Kabar gembira dibukanya pemberangkatan haji dari Indonesia tahun ini, setelah dua tahun absen, disertai info yang bikin mules. Gara-gara situasi pandemi, pemerintah Arab Saudi membatasi usia jemaah maksimal 65 tahun serta menurunkan kuota jemaah Indonesia menjadi cuma 100 ribu orang.
Menilik tahun-tahun sebelumnya, kuota haji Indonesia tahun ini hanya separuh dari biasanya. Aturan batasan umur ini juga merupakan hal baru, soalnya 2019 lalu masih ada jemaah Indonesia berusia 105 tahun yang boleh berangkat haji.
Kontan, ekstremnya pengurangan kuota tahun ini bikin pusing banyak calon jemaah haji. Sebab estimasi waktu tunggu sebelum mereka berangkat jadi molor banget. Ya bayangin saja, kalau yang daftar 100 orang, terus tadinya rata-rata tiap tahun bisa memberangkatkan 10 orang, artinya pemegang nomor antrean ke-12 cuma perlu nunggu satu tahun dong. Kini dengan kuotanya hilang separuh, estimasi waktu tunggunya jadi dua kali lipat.
Imbasnya bisa dicek di waiting list haji per kabupaten ini. Pemegang rekornya adalah Kabupaten Sidrap di Sulawesi Selatan yang waktu tunggunya tembus 94 tahun. Nyaris satu abad. Rekor terlama kedua juga di Sulawesi Selatan, persisnya di Kabupaten Pinrang dengan durasi 91 tahun.
Di semua provinsi, rata-rata waktu tunggu sudah mencapai 40 tahun. Hanya Sulawesi Utara dan Gorontalo yang waktu tunggunya di 30-an tahun.
Bayangin coba, 30-an tahun aja udah paling singkat. Beberapa tahun lalu salah seorang temanku mengatakan dia baru akan berangkat haji saat anaknya mulai kuliah. Dulu denger itu aja rasanya lebay banget. Problem ini memang cukup sulit diurai. Sebab, daftar tunggu haji reguler di Indonesia mencakup 5,5 juta orang.
Menurut pengamat Ekonomi Syariah Universitas Airlangga (Unair) Raditya Sukmana, saat diwawancarai Republika, salah satu yang mendesak adalah pemerintah Indonesia harus serius melobi Kerajaan Arab Saudi untuk menambah kuota jamaah dari Tanah Air. Opsi lain adalah menjadikan perjalanan haji reguler hanya untuk muslim yang kurang mampu secara ekonomi. Sisanya didorong naik haji plus, yang ongkosnya lebih dari Rp70 juta.
“Untuk mencapai solusi tersebut ya tentu pemerintah Indonesia harus melobi Arab Saudi sebagai tempat dilaksanakannya haji itu,” ujar Raditya.
Melihat sekarang orang harus nunggu 40-90 tahun buat menunaikan Rukun Islam kelima, kira-kira apa yang ada di pikiran mereka ya?
VICE mencoba menanyakan itu kepada Azmi Wijayati, perempuan 32 tahun berdomisili di Kulonprogo, Yogyakarta. Azmi mendaftar haji sebulan sebelum kasus Covid-19 pertama di Indonesia diumumkan. Aku dapet info kalau Azmi kebagian waktu tunggu 59 tahun. Buset, harus menunggu usia 89 banget berangkat hajinya?
Kami ngobrol bareng Azmi untuk memahami seperti apa reaksinya saat tahu waktu tunggunya menjalankan rukun Islam ke-5 terancam molor sampai lebih dari setengah abad. Ini obrolan kami selengkapnya.
VICE: Kak Azmi, kok bisa sih antrenya sampai 59 tahun?
Azmi: Saya daftar haji Februari 2020, waktu itu infonya masa tunggu sekitar 27 tahun. Nah, minggu kemarin coba iseng ngecek masa tunggu di aplikasi Haji Pintar. Sekitar tanggal 7 juni ngeceknya. Hasilnya kayak gini:
Gimana responsnya waktu tahu baru bisa berangkat di tahun 2079?
Kaget pastinya Awal daftar kan ngitung kalau masa tunggu 27 tahun kira-kira berangkat haji kan umur 57-an. Umur 57 kayaknya masih sanggup dan sehat lah. Terus pas ngecek kemarin, duh umur berapa ini mau berangkat
Apalagi kan yang tahun ini kuota haji hanya untuk umur under 65. Kebetulan bapak ibu di rumah seharusnya berangkat haji tahun 2020. Tetapi karena pandemi diundur, nah tahun ini ada info haji sudah dibuka… tetapi agak kecewa karena ada syarat di bawah 65 tahun. Bapak dan ibu usia 67 tahun ini.
Untuk ibu dan bapak ini, alhasil disuruh menunggu lagi ya? (Menurut pernyataan Kemenag, aturan 65 tahun hanya akan berlaku tahun ini.)
Infonya begitu. Untuk bapak ibu sepertinya ada tiga opsi: (1) menunggu, (2) meminta kembali uang pelunasan haji karena tahun 2020 sudah sempat ada pelunasan biaya haji, atau (3) membatalkan keberangkatan.
Kak Azmi sudah ngecek ke biro soal estimasi waktu tunggu yang molornya sampai 30 tahun ini?
Cuman lihat dari IG-nya Kemenag bahwa terjadi kemoloran karena yang dihitung hanya 50 persen dari kuota sebenarnya. Kemenag mengimbau untuk mengecek lagi setelah keberangkatan haji tahun ini.
Jadi masih bisa berubah ya. Ngomong-ngomong jenis haji kan ada tiga, yakni reguler, plus, dan furoda. Apakah sempat terpikir untuk ambil haji plus atau haji furoda saja yang waktu tunggunya lebih cepat?
Enggak, uangnya terlalu besar
Catatan redaksi: Haji reguler, haji yang ngantrenya lama itu, ongkosnya disubsidi sebagian oleh pemerintah. Saat ini jemaah “hanya” membayar sekitar Rp45 juta. Sementara ongkos aslinya untuk tahun ini di kisaran Rp93-100 juta, tergantung embarkasi.
Bagi calon jemaah yang perlu segera berangkat dan pas lagi punya uang, ada yang namanya haji plus. Jadi setiap tahunnya kuota haji yang diberikan pemerintah Arab Saudi dibagi dua menjadi haji reguler dan haji plus. Tahun ini kuota haji reguler sebanyak 100.051 orang dan haji plus 7.266 orang. Di masa normal, haji plus hanya mengantre 5-7 tahun.
Varian ketiga adalah haji furoda yang tidak perlu ngantre karena menggunakan visa undangan dari pemerintah Saudi. Tapi biayanya jangan ditanya, mencapai USD 19 ribu (sekitar Rp280 juta). Sementara haji plus biayanya mencapai USD 9 ribu (Rp130 juta).
Apa yang mendorong daftar haji di usia muda?
Sebenernya lebih karena saya suka jalan-jalan. Mikirnya, masak udah jalan ke mana-mana tapi kewajiban belum dipenuhi. Kebetulan pas ada uang dingin di tabungan jadi ya daftar haji. [Syarat mendaftar haji salah satunya menyetor uang muka sebesar Rp25 juta.]
Misalnya nih, amit-amit beneran waktu tunggunya molor sampai 40-50 tahun, apa yang kira-kira akan dilakukan?
Kalau saya sih tim menunggu aja. Soalnya udah niat buat dialokasikan ke sana. Toh, kalau ada apa-apa nanti biar keluarga yang ngurus. Ngeliat antrean negara-negara tetangga juga lebih ngeri.
Di Twitter pada nyaranin buat daftar haji dari Korea aja lho.
Syarat dan ketentuan berlaku, hahaha.