Kisah perjuangan anakan gajah sumatera yang dinamai Inong itu berakhir. Pada 3 Maret, satwa dilindungi tersebut mati setelah tiga pekan dirawat intensif di Pusat Konservasi Gajah (PKG) Saree, Aceh Besar. Tim medis mengatakan Inong yang baru berusia satu bulan mengidap gangguan pencernaan, jantung, dan cedera serius sehingga sulit tertolong. Sempat membaik, kondisi Inong menurun lagi tiga hari, sebelum ia mati.
Berita duka disampaikan Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Agus Arianto. “Kematian bayi gajah betina itu terjadi pada Rabu [3/3] pukul enam pagi. Bayi gajah yang diberi nama Inong itu sedang dalam perawatan intensif. Kondisi satwa tersebut kembali menurun sejak tanggal 1-2 Maret lalu,” kata Agus, dikutip Suara.
Pemberitaan soal Inong dimulai saat ia ditemukan di kubangan lumpur Desa Panton Beunot, Kecamatan Tiro, Kabupaten Pidie, Aceh. Pada 7 Februari, warga bernama Helmi melihat sekawanan gajah liar berkisar 18 ekor sedang mandi di kubangan air, 50 meter dari pemukiman penduduk. Dua hari berselang (9/2), ternyata masih ada seekor anak gajah terjebak di sana, ditemani sang induk dan beberapa kawanan tidak jauh dari lokasi. Warga yang hendak menolong menjadi ragu karena setiap mendekati lokasi, kawanan induk dan gajah lain turut mendekat, mencoba melindungi.
Almanza, Camat Tiro, lantas melaporkan kejadian ke Conservation Response Unit (CRU) Mila dan BKSDA Aceh. “Setelah tim CRU Mila dan BKSDA Aceh datang, akhirnya dibentuk dua regu. Sebagian mengeluarkan anak gajah dari kubangan, sebagian lain menghalau induk dan kawanannya. Tim kadang harus menjauh dari kubangan dulu ketika induk dan kawanannya mendekat. [Akhirnya] anak gajah bisa dikeluarkan dari kubangan pada pukul tiga dini hari,” kata Tiro kepada Mongabay.
Agus melaporkan gajah berusia sekitar tiga minggu dengan berat 85 kilogram tersebut kritis keadaannya. “Saat urinasi, satwa meronta kesakitan dan urine berwarna kemerahan. Perawatan khusus terus dilakukan untuk membantu mengurangi rasa sakit, pengobatan infeksi dan melatih merangsang otot-otot, serta persyarafan bayi gajah. Termasuk pemberian asupan nutrisi berupa susu formula sebagai pengganti ASI,” kata Agus dilansir Tribunnews.
Selama masa kritis, ia dirawat di PKG Saree bersama tim medis gabungan BKSDA Aceh dan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala. Dokter hewan BKSDA Aceh Rosa Rika Wahyuni menjelaskan pihaknya sudah berusaha keras dan berharap yang terbaik selama perawatan intensif. Namun, ia menilai merawat anak gajah yang sudah pernah menyusu pada induk sulit dilakukan, sebab kebutuhan nutrisi air susu induk tidak bisa digantikan oleh susu formula dan vitamin mana pun.
Setelah matinya Inong, tim medis BKSDA Aceh membedah bangkainya untuk mengetahui penyebab kematian. Mereka menemukan fakta sempat terjadi penyempitan atrium jantung, sehingga jantung Inong sulit memompa darah. Terjadi pula gangguan pada sistem pencernaan setelah ditemukan pendarahan pada usus. Terakhir, tulang kaki dan persendian kaki kiri depan mengalami dislokasi.
Kisah ini tentu memilukan. Gajah sumatera adalah satwa liar yang dilindungi. Dikutip Kompas, BKSDA Aceh mencatat sejak 2016-2020 ada 42 ekor gajah sumatera mati di Aceh. Setengah darinya tewas akibat konflik dengan manusia (57 persen), sisanya mati karena sebab alami (33 persen) dan perburuan (10 persen). Populasi gajah di Aceh sendiri tersisa 539 ekor yang tersebar di 15 kabupaten dan kota. Secara keseluruhan, populasi gajah sumatera pada 2017 diperkirakan tinggal 1.694-2.038 ekor, tersebar di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Lampung.
Dari kejadian Inong, BKSDA Aceh kembali meminta seluruh lapisan masyarakat untuk tidak merusak hutan serta tidak menangkap dan melukai satwa dilindungi atas alasan apa pun dalam keadaan hidup atau mati.