Amazon mengumumkan pada Selasa (21/9) lalu, bila utusannya tengah melobi pemerintah federal untuk meloloskan undang-undang yang akan mendekriminalisasi ganja di tingkat nasional. Perusahaan e-commerce itu mengatakan akan aktif mendukung penghapusan larangan ganja yang menjerat pemakai di masa lalu.
Langkah ini dilakukan setelah Amazon mengubah kebijakannya terkait perekrutan tenaga kerja. Perusahaan kini tak lagi mendiskualifikasi pemakai ganja yang melamar kerja di tempat mereka. Raksasa teknologi itu juga menggembar-gemborkan telah menghapus ganja dari tes narkoba. Bloomberg melaporkan keputusan ini meningkatkan jumlah lamaran yang masuk sebanyak 400 persen.
Amazon secara resmi menyatakan dukungannya terhadap pengesahan dua undang-undang yakni Cannabis Administration and Opportunity Act dan Marijuana Opportunity Reinvestment and Expungement Act tahun 2021. RUU yang kedua telah disahkan oleh DPR awal tahun ini, tapi masih belum ada kejelasan di Senat AS.
Awal September 2021, Amazon mengirim surat yang mendesak Pemimpin Mayoritas Senat Chuck Schumer untuk “mendukung penghapusan kanabis dari UU Zat yang Dikendalikan. Langkah ini bisa membuka peluang ekonomi baru yang signifikan bagi jutaan individu yang cakap, serta memulihkan kerugian pada kelompok masyarakat yang paling terdampak.”
Dalam postingan blog pada Selasa, pihak perusahaan menulis “Laju pertumbuhan Amazon berarti kami selalu berupaya merekrut anggota tim baru yang hebat, dan kami bisa memperluas cakupan pelamar dengan menghapus tes ganja”. Mereka juga telah “mengembalikan kelayakan kerja mantan karyawan dan pelamar yang sebelumnya diberhentikan karena tes penggunaan mariyuana secara acak atau di tahap prakerja.”
Amazon mengutip penelitian yang menunjukkan tes ganja secara tidak proporsional memengaruhi orang kulit berwarna, dan menyatakan standar kebijakan perekrutan mengenai pemakaian ganja akan sulit diterapkan di tengah meningkatnya legalisasi di berbagai negara bagian. Pengumuman ini dibuat saat perusahaan dalam negeri kesulitan mendapatkan tenaga kerja kecuali mereka memberikan upah layak.
Amazon menjadi perusahaan terbesar di AS yang secara eksplisit mendukung legalisasi ganja, dan memiliki salah satu kebijakan paling progresif terkait pemakaiannya.
Amazon terobsesi dengan efisiensi dan laba bersih. Upaya kali ini terdengar menguntungkan pekerja mereka, tapi sejujurnya dilakukan demi keuntungan perusahaan. Amazon telah melobi pemerintah untuk menaikkan upah minimum federal menjadi $15 (Rp213 ribu) per jam, dan mereka menggaji staf gudang sedikitnya $15 per jam. Nominal itu lebih besar daripada pekerjaan ritel dan makanan cepat saji kebanyakan, tapi lebih rendah dari standar industri untuk pekerjaan gudang.
Melonggarkan pemeriksaan ganja akan mempermudah mencari karyawan baru dan menambah daya tarik perusahaan. Namun, kebijakan baru ini takkan mengubah kondisi kerja yang brutal, seperti mengawasi kurir pakai teknologi kecerdasan buatan, menerapkan kuota efisiensi untuk staf gudang dan kurir, dan sistem disiplin ketat yang menghukum karyawan karena melanggar “time off task” (waktu yang dihabiskan karyawan di luar tempat kerja).
Banyak industri yang melarang pemakaian kanabis kesulitan merekrut karyawan baru. Contohnya FBI yang kekurangan tim peretas karena kebanyakan dari mereka ngeganja. Pada 2017, mereka mengklaim telah merekrut sejumlah peretas yang tidak memakai ganja.