Berita  

Bentuk Tim Independen, Pemerintah Usut Kekerasan Aparat dalam Tragedi Kanjuruhan

Tewasnya ratusan suporter yang menyaksikan pertandingan klub Liga 1 Arema Malang melawan Persebaya Surabaya menjadi tragedi nasional yang tak hanya mengusik keprihatinan pecinta sepakbola. Tragedi Kanjuruhan resmi menjadi insiden kematian suporter dalam stadion terbanyak kedua dalam sejarah sepakbola. Maraknya tekanan publik untuk mengusut pemicu tragedi, termasuk melalui aksi damai mengenang para korban insiden Stadion Kanjuruhan di berbagai kota besar Indonesia, membuat pemerintah pusat turun tangan. Alhasil investigasi tak hanya bertumpu pada PSSI dan Polri saja.

Menkopolhukam Mahfud MD, pada Senin (3/10), mengumumkan dibentuknya Tim Independen Gabungan Pencari Fakta (TIGPF) untuk mengusut tuntas kronologi dan faktor apa saja yang menyebabkan chaos dalam stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober lalu. Hal ini merupakan respons atas permintaan Presiden Joko Widodo selain menghentikan sementara Liga 1 sampai batas yang tidak ditentukan. Keputusan pembentukan tim independen itu menjadi hasil rapat lintas kementerian yang dipimpin Mahfud.


Tim akan terdiri dari pejabat atau perwakilan kementerian terkait, ditambah sosok dari organisasi profesi olahraga sepakbola, pengamat, akademisi, dan media massa. Profil anggota tim secara lengkap akan diumumkan pada 4 Oktober 2022. Hasil penyelidikan independen diharap selesai dalam 2 hingga 3 pekan mendatang.

“Kalau sudah dilakukan agar diumumkan pelaku pidana yang sudah memenuhi syarat agar ditindak. Dan, Polri melakukan evaluasi penyelenggaraan keamanan di daerah setempat,” ujar Mahfud dalam jumpa pers. Mahfud turut menjamin semua biaya perawatan korban tragedi Kanjuruhan akan ditanggung oleh pemerintah.

Hingga artikel ini dilansir, merujuk data resmi yang telah diverifikasi pemerintah, total korban tewas akibat Tragedi Kanjuruhan mencapai 125 orang. Sementara, 21 orang lain luka berat, dan 302 lainnya luka ringan. Dalam jajaran korban tewas, ada belasan anak di bawah umur yang turut meregang nyawa. Insiden ini menyulut keprihatinan kelompok suporter Liga 1 lain, yang menggelar tabur bunga serta doa bersama di Jakarta, Bandung, Makassar, hingga Malang sendiri.

Salah satu aspek yang menurut kesaksian penyintas dalam stadion menyulut chaos di tribun adalah tindakan polisi menembakkan gas air mata. Penembakkan gas air mata ke tribun 10, 11, dan 12 menjadi pemicu utama kepanikan ribuan penonton, yang akhirnya berjubel dan saling injak di pintu keluar stadion Kanjuruhan, berujung pada tewasnya banyak orang. Pemerintah pun mengakui adanya potensi pelanggaran prosedur dalam penembakan gas air mata.

Sebab, menurut aturan FIFA, kisruh apapun yang terjadi dalam stadion sepatutnya tidak direspons dengan penembakan gas air mata. Tindakan polisi makin dikritik, karena pada muncul arsip berita di medsos, bahwa pada 2019 Polres Malang sudah berikrar tidak akan menggunakan gas air mata jika terjadi kisruh dalam pertandingan tensi tinggi antara Arema vs Persebaya.

Itsus dan Propam saat ini memeriksa anggota Polres Malang yang terlibat pengamanan Stadion Kanjuruhan. Total 18 orang personel Polri tengah diinterogasi, karena bertanggung jawab atau menjadi operator senjata pelontar gas air mata ke arah tribun. “[Propam] juga mendalami peran manajer pengamanan [pertandingan di Kanjuruhan] dari mulai pangkat perwira sampai pamen,” ujar Kadiv Humas Polri Irjen Polisi Dedi Prasetyo.

Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, di hadapan media, turut berjanji akan mengusut tentara yang terekam kamera menendang suporter Arema hingga terjatuh ke lapangan. Dia mengakui, tindakan prajurit tersebut tidak bisa dibenarkan, meski kondisi dalam stadion sedang kacau.

“Itu kan sangat jelas tindakan di luar kewenangan. jadi kalau KUHPM Pasal 126 sudah kena, belum lagi KUHP-nya. Jadi kita tidak akan mengarah pada disiplin tetapi pidana. Karena memang itu sudah sangat berlebihan,” kata Andika.

Merujuk pengakuan salah satu koordinator wilayah Aremania, Slamet Sanjoko, tragedi Kanjuruhan sebetulnya bisa dihindari. Adanya penonton yang masuk ke lapangan selepas Arema kalah dari Persebaya awalnya hanya minta berfoto dengan pemain. Namun puluhan suporter yang kecewa karena Arema pertama kalinya kalah di kandang melawan persebaya akhirnya ikut nekat menerabas lapangan, dengan niat mengungkapkan kekecewaan pada tim. Slamet menilai situasi berubah menjadi sangat kacau ketika gas air mata ditembakkan.

“Kalau yang masuk ke lapangan mungkin masih bisa kami terima karena mereka memang melanggar batas area. Tetapi yang di tribun salah apa ditembak gas air mata,” ujarnya.

Di sisi lain, PSSI sudah menjatuhkan sanksi larangan menjadi tuan rumah hingga akhir musim terhadap manajemen Aremania. Presiden Arema FC, Gilang Widya Permana mengaku siap bertanggung jawab dan menerima sanksi tambahan apapun. Pengusaha akrab disapa Juragan 99 itu juga berjanji memberi bantuan kepada keluarga korban tewas maupun luka.

“Saya sebagai manajemen Arema FC siap bertanggung jawab penuh atas insiden kemarin. Kami siap memberikan bantuan santunan apapun ke korban meski tidak bisa mengembalikan kondisi,” ujar Gilang.