Publik jelas maklum banget ketika gerakan boikot sinetron ANTV Terpaksa Menikahi Tuan Muda (TMTM) sampai muncul di Lumajang, Jawa Timur. Bayangin aja, di tengah situasi bencana, rumah produksi Verona Pictures tega-teganya menggelar syuting sinetron tersebut di lokasi pengungsian korban erupsi Gunung Semeru, Rabu (22/12).
Video proses akting direkam relawan dan tersebar di media sosial. Respons publik mayoritas sama dengan rasa geram warga, menyayangkan bagaimana lokasi korban bencana yang malah dimanfaatkan untuk kepentingan komersil. Riding the wave kok gini banget.
Relawan bencana Semeru Christian Joshua Pale mengonfirmasi kegiatan syuting ini. Bersama warga, Christian menganggap rumah produksi tidak sensitif pada situasi duka. “Mereka pakai lokasi pengungsian untuk syuting sinetron, dari hari ini. Apakah pantas? Sinetron ini kan bersifat komersil, kok enggak ada empati dan nuraninya,” kata Christian kepada CNN Indonesia.
Melengkapi kampanye boikot, muncul poster digital yang menyebutkan alasan warga menolak ada dua hal. Pertama, situasi masih berkabung karena masih banyak warga yang nasibnya belum diketahui dan diduga tertimbun material letusan. Kedua, adegan berpelukan saat syuting dianggap warga tak pantas dilihat anak-anak.
Pihak rumah produksi membela diri. Line Producer Verona Pictures Dwi Sunarso Lobo menyebut pihaknya sudah mendapat izin pemerintah Kabupaten Lumajang untuk melakukan syuting. Lewat Instagram resmi sinetron, Dwi Sunarso mengatakan keputusan memilih lokasi pengungsian sebagai tempat syuting karena tokoh di sinetron berperan sebagai pemilik yayasan kemanusiaan dan sinetron dianggap “mengandung nilai-nilai kemanusiaan”.
Keterangan itu dilawan Komandan Pusat Pengendali Operasi Satgas Semeru Muhammad Tohir. Ia mengaku tak memberi izin syuting maupun dikontak Verona Pictures. Meski sudah mendapatkan izin pemda, ia merasa seharusnya pihak rumah produksi berkoordinasi dengan pihaknya sebagai penanggung jawab di wilayah tersebut.
Rebecca Tamara, aktris yang ikut berperan dalam sinetron, memberikan respons yang lebih bisa diapresiasi. Ia menyampaikan permintaan maaf secara terbuka tanpa cari-cari alasan fafifu. “Saya mengakui kesalahan saya untuk menerima adegan tersebut sesuai arahan. Saya di sini tidak mau membela diri dalam hal ini. Sekali lagi, saya mohon maaf sebesar-besarnya,” tulis Rebecca di Instagram pribadinya.
Insiden ini menambah pengalaman buruk para pengungsi dan relawan letusan Gunung Semeru setelah pada akhir pekan lalu, baliho Ketua DPR RI Puan Maharani bertebaran di sepanjang jalan menuju lokasi bencana, juga di Lumajang. Baliho bertuliskan “Tangismu, tangisku, ceriamu, ceriaku. Saatnya bangkit menatap masa depan” dengan foto besar Puan berlatar belakang pengungsi. Baliho disebut terpasang untuk menyambut kedatangan Puan ke lokasi bencana dalam kegiatan pemberian bantuan pada 20 Desember kemarin.
“Saya sendiri tidak tahu kapan baliho itu dipasang, tiba-tiba pagi ada,” kata Qomaruddin, relawan bencana Semeru, kepada Kompas, Selasa (21/12) kemarin. Kalaupun mau memasang, Qomaruddin menyebut ada baiknya tak perlu pasang foto diri. “Misal kayak baliho milik NU dan lembaga zakat, hanya pasang bendera yang menunjukkan jalan atau arah ke posko pengungsian.”
DPC PDIP merespons kritik dengan klaim baliho tidak dipasang partai, melainkan oleh relawan Puan Maharani. Sekretaris DPC PDIP Lumajang Bukasan mengatakan pihaknya cuma masang baliho ucapan selamat datang saja, bukan “tangismu-tangisku” ini. “Mbak Puan sudah punya komunitas di luar struktur partai, kami juga tidak tahu karena tidak dalam konteks berkomunikasi dengan komunitas juang Mbak Puan,” katanya.