Pemerintah mencanangkan target satu juta vaksinasi per hari merespons lonjakan kasus penularan dan kematian akibat Covid-19 di Indonesia. Namun, dalam pelaksanannya, terjadi beberapa masalah baru.
Masalah lain yang muncul di lapangan dan lebih mengkhawatirkan ketimbang kerumitan administratif, lantaran calon penerima vaksin wajib membawa surat keterangan dari RT atau fotokopi KTP, adalah pelaksanaan yang kacau-balau. Misalnya, pada 26 Juni 2021, seorang netizen menceritakan pengalamannya menunggu untuk mendapatkan vaksin gratis di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta Selatan.
Petugas tidak memberikan nomor antrean, padahal jumlah orang yang semangat untuk divaksin sangat banyak. Akibatnya, namanya tidak juga dipanggil dan dia memutuskan hengkang setelah menanti selama tiga jam.
Netizen lain membagikan video yang memperlihatkan masyarakat berdesak-desakan di luar pintu masuk stadion. Mereka bukan hanya menunggu dalam ketidakpastian yang berujung pada batal menerima vaksin, tetapi juga risiko terinfeksi virus yang saat ini jauh lebih mudah menular.
Di Purbalingga, Jawa Tengah, polisi menyalahkan masyarakat karena mereka berkerumun saat menunggu giliran di Gelanggang Olahraga Goentoer Darjono pada Sabtu kemarin. Target pemerintah setempat adalah mencapai 700 orang. Polisi menerjunkan setidaknya 100 personel untuk mengamankan.
“Ini bisa dilihat petugas sudah mengatur, mengumumkan, tapi masyarakat diatur susah,” ujar Wakapolres Purbalingga Kompol Sopanah.
Masih pada tanggal yang sama, kerumunan muncul di lokasi pemberian vaksin di Kota Denpasar, Bali. Petugas yang mengamankan warga menganggap kerumunan bukan masalah, sebab yang penting target 4.000 vaksinasi tercapai dan tidak ada kericuhan.
“Kerumunan yang terjadi di luar dugaan itu. Di luar dugaan. Tapi, bukan berarti suasananya tidak terkendali. Kan terkendali itu,” kata Kepala Satpol PP Bali Dewa Nyoman Rai Dharmadi.
Sejak 27 Juni 2021, pemerintah mengklaim berhasil melebihi target vaksinasi yaitu sebanyak 1,31 juta orang. “Dengan vaksinasi dan melaksanakan protokol kesehatan yang ketat, kita dapat keluar dari pandemi,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin lewat keterangan pers yang diterima VICE.
Pernyataan tersebut cukup kontras dengan situasi di lapangan. Kekacauan dalam pelaksanaan vaksinasi masih terjadi hingga pekan ini. Ratusan warga berebut nomor antrean sejak pagi di Gelanggang Olahraga Ciracas, Jakarta Timur, pada 29 Juni 2021. Pejabat setempat menyebut ini karena mereka takut tidak dapat jatah vaksin walau sudah diumumkan periode vaksinasi hingga 17 Agustus.
Cerita dari Tangerang, Banten, tidak jauh berbeda. Masyarakat berdempetan menunggu giliran di luar gerbang gedung Pemerintah Kota Tangerang. Menurut laporan, meski polisi berusaha menerapkan jaga jarak, tetapi kerumunan itu tetap ada sebab mereka juga takut tak menerima suntikan.
Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia (PAEI) Masdalina Pane mendorong vaksinasi untuk mencapai kekebalan komunitas (herd immunity). Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per Selasa (29/6), ada 28,3 juta orang yang mendapatkan vaksin Covid-19 dosis pertama dan 13,3 juta untuk dosis kedua.
Hanya saja, meski sudah divaksin, seseorang tidak serta-merta mempunyai antibodi yang cukup kuat untuk melawan virus. Perlu waktu sampai 1,5 bulan usai dosis pertama dan kedua bagi tubuh agar membentuk antibodi itu. Artinya, akan sia-sia saja divaksin tanpa memakai masker dan menjauhi kerumunan.
“Jadi, protokol kesehatan juga penting untuk melindungi diri,” kata Masdalina lewat rilis pers kepada VICE.
Warga yang berdesakan tanpa jarak saat menunggu giliran mendapatkan vaksin justru jadi kontra-produktif. Epidemiolog Dicky Budiman berpendapat tidak ada sinkronisasi antara ambisi pemerintah untuk menggenjot jumlah vaksinasi dengan penerapan protokol kesehatan saat pelaksanaan. Padahal, semestinya penyelenggara justru menciptakan rasa aman dari virus.
“Kita ini ngejar-ngejar jumlah [vaksinasi], tapi seringkali mengabaikan potensi penularan yang artinya nanti malah meniadakan dampak atau manfaat dari vaksin itu sendiri karena belum terproteksi kan,” tegasnya saat dihubungi VICE.
Lokasi vaksinasi justru dikhawatirkan menjadi tempat penularan virus. Apalagi dengan adanya 20.467 kasus dan 463 kematian yang dilaporkan pada hari ini mengindikasikan bahwa tingkat infeksi belum akan melambat dalam waktu dekat.
“Jadi jangan sampai kita menuju satu tujuan [jumlah] vaksinasi, tapi yang terjadi adalah para penerima vaksin sebagian terinfeksi,” kata Dicky.