Kratom kurang dikenal di Indonesia meski Kalimantan Barat adalah salah satu eksportir utama kratom dunia. Ketika tiga tahun terakhir tanaman endemik hutan tropis Asia Tenggara ini santer dibicarakan, penyebabnya kurang menyenangkan: muncul pendapat yang menganggap kratom sebagai opioid dan mesti dilarang peredarannya.
Wacana ini berlangsung riuh di Amerika Serikat, digencarkan BPOM setempat, lalu menular ke Indonesia. Setidaknya mulai 2018, petinggi Badan Narkotika Nasional (BNN) aktif mendesak Kementerian Kesehatan menggolongkan tanaman bernama Latin Mitragyna speciosa ini agar dimasukkan sebagai narkotika golongan I. Jika wacana BNN disetujui, memiliki kratom bisa membuat seseorang terpenjara selama 20 tahun.
Namun, Kemenkes belum bersikap. Tentangan terhadap BNN juga tidak sedikit. Menurut kesimpulan peneliti, BNN sekadar mengekor sikap FDA, sementara belum ada riset independen tentang efek kratom yang dibuat di Indonesia. Anggota DPR RI dari Fraksi PKS dan PDIP juga menolak gagasan ini. Di Kalimantan Barat, rumah ribuan petani kratom, pemerintah provinsi beserta bea cukai dan pengusaha terang benderang menunjukkan beda sikap. Mereka bahkan sampai bikin seremoni ekspor kratom ke Eropa yang untuk pertama kalinya bisa langsung dari bandara Pontianak. Keras.
Paparan BNN membuatku, yang tadinya tak kenal kratom, jadi penasaran. Misalnya, disebut kalau kratom “10 kali lebih berbahaya daripada ganja dan kokain”, atau “mengandung opioid, alkaloid mitraginin, dan 7-hydroxymitragynine yang bisa mengakibatkan kecanduan”. Bahkan, menurut BNN, kratom dapat “menimbulkan halusinasi dan euforia”.
Rasa penasaranku terutama karena dari keterangan penggunanya, kratom digambarkan lebih mirip kafein dalam kopi. Atau kadang, ia digambarkan seperti suplemen herbal semata, dipakai mengurangi pegal, menurunkan kolesterol dan tekanan darah, hingga menjadi bahan terapi ketergantungan narkotika. Soal efek halusinasi, Gubernur Kalbar Sutarmidji bahkan jelas-jelas menampik klaim tersebut.
“Mereka bilang kratom itu zat adiktifnya empat kali dibandingkan ganja, tetapi saya katakan bahwa orang yang mengonsumsi kraton tidak berhalusinasi sedangkan mengonsumsi ganja pasti berhalusinasi, bahkan urine orang yang mengonsumsi kratom belum tentu positif,” kata sang gubernur, September lalu.
Memegang teguh prinsip obat rasa penasaran terbaik adalah dengan mencobanya sendiri, aku memutuskan untuk menjajal langsung kratom (kutekankan lagi: kratom legal dikonsumsi). Berbekal CV yang terhitung bersih dari riwayat kecanduan narkotika dan masalah kesehatan mental, aku merasa cukup siap dengan apa yang akan terjadi.
Kepada dua orang teman yang aku tahu rutin mengonsumsi bubuk kratom, aku utarakan niatku tersebut. Proposalku diterima dengan mudah. Kami lalu mengatur hari untuk melaksanakan acara minum kratom bersama tersebut. Sebelum memulai, aku diberikan instruksi pembuatan yang sangat mudah.
Resep penyajian kratom
1 sendok teh bubuk kratom
1-2 sloki air putih atau sesuai selera
Cara membuat
- Masukkan satu sendok teh bubuk kratom ke dalam gelas.
2. Campur dengan 1-2 sloki air dingin atau hangat, bebas. Prinsipnya, air jangan terlalu banyak karena kratom punya rasa pahit menggigit. Sebaiknya minuman bisa ditenggak sekali teguk. Tapi jangan pula terlalu kental sehingga sulit ditelan.
3. Aduk sampai rata, dan minuman siap dihidangkan.
Peringatan rasa pahit kratom membuatku berdebar-debar. Aku duduk dan menarik napas panjang, lalu segera menenggaknya sambil menahan napas. Begitu tertelan, aku langsung minum air putih-putih banyak-banyak. Syukurlah, rasa pahit itu segera tak tersisa sama sekali di pangkal lidah. Pengalaman minum kratom jauh lebih baik daripada minum antibiotik.
Temanku bilang, efeknya akan mulai terasa kira-kira 15 menit kemudian, namun persisnya tergantung tiap orang. Sambil menunggu apa yang akan kurasakan, kami ngobrol-ngobrol santai.
“Efek apa sih yang bakal aku rasakan?” tanyaku, membuka pembicaraan.
“Rileks. Kalau ganja kan [efeknya] kita rileks tapi pikiran bisa macam-macam. Kalau ini enggak, pikiran kita tetep [sadar penuh]… kayak orang ngobat. Jadi perbandingannya, kalau kita minum [menyebut nama obat penenang] dua butir, dibandingkan satu sendok teh kratom, rasanya sama. Yang hebat lagi diminum sebelum bercinta, enak banget,” kata temanku, sebut saja inisialnya S.
“Wow,” aku merespons informasi terakhir. Teman yang lain tertawa heboh seperti gerombolan abege.
“Makanya aku berani ngomong [fungsi kratom] untuk vitalitas,” S bilang lagi.
S sudah dua tahun rutin mengonsumsi kratom. “Gara-garanya, ganja susah, minum bosan, obat… temanku yang biasa ngirim udah mati. Ya gimana lagi, aku nyari [alternatif].” S tahu kratom dari internet, membelinya juga di internet, dari sebuah toko di Pontianak.
Pertama kali membeli, S patungan dengan temannya. Untuk sekilo bubuk hijau yang bentuk dan baunya persis matcha ini, mereka membayar sebanyak 35 dolar lalu dirupiahkan—tradisi ekspor kratom membuat banderolnya memakai mata uang Amrik. Harga itu hampir Rp500 ribu. Belakangan, karena sudah langganan, S mendapat harga korting dari penjual, sekitar Rp400 ribuan.
“Pertama pesen jenis red bali yang urat daunnya merah, lalu pesen green maeng da yang daunnya hijau. Cocoknya sama yang kedua, dipakai sampai sekarang [termasuk yang aku minum],” kata S. Menurutnya, langganan saat ini punya kratom kualitas terbaik. Ia pernah mendapati seorang teman membeli kratom di marketplace dan menerima bubuk rasa sampah. Selain memakai nama kratom, penjual kratom biasa memakai nama daun purik.
Lima belas menit berlalu sejak aku menenggak kratom. R, satu teman lain yang membersamai kami, menanyakan apakah aku merasa mual. Enggak sih, tapi mataku berat banget dan rasanya ngantuk sekali. Waktu sudah pukul 23.15. Pagi tadi aku bangun pukul 07.00. selain ngantuk, aku tak merasakan apa pun.
Rupanya pertanyaan itu karena menurut pengalaman S dan R, pengidap asam lambung tak bisa menikmati kratom. Bawaannya mual dan ingin muntah.
Dari empat orang yang menemaniku menunggu efek kratom, masing-masing punya pengalaman berbeda: S merasa berenergi, pegalnya hilang, dan tidur lebih nyenyak; R merasa rileks dan menjadi kratom pengganti alkohol; J merasa jadi mudah tidur; dan D tidak merasakan efek apa pun.
“Menurutku cocok-cocokan. Enggak semua orang cocok [minum kratom],” kata S.
“Patokanku, kalau orang asam lambungnya tinggi, dia minum kratom, pasti muntah. Ketika muntah dia lemes, keringat dingin, selalu gitu. Terus tertidur. Kalau istriku, setelah minum itu, dia susah tidur. Tapi aku biasa aja,” ujar S.
Sambil terkantuk-kantuk, aku menanyakan pengalaman S saat pertama kali menjajal kratom. “Aku pertama kali nyoba, keringat dingin, tapi enggak muntah karena langsung makan. Mungkin itu adaptasi kratom di tubuhku, tapi habis itu cocok.”
Pertama kali mencoba, S sama sekali tak tahu takarannya. Jadi ia mencampurkan 1 sendok makan munjung kratom dengan air secukupnya. Hasilnya seperti yang ia sebut, gejala asam lambung naik muncul. Setelah berkali-kali percobaan, ia menemukan formula 1 sendok teh dan 1 sloki air di atas. Biasanya ia minum sekali sehari, sekitar pukul 13.00 saat rasa kantuk mengganggu aktivitas bekerja. Menurutnya, orang harus mengukur sendiri dosis optimal untuk tubuh masing-masing.
Sekitar pukul 23.40 atau 40 menit setelah aku minum kratom, tiba-tiba kantukku hilang. “Mungkin karena kamu lawan,” R membuat teori. Kami berlima lalu cerita ngalor ngidul. Ada cerita tentang teman yang tuli dan nyaris buta karena tembakau gorila, ada kisah-kisah goblok kenalan yang mabuk kecubung, hingga info kabupaten semacam: di Jember, kecubung dipakai jadi modus mencuri truk. Caranya, sopir truk diajak mengonsumsi kecubung, ia akan tidur dua hari dua malam, dan ketika terbangun, truknya sudah raib.
Kami lalu bersepakat, kratom tak punya efek samping sebagaimana alkohol, ganja, obat penenang, sabu, hingga yang organik seperti kecubung dan jamur tahi sapi. Dari semua peserta acara malam ini, tak satu pun pernah berhalusinasi gara-gara kratom. M dan R bahkan menjadikan kratom suplemen ketika merasa hendak sakit atau selepas vaksinasi. Kata mereka sih berhasil.
“Mabuk obat bikin gontai, goyah. Kratom enggak. Pikiran kita juga enggak terganggu kayak ganja. Atau enggak kayak obat yang bikin kontrol keseimbangan tubuh jadi jelek, jadi sering terhuyung, sama ingatan jadi buruk. Kalau kratom enggak,” ujar S yang lama-lama sudah seperti reseller kratom.
Setelah sejam merasa segar, pukul 00.45 rasa kantukku datang lagi. Aku undur diri untuk pulang. Di rumah, baru pukul 02.00 aku tidur. Tidur yang nyenyak dan baru bangun pukul 09.00 keesokan harinya. Tidak ada halusinasi, tidak ada sensasi tipsy, enggak jadi lebih cerewet.
Di percobaan pertama ini aku sepakat, kratom sejajar dengan minyak Kutus Kutus yang bikin tidur lebih lelap. Kalau ada yang bilang efeknya sepuluh kali lipat lebih kuat dari ganja, kita perlu tanya gimana resep konsumsinya.