Sosok mitos dengan ekor pirus-ungu bersinar berenang memasuki akuarium besar. Dia membelah air dengan elegan sambil tersenyum dan melambaikan tangan ke arah anak-anak di balik dinding kaca. Dia adalah Syrena si putri duyung.
Bernama asli Cara Nicole Neo, perempuan 29 tahun ini dijuluki sebagai putri duyung profesional pertama di Singapura. Dia tampil di pesta ulang tahun anak-anak, acara kantor dan hotel. Dia juga melatih para calon putri duyung di sekolahnya.
“Bagi saya, menjadi putri duyung profesional berarti kalian harus menciptakan karakter,” Neo memberi tahu VICE. “‘Mersona’ yang sukses adalah yang paling menggambarkan dirimu. Saya merasa seperti diri sendiri bahkan ketika tampil sebagai Syrena.”
Semuanya berawal ketika dia berbelanja kostum Halloween pada 2011. Saat itu, dia tertarik dengan ekor duyung warna-warni yang dijual di salah satu toko. Lebih kerennya lagi, ekor itu bisa dipakai berenang.
“Saya membelinya karena berpikir buat senang-senang saja, untuk memenuhi impian masa kecil. Ekor ini fenomenal. Saya membelinya, mencoba dan menyukainya,” tutur Neo.
Setelah beberapa bulan berenang dengan ekor duyung, dia membulatkan tekad untuk menyeriusi dunia ini. “Kapan lagi saya bisa mencobanya kalau bukan sekarang?”
Saat itu, Neo masih berkuliah di jurusan sastra Universitas Nasional Singapura. Dia menerima beberapa tawaran untuk tampil, tapi peluangnya sangat kecil. Dia mungkin sudah menyerah dan berhenti berenang sebagai putri duyung apabila tidak disemangati oleh pacarnya.
Profesi Neo mulai dikenal banyak orang pada 2013, setelah kisahnya diangkat dalam sebuah artikel. Sejak itu, semakin banyak tawaran yang menghampirinya. Dia kini telah tampil di berbagai hotel berbintang, mal dan tempat wisata Singapura. Pertunjukan yang berlangsung sekitar 1-3 jam mengasah kreativitasnya dalam membuat koreografi.
Menjadi putri duyung sama saja seperti selam bebas (free-diving), tapi bedanya kaki perenang terbungkus ekor sepanjang waktu.
Pada April, lebih dari 100 putri duyung tampil dalam perayaan hari jadi ketiga sebuah resor di Sanya, Tiongkok. Acara ini memecahkan rekor sebagai pertunjukan putri duyung terbesar dan dianugerahi penghargaan Guinness World Record.
Profesi ini juga berbeda dari cosplay. Putri duyung tak mengikuti karakter yang sudah ada. Mereka harus menciptakan personanya sendiri.
Menurut Neo, wajib hukumnya bagi penampil profesional untuk menciptakan fantasi yang menarik dan mendalam agar penonton tidak bosan selama pertunjukan. Mereka melakukannya seraya melakukan koreografi yang intens.
Persiapan yang dilakukan Neo sebelum tampil mirip pekerjaan normal lainnya. Dia memakai seragam (mahkota, atasan dan ekor), dilengkapi peralatan yang dibutuhkan selama bekerja (pelumas agar lebih mudah memakai ekor), dan mempersiapkan mental. Neo harus tetap tenang sebelum masuk ke akuarium.
“Semakin rendah detak jantung kalian, semakin efisien tubuh kalian memanfaatkan oksigen. Itu sangat penting dalam pekerjaan saya,” ujarnya. “Walaupun tahu ada ratusan orang yang akan menonton… saya harus melatih mental dan pernapasan untuk menurunkan detak jantung dan memastikan tubuh sudah siap tampil.”
Tidaklah mudah menjaga penampilan tetap elegan ketika keluar dari air setelah cukup lama menahan napas. Namun, Neo tak pernah gagal melakukannya.
Dia biasanya menyelam sebanyak 20-40 kali dalam satu pertunjukan, dan menahan napas kira-kira 50 detik sebelum naik ke permukaan.
“Saya harus terus naik dengan anggun untuk mendapatkan oksigen selama 20-30 detik sebelum menyelam lagi.”
“Saya tidak pernah menghitung berapa lama menahan napas di dalam air; yang ada itu membuat saya stres. Saya bisa menahan napas lebih lama jika merasa bebas dan menikmati suasananya,” dia melanjutkan.
Dia mendirikan Singapore Mermaid School, dan mengajar peserta didik cara bergerak layaknya putri duyung.
“Sepanjang hidupku, saya memiliki keinginan yang kuat untuk menciptakan dunia penuh imajinasi. Singapura adalah kota krom dan kaca, dan saya ingin menunjukkan keajaiban masih bisa tumbuh di antara celah-celahnya.”
Bagi Neo, sekolahnya bukan “sekolah renang” biasa. Selain melatih gerakan, murid-muridnya juga belajar mitologi, sejarah, budaya pop tentang putri duyung. Mereka memiliki kesempatan untuk tampil dalam pertunjukan. Neo menyebutnya sebagai “finternship”.
Peserta didiknya datang dari berbagai kalangan usia dan profesi. Ada yang masih remaja, ada juga yang sudah lansia. Dari perawat, akuntan, pengacara sampai ibu rumah tangga mengikuti pelatihan putri duyung. Alasan mereka pun bermacam-macam, seperti mencari komunitas, memulai hobi baru atau melepaskan penat.
“Saya merasa sangat berarti ketika orang dewasa di sekolah duyung saling berbagi pengalaman hidup,” katanya kepada VICE. “Mereka mengalami kemajuan dan menemukan jati diri setelah belajar di Singapore Mermaid School.”
Yang paling membuat Neo bahagia adalah menciptakan keajaiban kepada para penonton.
“Bagian lain yang paling berarti dari pekerjaan ini yaitu ketika saya melihat ke arah kaca dan bersentuhan tangan dengan anak kecil di sisi lain. Kalian bisa melihat percikan sihir di mata mereka. Pada saat itulah, mereka percaya apa saja bisa terjadi.”
Neo sempat kehilangan arah ketika pertunjukan demi pertunjukan dibatalkan akibat pandemi.
“Saat itulah saya menyadari betapa pekerjaan telah membentuk identitas kita. Saya merasa ada yang hilang,” kenangnya.
Neo mulai menyelam lagi begitu pembatasan sosial dilonggarkan. Dia membuka kembali sekolahnya, dan tampil di pesta ulang tahun. Pertunjukan berskala besar masih belum bisa dilaksanakan.
Neo merekam sebuah lagu di waktu luangnya. Dia merilis video klip untuk single “Jolly Sailor Bold” di YouTube pada Mei lalu. Dalam video itu, dia menyanyi di pantai dalam kostum putri duyung dan rambut berwarna pink. Kalian bisa mendengarkan lagunya di Spotify dan iTunes.
Kehidupannya sebagai Syrena bagaikan cerita dongeng, tapi Neo berujar semua ini bisa terwujud karena kerja keras.
“Pastikan kalian benar-benar pandai dan bahagia melakukannya, tetapkan garis waktu untuk bereksperimen, dan kemudian mencobanya. Jika tidak berhasil, mungkin memang itulah tujuan hidup kalian, hanya saja dalam kapasitas berbeda,” Neo menyarankan. “Selalu ada kesempatan untuk membuat keajaiban, kalian hanya perlu mengelola harapanmu.”