Dia menyebut jasa dukun marak bermunculan karena banyak anggota masyarakat masih percaya tentang hal-hal yang bersifat klenik.
Meski begitu, mengenai substansi pelaporan asosiasi dukun, Nelson tidak sepakat. “Yang jadi masalah seperti pasal yang digunakan adalah pasal di undang-undang ITE yang sangat karet dan gampang menjadikan Pesulap Merah sebagai korban kriminalisasi,” ujar Nelson.