Jalanan yang biasanya penuh sesak kendaraan kini tampak sepi. Suasana pasar yang ingar bingar mendadak sunyi, seolah-olah tak ada kehidupan sama sekali. Hanya ada beberapa mobil, sepeda dan pejalan kaki yang sesekali lewat, menandakan itu bukan kota mati.
Ini bukan pemandangan terbaru dari lockdown, melainkan aksi mogok yang digelar secara nasional di sejumlah wilayah Myanmar, termasuk dua kota besar Yangon dan Mandalay. Hal ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap pemerintahan militer.
Keheningan menyelimuti Yangon, kota padat berpenduduk 5,2 juta jiwa, sementara warga melaksanakan “serangan diam” pada Jumat akhir pekan lalu (10/12).
“Diam adalah teriakan paling keras. Kami ingin hak kami kembali. Kami menginginkan revolusi. Kami mengungkapkan kesedihan untuk para pahlawan yang telah gugur,” tegas pemimpin aksi Khin Sandar.
Ketidakpuasan rakyat terhadap tindakan keras junta selama hampir setahun terakhir diilustrasikan dengan berhentinya aktivitas ekonomi masyarakat. Pemandangan serupa ditemukan di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar dengan populasi sekitar 1,7 juta orang. Warga berunjuk rasa dengan memilih tidak keluar rumah, menunjukkan bahwa junta tidak memiliki kontrol atas kehidupan mereka.
“Kota ini milik kami. Kami berhak memilih mau tetap aktif atau diam. Jangan biarkan mereka [rezim] menguasai negara ini,” bunyi slogan yang dideklarasikan selama demonstrasi.
Mogok massal ini digelar berbagai kelompok anti-junta yang terbentuk pasca kudeta militer, yang melengserkan pemerintahan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari lalu. Gerakan Pembangkangan Sipil Myanmar (CDM) telah berkembang secara nasional sejak itu. Mereka melakukan segala cara untuk menolak rezim, dari memukul panci dan wajan untuk menciptakan kebisingan hingga memboikot bisnis yang terkait dengan militer dan menolak bayar tagihan.
“Video ini menampilkan Yangon dan Mandalay berubah jadi kota mati karena #SilentStrike. Rakyat menunjukkan kekuatan mereka, bahwa kota itu milik mereka,” bunyi twit yang diunggah ke akun Twitter resmi CDM pada Jumat, disertai video jalanan lengang.
Ini kali kedua penduduk Myanmar melancarkan serangan diam. Pada Maret lalu, jalan-jalan di sejumlah kota besar dikosongkan untuk membantah klaim situasi di Myanmar sudah kembali normal.
Ketegangan di Myanmar kembali meningkat dalam sepekan terakhir. Pada 5 Desember, beredar video kendaraan militer tanpa ampun menerobos peserta aksi damai di Yangon. Insiden ini menewaskan sedikitnya lima demonstran, sebelum tentara melepaskan tembakan dan menangkap pengunjuk rasa.
Pada Senin (6/12) pekan lalu, Aung San Suu Kyi dijatuhi hukuman empat tahun penjara karena dugaan menghasut kerusuhan, tapi kemudian dikurangi menjadi dua tahun. Selang dua hari, tepatnya pada Rabu, rekaman video yang menampilkan 11 mayat bekas ditembak dan dibakar tentara junta di pedesaan Myanmar viral di internet.
Follow Alastair McCready di Twitter