Kita semua harus mulai melupakan impian bisa hidup normal dalam waktu dekat. Meski berkali-kali libur panjang udah ngasih pelajaran kalau angka positif pasti naik, kejadian sama gelagatnya bakal terulang lagi di libur Lebaran ini. Bayangin aja, dari hasil tes acak ke 6 ribu pemudik di berbagai pos penyekatan, 4 ribu orang (alias dua pertiganya) dipastikan positif tertular Covid-19. Selamat deh, karena sudah membawa virus ke kampung halaman.
“Pengetatan oleh Polri di 381 lokasi dan Operasi Ketupat. Jumlah pemudik random testing dari 6.742, konfirmasi positif 4.123 orang. Operasi kendaraan atau Operasi Ketupat jumlah diperiksa kendaraan 113.694, putar balik 41.097, dan pelanggaran travel gelap 306 kendaraan,” demikian laporan Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pada jumpa pers di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (10/5).
Airlangga juga mengatakan, dari 4 ribu pemudik yang positif, sebanyak 1.686 langsung diminta menjalani isolasi mandiri, lalu 75 orang dilarikan ke rumah sakit.
Tingginya tingkat kepositifan (positivity rate) para pemudik bikin parno. Apalagi penyekatan arus mudik enggak berjalan lancar bahkan sejak hari pertama arus mudik.
Beberapa kali sekat dibuka aparat karena kendaraan membludak dan bikin macet, kami sempat merekamnya dalam artikel ini. Lalu yang terbaru, pada Minggu malam kemarin (9/5) ribuan pengendara motor berhasil memenangkan tes mental melawan aparat dengan menghamburkan diri di Jalur Pantura Kedungwaringin, perbatasan Kabupaten Bekasi-Karawang. Kemacetan parah terjadi sepanjang 5 kilometer, diisi hiruk pikuk bunyi klakson yang membuat suasana makin semrawut.
Masyarakat seakan belajar dari “keberhasilan” pemudik hari-hari sebelumnya yang sukses menekan pos penyekatan dengan menimbulkan kemacetan. Pada kasus di Kedungwaringin, pemudik sudah diminta putar balik oleh aparat namun ditolak, membuat situasi makin panas. Aparat akhirnya menyerah dan membuka barikade penyekatan, mempersilakan pemudik motor lewat tanpa pengecekan. Dari laporan Kompas TV berikut, kita bisa melihat senyum semringah para pengendara motor saat penyekatan dibuka. Situasi dilaporkan baru kondusif sekitar jam setengah dua dini hari.
“Guna mengurai kemacetan, kami membuka pos penyekatan. Kita sudah koordinasi dengan wilayah lain terkait para pemudik ini. Kami akan menambah personil, diharapkan kejadian serupa tidak terjadi,” kata Kapolres Metro Bekasi Hendra Gunawan. Senada dengan Hendra, Kabid Humas Polda Metro Jaya Yusri Yunus mengatakan pihaknya akan menambah titik sekat dan penambahan personel.
Gerakan masyarakat sipil menolak larangan mudik juga terjadi di internet. WHD, seorang ulama asal Aceh, membuat video berisi ajakan untuk tetap mudik dan “melawan” kebijakan pemerintah. Caranya? Dengan terus meramaikan pos penyekatan viral hingga polisi mempersilakan lewat. Akibat video ini, WHD ditangkap Polda Aceh dengan tuduhan melanggar UU ITE.
Enggak cuma di Aceh, seorang warga Bali berinisial HS (37) juga ditangkap polisi setelah mengunggah ajakan mudik di grup Facebook Info Pelabuhan GIlimanuk. Di sana, HS meminta pemudik turun ke jalan serentak sembari melakukan demonstrasi apabila perlu. Dengan begini, HS menyebut peluang diperbolehkan melintas akan makin besar. “Dia sudah diperiksa dan mengakui kesalahannya,” kata Kapolres Jembrana Ketut Gede Adi Wibawa, dilansir iNews.
Penyebaran ajakan demonstrasi pengin mudik juga dilaporkan tersebar di grup WhatsApp. ES (33), AA (34), dan BES (39) diamankan polisi setelah terekam mengajak pemudik berdemo di jalan tol untuk menimbulkan kemacetan. Yusri Yunus mengatakan ES mengirim pesan berkumpul ini pada para pelaku usaha transportasi.
Di internet diskusi seputar cara mudik yang aman masih terjadi, khususnya di beberapa grup Facebook. Pada postingan ini misalnya, terlihat bagaimana seorang netizen meminta informasi terkait cara mudik yang aman, lantas menumpang kendaraan logistik dan truk sayur jadi jawaban populer yang muncul.
Epidemiolog dari Universitas Griffith Dicky Budiman menjelaskan kejadian ini sebagai dampak dari tidak konsistennya penanganan pandemi oleh pemerintah sejak tahun lalu. “Yang terjadi saat ini, mau tidak mau diakui bahwa pemerintah tidak konsisten. Ada pengetatan tapi di sisi lain ada pelonggaran, ada kebijakan mengetatkan tidak boleh mudik, tapi ada pelonggaran bagi masuknya arus WNA, dan pelonggaran di aspek lain,” kata Dicky kepada Suara.
“Dia [pemudik] sudah tidak peduli lagi, wong dia memikirkan keinginannya yang sudah lama dan masalah keterbatasannya yang selama ini belum mendapat solusi yang efektif [dari pemerintah]. Sudah tidak bisa PPKM mikro, harus PSBB, kalau bisa Jawa-Bali ya bagus. Ini harus betul-betul dikaji pemerintah, potensi dampak perburukan itu jauh lebih besar daripada kita tidak melakukan asesmen yang cepat dan tepat,” tutup Dicky.