Malaikat pencabut nyawa bisa datang sewaktu-waktu. Kita tak pernah tahu kapan ajal akan menjemput. Emang sih, mikirin mati itu surem abis, tapi seenggaknya dengan cara begitu kita bisa mengurangi rasa takut akan kematian.
Namun, seperti apa rasanya jika Sang Pencipta memberi kita peringatan langsung bahwa hidup ini fana? Apakah kamu akan terguncang, takut, atau justru bersyukur masih diberi kesempatan kedua setelah nyaris bertemu ajal?
Aku pernah hampir mati beberapa tahun lalu, dan itu menjadi pengalaman paling menakutkan sepanjang hidupku. Suatu pagi, aku terbangun dengan rasa sakit di sekujur badan. Aku cuma ingat habis minum bareng teman, tapi tidak tahu gimana bisa pulang sampai ke rumah. Aku baru sadar badanku berlumuran darah setelah melepas baju tidur. Setelah dicek, ternyata ada luka besar di bagian belakang kepalaku. Aku buru-buru pergi ke rumah sakit untuk mengobatinya.
Rupanya, aku terjatuh dari tangga kos-kosan dengan kondisi kepala menghantam lantai beton. Aku sempat pingsan, lalu sadarkan diri dan berjalan tertatih-tatih ke kamar. Aku mengganti baju dan pingsan lagi. Aku bersyukur masih hidup sampai sekarang, tapi pengalaman itu membuatku syok berat.
Ada banyak orang di luar sana yakin mereka akan mati sesudah menghadapi situasi berbahaya yang sama sekali tak terduga oleh mereka. VICE meminta beberapa dari mereka untuk menceritakan pengalamannya masing-masing.
Emily, 24 tahun
Aku ngebut bawa mobil sepulang dari pesta Halloween. Salah satu ban mendadak pecah ketika mobilku melaju pada kecepatan 110 km/jam. Aku langsung menginjak rem, dan mobil berputar di luar kendali. Aku tidak tahu kalau kita dilarang menginjak rem pada saat kondisi seperti ini. Kita seharusnya mengurangi kecepatan dan membiarkan mobil berhenti dengan sendirinya. Pas banget kejadiannya aku dan pacar berdandan pakai darah palsu.
Julia, 17 tahun
Aku nyaris tertabrak mobil saat jalan-jalan bersama ibu di Fiji. Umurku baru enam tahun saat itu. Kejadiannya gara-gara sepatu Croc yang kupakai lepas tersangkut batu. Itu sepatu kesayanganku karena ada banyak hiasan, makanya aku langsung berlari untuk mengambilnya. Tanpa kusadari, mobil melaju tak jauh dari tempatku berdiri.
Reid, 20 tahun
Dadaku mendadak terasa begitu sesak ketika duduk di dalam mobil. Aku merasa jantung berhenti berdebar, dan lenganku sampai mati rasa karena dada nyeri hebat. Selang beberapa detik, jantungku berdegup tiga kali lipat lebih kencang, yang akhirnya memicu serangan panik ketika akhirnya kembali normal. Rupanya, itu bisa terjadi karena tekanan darahku terlampau rendah.
Kejadian ini menyadarkanku, kita pasti akan mati jika takdir sudah berkata begitu, bahkan saat badan kita sehat sekalipun. Jadi penting bagi kita untuk menikmati hidup sepenuhnya. Aku sebetulnya sudah menjalani moto ini dari dulu, tapi peristiwa tersebut semakin meneguhkan pendirianku.
Jess, 23 tahun
Motor yang kubawa terpeleset genangan air hujan saat berbelok di jalur Ha Giang Loop, Vietnam. Aku hampir masuk jurang karena tidak ada pagar pembatas sama sekali. Motorku benar-benar berhenti dekat tepi jurang. Kebetulan hari itu, aku memakai kalung giok pemberian nenek. Menurut kepercayaan Cina, batu giok memberi perlindungan, jadi kupikir mungkin aku bisa selamat karena ini.
Sebastian, 18 tahun
Waktu itu, aku rencana nonton konser bareng tiga orang teman. Kami pergi naik mobil. Di tengah perjalanan, mobil kami berusaha menyalip kendaraan lain, tapi sudut jalan sangat tajam. Mobil kami terpelanting empat kali sebelum akhirnya menabrak tanggul.
Mobil kami terbalik, tapi entah gimana ceritanya kami tak terluka sama sekali. Ada temanku yang patah tulang punggung, tapi tidak terlalu parah.
Sempat ada rasa takut, tapi kemudian aku merasa lega setelah menyadari kita tak pernah bisa menebak apa yang akan terjadi. Kesialan bisa saja datang meski kamu sudah sangat hati-hati. Tapi dengan membuat keputusan positif, kamu akan diarahkan pada pengalaman lebih positif juga.
Steven, 24 tahun
Aku pertama kali berkuda saat umur delapan tahun. Aku senang bukan kepalang bisa menunggangi kuda. Intinya bagiku, itu pengalaman terbaik sepanjang hidupku.
Tak lama kemudian, kedua mataku mulai terasa gatal dan wajahku panas seperti orang demam. Tenggorokan juga gatal. Aku pun terpikir, ‘oh… jangan-jangan aku alergi kuda’.
Dan benar saja, kedua mataku bengkak sampai tidak bisa dibuka setelah selesai berkuda. Tenggorokanku kering, dan aku sulit bernapas. Hal terakhir yang kuingat ialah ekspresi guru yang panik mengantarku ke rumah sakit.
Follow Arielle di Instagram dan Twitter.