Berita  

Benarkah Kebanyakan Minum Bisa Bikin Kita Mati?

benarkah-kebanyakan-minum-bisa-bikin-kita-mati?

Sepanjang kariernya sebagai aktor laga, kehebatan Bruce Lee sudah tidak diragukan lagi. Dia mampu melewati setiap tantangan yang datang mengadang. Bahkan di situasi mengancam nyawa sekali pun, Bruce pasti akan keluar sebagai pemenang. Dia selamat dari segala marabahaya berkat jurus kungfu yang tiada tandingannya. Melihat Bruce selalu lolos dari maut, rasanya seolah-olah tak ada yang bisa menaklukkannya. Itulah mengapa sulit sekali membayangkan ia sudah lama tiada.

Namanya kembali ramai dibincangkan belakangan ini, tapi alasannya tentu bukan karena ia bangkit dari alam kubur. Sebaliknya, muncul teori baru yang dikemukakan untuk mengungkap misteri kematian pemain film Enter the Dragon.


Seperti yang sudah kita ketahui, hasil pemeriksaan autopsi menyatakan Bruce menderita pembengkakan otak (cerebral oedema) sebelum wafat di usia 32. Akan tetapi, tak tahu pasti mengapa bisa terjadi penumpukan cairan yang berlebihan hingga berakibat fatal. Teka-teki inilah yang akhirnya menimbulkan konspirasi liat seputar kematian Bruce.

Penelitian yang diterbitkan Maret lalu dalam Clinical Kidney Journal, mengusulkan penumpukan cairan kemungkinan disebabkan oleh hiponatremia. Beberapa pakar sebelumnya menyebut aktivitas berlebihan dan heat stroke (peningkatan suhu tubuh secara tiba-tiba) sebagai faktor yang memperburuk kondisinya pasca operasi pengangkatan kelenjar keringat di ketiak, sedangkan yang lain curiga Bruce alergi obat setelah diberi pereda sakit kepala. Para peneliti dalam studi terbaru punya pendapat lain. Menurut mereka, konsumsi obat, yang disertai riwayat gagal ginjal akut dan latihan fisik intens, membuat organ vitalnya tak mampu membuang kelebihan air yang masuk.Hiponatremia sendiri dapat terjadi ketika tubuh kehilangan natrium dalam jumlah banyak, yang meningkatkan kadar air dalam tubuh. Otak lalu menyerap air dan terjadi pembengkakan.

Teori itu menimbulkan banyak spekulasi baru, salah satunya kebanyakan minum bisa bikin kita mati. Padahal, masalahnya tidak sesimpel itu. Konsultan ahli saraf Sanjiv Kumar Sharma di Max Smart Superspeciality Hospital, New Delhi, India, menegaskan konsumsi air berlebihan hanya berakibat fatal bila ada kelainan patologis yang mendasarinya, atau penderita mengonsumsi banyak obat yang mengganggu fungsi otak, ginjal dan jantung.

“Pasien dapat mengalami hiponatremia dilusi jika minum banyak air di saat menderita disfungsi ginjal. Air akan tertahan dan pompa natrium-kalium dalam tubuh pun gagal, yang kemudian menyebabkan pembengkakan dan berujung pada kematian,” terangnya. “Selama kamu tidak punya masalah hati atau ginjal, kamu tidak akan menderita cerebral oedema yang signifikan hingga kematian karena banyak minum.”

Meski penelitian telah menunjukkan konsumsi air berlebihan dalam waktu singkat dapat berakibat fatal, kondisi ini jarang terjadi tanpa disengaja. Kasus kematian akibat banyak minum bisa kita saksikan dalam kontes minum. Nyawa pemenang lomba tak tertolong karena tubuhnya mendapat pasokan air berlebihan, tapi tidak segera dibuang demi mengalahkan lawan. Penyebab selanjutnya karena olahraga berat yang membuat kita gampang haus. Keseimbangan elektrolit dalam tubuh akan terganggu, sehingga mempersulit ginjal mencerna air yang masuk. Penelitian dari Angkatan Darat Amerika Serikat menemukan 17 orang yang mengikuti pelatihan militer dirawat di rumah sakit selama setahun karena “keracunan air”, sedangkan tiga orang lagi tewas akibatnya. Berangkat dari pengalaman inilah tercipta larangan minum lebih dari 1-1,5 liter air per jam ketika tubuh banyak mengeluarkan keringat.

Sharma memperingatkan hiponatremia juga bisa terjadi tanpa konsumsi air berlebihan. Orang-orang yang menderita infeksi otak, memakai opioid dan sering mengonsumsi obat pereda nyeri lebih rawan mengalami penumpukan cairan dalam tubuh.

“Pembengkakan otak tak melulu disebabkan oleh tingginya asupan air,” katanya. “Bahkan pasien dengan disfungsi hati sekali pun dapat mengalami penumpukan amonia yang kemudian menyebabkan pembengkakan otak. Jadi ada banyak faktor.”

Studi terbaru juga memaparkan kemungkinan Bruce mengalami masalah kencing karena tubulus ginjalnya tersumbat akibat efek konsumsi obat-obatan yang bersifat diuretik, obat anti-inflamasi non-steroid, opioid, dan obat antiepilepsi. Konsumsi alkohol dan dugaan pemakaian ganja juga dapat memperparah kondisi ginjalnya yang bermasalah.

Lantas, berapa banyak konsumsi air yang ideal bagi tubuh normal setiap harinya? Rajesh Goel, dokter spesialis ginjal di New Delhi, merekomendasikan tidak lebih dari tiga liter air, meski konsumsinya tergantung pada cuaca. Orang cenderung lebih banyak minum di cuaca panas karena sering berkeringat, dan jarang minum di cuaca dingin.

“Kamu bisa melakukan evaluasi sodium jika kamu masih merasa haus dan jarang buang air kecil, padahal sudah minum empat liter,” Sharma menyarankan, lalu menambahkan pentingnya asupan garam yang cukup untuk “menyeimbangkannya”.

Namun, banyak dokter beranggapan aturan delapan gelas sehari kurang efektif. Ahli kesehatan global Rachel C. Vreeman, yang bukunya mematahkan mitos-mitos kesehatan, menganjurkan agar kita percaya pada tubuh saat merasa haus.

“Tubuh akan bereaksi saat kamu mulai merasa haus,” tutur Vreeman dalam artikel VICE sebelumnya. Menurutnya, orang sudah terlatih mengesampingkan rasa haus yang melanda karena mereka merasa telah melewati batas asupan air harian. Padahal, alih-alih mementingkan jumlah air yang diminum, mereka bisa memperhatikan kapan waktunya harus minum.

Kesimpulannya, yang berlebihan memang tidak baik, bahkan saat kita memenuhi kebutuhan sederhana seperti minum. Akan tetapi, jika kita memahami kapan tubuh kita membutuhkan asupan air, kita takkan pernah mengalami yang namanya kebanyakan minum.

Follow Arman di Twitter dan Instagram.