Video tersebut berdurasi 2 menit 30 detik dan menyebar melalui grup-grup WhatsApp hingga sampai ke awak media. Rekaman memperlihatkan dua aparat yang diduga personel Polsek Tambusai Utara, Rokan Hulu, Riau, sedang mendatangi rumah korban perkosaan berinisial Z dan mengancam menjadikannya tersangka apabila tidak datang ke kantor polisi membawa surat damai.
S, suami Z, menjelaskan kepada media bahwa saat penyelidikan di kantor polisi, ia dan istrinya dipaksa berdamai dengan pemerkosa. Keduanya menolak, berujung intimidasi aparat. Mereka baru bisa lolos setelah berjanji akan berunding dengan keluarga dan datang lagi ke kantor keesokan harinya. Absennya S dan Z pada hari yang dijanjikan membuat polisi murka dan memutuskan mendatangi rumah korban.
“Kalian sudah dibantu polisi kok kayak gitu balasan kalian? Lain kali, kalau ada masalah jangan kalian melapor ke kantor ya,” kata aparat dalam video tersebut dengan nada tinggi. Ia sampai menuduh Z dan S merekayasa kasus perkosaan. “Kau bawa itu [surat damai] besok, jangan salahkan aku [kalau jadi tersangka]. Kutunggu kalian besok jam 8. Lewat jam 10, kubuat kalian tersangkanya.”
S membenarkan insiden dalam video tersebut. Dia menyebutnya terjadi pada 21 November, setelah ia dan istri melaporkan empat orang pemerkosa Z kepada polisi. Kejadian ini jadi perhatian nasional karena pelaku disebut tak hanya memerkosa, namun juga membanting bayi korban yang baru berusia dua bulan hingga meninggal dunia beberapa hari kemudian. “Sebelumnya, kami disuruh ke polsek. Di polsek, kami disuruh tanda tangan surat perdamaian dengan pelaku,” cerita S kepada Go Riau.
Menyikapi beredarnya video pengancaman korban itu, Kapolsek Tambusai Utara Iptu Raja Napitupulu mengaku belum bisa memastikan siapa anggota yang terlibat. “Video yang saya dapat tidak ada [terlihat] wajahnya. Kalau itu kurang tahu kita, kalau tanya Kanit Reskrim [Polsek Tambusai], enggak [ada pengancaman dari anggota] katanya,” jawab Raja kepada Detik. “Kanit lama belum saya tanya. Kalau kanit yang baru, Pak Jupri, saya tanya enggak ada [pengancaman].”
Jawaban lebih tegas dituturkan Kapolres Rokan Hulu AKBP Wimpiyanto. Ia mengonfirmasi aparat di video itu dan menegaskan akan memproses pelakunya. “Intinya, betul ada video itu. Saya tanyakan ke anggota dan kita akan pastikan proses,” ujar Wimpiyanto kepada media, Rabu (8/12) siang ini. “Kita sudah serahkan ke Bid. Propam Polda. Semua yang terlibat akan diperiksa.”
Kasus ini menambah satu lagi catatan buruk penanganan polisi pada kasus kekerasan seksual. Padahal, sudah dua bulan lalu kasus pemerkosaan terhadap Z diproses hukum. Kasus yang sebelumnya ditangani Polsek Tambusai Utara kini dilimpahkan ke Polres Rokan Hulu. Aparat baru menangkap satu dari empat pelaku pemerkosaan yang ternyata satu kawan sepermainan. Mereka adalah DK, AT, ML, dan ZM. Keempatnya tidak hanya memerkosa Z dan membanting anaknya, tapi juga mencekoki Z dengan narkoba saat diperkosa. Pemerkosaan terjadi berulang dari September hingga Oktober 2021 di beberapa lokasi berbeda.
“Kematian anak ini akan kita usut karena dia dibanting saat kejadian ibunya diperkosa. Lalu, soal keracunan ini apakah ada kaitan sama narkoba yang dicekoki, nanti kita minta autopsi. Korban kini dalam kondisi trauma berat,” kata pengacara korban Andri Hasibuan kepada wartawan, Senin (6/12) kemarin.
Kasus intimidasi terhadap Z, beserta bejibun kasus lain yang melibatkan polisi, membuat survei kepercayaan publik yang menyebut 80 persen masyarakat sangat percaya Polri, jadi bahan tertawaan di media sosial.