Australia benar-benar sedang hujan tikus. Hewan itu ada di dalam lemari, tempat tidur dan bahkan air. Jutaan tikus menyerbu ladang dan merusak hasil panen di seluruh New South Wales dan Queensland selatan.
Kekeringan panjang yang melanda Australia telah berakhir, tapi ini juga menyiapkan kondisi sempurna untuk tikus berkembang biak dengan gila-gilaan.
“Orang sampai mengikat celana pakai tali jika berpapasan dengan tikus karena tidak mau kemasukan,” Steve Henry, pakar tikus untuk CSIRO, memberi tahu VICE News.
Selama sembilan bulan terakhir, pasukan tikus telah menggerogoti apa saja yang menghalanginya. Kucing-kucing di Australia bahkan sudah muak dengan musuh bebuyutannya. Wabah tikus belum bisa berakhir dalam waktu dekat, dan dikhawatirkan jumlah populasinya akan terus meningkat sepanjang musim dingin.
Petani kehilangan sebagian besar hasil panen mereka. Perkakas mereka juga rusak digigit tikus. Banyak bahan makanan telah terkontaminasi kotoran dan urine tikus. Beberapa petani terpaksa membakar seluruh simpanan gandum mereka untuk menghindari hama. Yang lain telah mencoba cara kreatif untuk menangkap tikus—dalam beberapa kasus sebelumnya, membakar tikus pakai blow torch—atau menggunakan racun tikus seng fosfida yang disetujui pemerintah. Namun, biaya mengendalikan populasi tikus tidaklah murah. Beberapa petani telah menghabiskan lebih dari 100.000 Dolar Australia (setara Rp1,08 miliar) hanya untuk membeli racun tikus.
Henry membantu para petani menekan hama tikus. Menurutnya, seng fosfida adalah satu-satunya pilihan yang manusiawi dan efektif.
“Bahan kimia ini jahat dan dilarang di sejumlah negara, tapi kemungkinan terjadinya keracunan sekunder [keracunan yang terjadi melalui makanan terkontaminasi] cukup rendah,” terangnya.
Setelah berbulan-bulan didesak untuk turun tangan, pemerintah New South Wales mengumumkan pada Mei, akan menyalurkan bantuan 50 juta Dolar Australia (Rp542 miliar) ke daerah pedesaan. Ada juga potongan harga untuk racun tikus.
Namun, keberadaan tikus tak hanya merusak hasil panen. Hama ini membawa sejumlah penyakit yang bisa menular ke manusia. Queensland telah melaporkan sedikitnya 78 kasus leptospirosis sejauh ini. Infeksi bakteri tersebut dapat menyebabkan gagal ginjal, meningitis dan komplikasi pernapasan jika tidak diobati.
Wabah tikus bukan masalah baru di Australia. Ledakan populasi telah terjadi sejak 150 tahun lalu, selang beberapa waktu setelah kapal Inggris kemungkinan besar mengangkut tikus rumah untuk pertama kalinya pada abad ke-18 dan ke-19.
Meski bukan yang terburuk sepanjang sejarah—wabah 1993 menyebabkan kerugian lebih dari 90 juta Dolar Australia (setara Rp974 miliar untuk kurs saat ini)—wabah tahun ini dilaporkan yang terparah dalam 10 tahun terakhir.
Wabah ini tidak tuntas begitu saja dengan racun. Biasanya ada penurunan populasi tiba-tiba, yang terjadi ketika tikus mencapai jumlah sangat tinggi hingga penyakit dengan cepat menyebar ke seluruh populasi. Ketika persediaan makanannya habis, tikus terpaksa memakan sesama yang sakit dan lemah.
Dan tiba-tiba saja, tikus hilang bagaikan ditelan bumi.
“Tikus biasanya hilang begitu saja, dan petani tidak tahu ke mana tikus-tikus itu pergi,” Henry menyimpulkan.
Simak dokumenter VICE merekam problem hama tikus di Australia lewat tautan pada awal artikel ini