Saya tak sengaja menemukan gathering kelompok pemburu alien ketika asyik browsing internet. Diselenggarakan oleh UFO Research, semua warga Australia yang tertarik pada UFO dan yakin pemerintah telah merahasiakan keberadaan alien dipersilakan untuk datang. Menarik juga, batinku. Saya harus meluangkan waktu untuk menghadiri acara ini.
Pertemuannya diadakan sebulan sekali tiap hari Sabtu sejak Maret 2022, dari pukul satu siang hingga empat sore. Dalam acara kali ini, orang yang diundang sebagai pembicara bernama Steve Gilmore.
“Steve akan membahas kemungkinan perang makhluk luar angkasa untuk mengambil alih planet ini,” bunyi keterangan dalam situs UFO Research.
Hari H pun tiba dan aku telat 10 menit. Acara sudah dimulai.
Saya buru-buru memasuki Club Burwood di Sydney, dan dikejutkan oleh suasana yang sunyi dan agak gelap di dalam gedung. Hampir tak ada orang di sana, selain lelaki tua yang membaca koran sambil menyeruput kopi di dekat jendela dan perempuan yang merokok sambil teleponan di ruang khusus perokok. Dua staf front office tampak asyik mengobrol. Melihat lobi yang kosong, saya pun mengira cuma saya yang menghadiri acara pertemuan ini.
“Acara UFO di mana, ya?” tanyaku kepada mereka berdua.
“Di lantai dua,” jawab seorang karyawan. Dia seperti sudah sering mendengar pertanyaan semacam ini.
Saya menaiki tangga dan menemukan ruangan sepi seukuran lapangan basket. Pintu yang terletak di sebelah kiri ruangan membawaku ke ruangan lain yang lebih kecil. Pencahayaannya redup, dan sayup-sayup terdengar suara lelaki memecah keheningan. Saya tak menyangka ada sekitar 40-50 orang duduk rapi di kursi mereka masing-masing. Tatapan mereka tertuju pada lelaki paruh baya yang berbicara di depan ruangan. Orang itu Steve Gilmore. Dia berdiri di sebelah papan tulis bertuliskan:
SAT-AN (saturnus)
LUC-I-FER (bintang fajar)
NE-FER-TA-RI
CHI-TA-HU-RI
“Pernah ada orang bilang saya mirip kupu-kupu,” katanya saat saya sibuk mencari tempat duduk. “Lucunya, kupu-kupu secara kosmik melambangkan kupu-kupu.”
Gilmore lalu bertanya siapa saja yang pernah melihat masa depan. Seorang perempuan mengangkat tangan seraya mengangguk seolah-olah memahaminya. Ketika akhirnya saya mendapat tempat duduk di paling belakang, Gilmore sudah mulai membicarakan perang makhluk luar angkasa di Bumi.
Sulit bagi saya mengikuti omongan Gilmore. Saya kurang riset sebelum menghadiri acara, jadi tidak mengerti sebagian besar informasi yang diberikan olehnya. Saya cuma tahu soal reptilian atau manusia setengah reptil dari film (Men in Black), dan penampakan UFO Westall di Melbourne pada 1960-an. Satu-satunya yang saya ketahui tentang alien berasal dari film seri Alien (saya masih trauma setelah menonton The Fourth Kind).
Sambil mondar-mandir di depan ruangan, Gilmore menumpahkan semua subjek dengan begitu cepat sampai-sampai saya tak mampu merangkum isi pembahasannya dengan lengkap. Saat saya membaca kembali catatan pribadi—dalam tulisan ceker ayam—ada sentimen seperti, “Reptilian memangsa budak”, “Dilahap Draco merupakan suatu kehormatan besar”, “Ada reptilian yang vegetarian” dan “Tenggorokan Hillary Clinton telah terinfeksi parasit reptil”.
“Omongannya memang kurang masuk akal. Pembicara di acara ini biasanya lebih berkepala dingin,” kata lelaki jenggotan yang duduk di sebelahku. Saya melihat buku catatan di pangkuannya.
“Kamu belum pernah ke sini, ya?” tanyanya.
“Iya, baru pertama kali,” jawabku. “Saya ingin menulis artikel tentang acara ini. Acaranya cukup menarik.”
Dia mencondongkan tubuh ke arahku dan mengatakan kalau dia ke sana juga untuk riset.
Saat ditanya riset buat apa, dia mengaku sedang mempelajari metafisika. Dia pribadi tidak percaya alien, setidaknya enggak seekstrem para hadirin di acara ini. Menurutnya, dia hanyalah pengamat acara-acara kelompok pinggiran seperti UFO Research — yang percaya akan okultisme, paganisme dan ilmu sihir.
Sesi istirahat pun tiba, dan kepala saya mumet setelah mencerna banyak informasi dalam waktu singkat. Saya berkeliling mencari orang yang bersedia diwawancara, tapi cuma satu yang menerima tawaranku.
“Kamu boleh merekam ucapanku, tapi jangan sebutkan namaku. Saya juga tidak mau orang [yang membaca artikel] melihat wajahku,” tegasnya. Lelaki itu bukan satu-satunya yang menolak difoto olehku.
“Sekitar 2015 lalu, saya terbangun dan melihat tujuh orang mengelilingi kasurku,” katanya dengan mata terbelalak. Dia menggerakkan tangannya saat berbicara. “Kalau tidak salah saat itu pukul setengah satu malam. Lampu kamar menyala, padahal biasanya saya tidur dengan lampu mati.”
“Ada alien yang berkata, ‘Dia terlihat baik-baik saja dan sekarang sudah bangun. Sudah waktunya kita pergi.’ Saya lalu mendengar suara mirip dengungan lebah dan mereka menghilang begitu saja. Tinggi mereka kira-kira dua meter, dan saya hanya bisa membatin, ‘Bagaimana mereka bisa memasuki kamarku?’”
Dua bulan kemudian, dia melihat pesawat berbentuk Tic-Tac di dekat rumahnya. Pesawat itu mirip cerutu pendek berwarna perak kusam.
Acara berakhir empat jam kemudian. Saya buru-buru mengajak Gilmore mengobrol secara privat sebelum keduluan para hadirin yang menunggu giliran bertanya. Saya penasaran tentangnya. Saya ingin tahu dari mana topik pembicaraannya berasal.
“Saya tidak memiliki minat apa pun, tapi saya mulai menyadarinya sekitar 30 tahun lalu,” tuturnya sambil menatap tajam kedua mataku. “Banyak orang merasa makhluk luar angkasa lebih baik digambarkan sebagai dimensi ekstra — makhluk-makhluk itu berada di luar bandwidth khusus manusia, sedangkan saya dapat melihat hingga lapisan yang paling tinggi.”
“Saya tidak melihat makhluk luar angkasa dengan mata kepala sendiri, tapi saya telah menemukan puluhan jenisnya. Saya bisa melihat mereka pakai mata ketiga.”
Dia lalu melenggang pergi dengan senyum penuh arti.
Ada yang menarik dari sekelompok orang berkumpul di ruangan tertutup, jauh dari pandangan mainstream, untuk menjelajahi topik yang hanya diminati segelintir orang. Itu tampak seperti ruang diskusi yang aman.
Keyakinan mereka soal UFO, makhluk luar angkasa dan rahasia pemerintah berada di luar imajinasiku, tapi saya tak berhak menentukan mana yang fakta dan mana yang khayalan. Meski harus diakui, sulit mengabaikan komunitas cukup besar yang para anggotanya percaya mereka telah diculik alien atau pernah bertemu langsung dengannya.
Follow Julie Fenwick di Twitter dan Instagram.