Sebanyak 18 warga domisili Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) melayangkan gugatan perdata kepada eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara terkait kasus korupsi paket sembako bantuan sosial (bansos) Covid-19 yang tengah membelitnya. Gugatan perdata ini bermaksud untuk menuntut Juliari mengganti kerugian warga yang terpaksa menerima bansos berkualitas buruk akibat dananya disunat. Gugatan itu didaftarkan ke Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat pada Senin (21/6).
“Yang kami ajukan adalah gugatan ganti kerugian, yang dirugikan Ibu Eni dkk. [penggugat] yang menerima bansos dalam kondisi buruk,” kata salah satu pengacara LBH Jakarta Nelson Nikodemus Simamora yang menjadi salah satu kuasa hukum penggugat, dikutip Kompas. Ia juga mengatakan, gugatan ini adalah cara publik yang murka meminta pertanggungjawaban dari koruptor.
Dalam perkara yang diajukan ke majelis hakim yang tengah menyidang kasus Jualiari ini, ganti rugi yang diajukan sebesar Rp16,2 juta. Angka itu dihitung dari tiga kali bansos yang 18 korban terima, masing-masing bansos harusnya bernilai Rp300 ribu. “Mereka dapatnya tiga kali, jadi yang mereka dapat itu kualitasnya tidak layak, itu yang kita minta ke pengadilan ke majelis hakim Juliari,” tambah Nelson.
Didaftarkannya gugatan tersebut hari ini bertepatan dengan sidang Jualiari. Jaksa dari KPK merinci besaran suap yang diterima terdakwa, total sebanyak Rp32,4 miliar. Uang itu berasal dari Harry Van Sidabukke, Direktur Utama PT Mandala Hamonangan Sude, sebesar Rp1,280 miliar; dari Ardian Iskandar Maddanatja, Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama, sebesar Rp1,95 miliar; dan dari penerima tender bansos lainnya sebesar Rp29,252 miliar.
Harry dan Ardian telah divonis 4 tahun penjara dan denda Rp100 juta oleh Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat pada 5 Mei lalu. Sidang Juliari sendiri belum memasuki agenda pembacaan tuntutan. Menurut dakwaan, ia telah melanggar UU Tipikor Pasal 11 dan 12 huruf b dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Tampaknya kecil kemungkinan 18 warga Jabodetabek tersebut bisa menang, jika dilihat menggunakan ulasan di Hukumonline ini. Tapi ngomong-ngomong, 2020 lalu pernah ada kok akademisi hukum dari Universitas Parahyangan yang menyampaikan wacana restitusi atau kompensasi untuk korban tindak pidana korupsi di acara webinar KPK. Siapa tahu kan wacana ini bisa direalisasikan beneran oleh KPK dan DPR.
Di Tanzania tapi.