Berita  

Aksi FPB Sumsel, “ Matinya Buruh di Tengah Lumbung Pangan Sebuah Keniscayaan ’’

aksi-fpb-sumsel,-“-matinya-buruh-di-tengah-lumbung-pangan-sebuah-keniscayaan-’’

Liputan4.com, Palembang – Massa aksi buruh yang tergabung dalam Front Perjuangan Buruh (terdiri dari Ketua DPW FBI Sumsel : Andreas OP, Ketua DPW SARBUMUSI Sumsel : Abu Hasan Al Hasari, ketua DPW KBM : Dedi dan Korwil SBSI : Umar) Sumatera Selatan melakukan aksi didepan kantor Gubernur Sumatera Selatan di jalan Kapten A. Rivai Palembang, Selasa (7/12/21).

Dalam siaran pers yang dibagikan kepada awak media mengatakan ;  Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan sekitar 29,12 juta orang di Indonesia terkena dampak pandemi Covid-19 pada Agustus 2020. Dampak tersebut tak hanya berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK), tetapi juga jam kerja berkurang, sementara tidak bekerja, hingga menjadi pekerja paruh waktu. Jika dirinci, jumlah pengangguran akibat Covid-19 mencapai 2,65 juta orang, bukan angkatan kerja 0,76 juta orang, sementara tidak bekerja sebanyak 1,77 juta orang, hal ini juga tejadi di sumatera selatan yang juga didasari data Badan Pusat Statistik Sumatra Selatan mencatat pandemi Covid-19 telah memberi dampak bagi 597.880 penduduk usia kerja
Dampak Covid-19 pada ketenagakerjaan tidak hanya diukur dari besaran TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) tetapi juga seberapa besar pekerjaan yang hilang akibat pandemi,” jelasnya, ndang menjelaskan penduduk yang terdampak itu merupakan 9,48 persen dari total penduduk usia kerja di Sumsel yang sebanyak 6,3 juta orang.


Aksi FPB Sumsel, “ Matinya Buruh di Tengah Lumbung Pangan Sebuah Keniscayaan ’’

Buruknya potret buruh ditahun 2021 tidak lepas dari kondisi sosial politik dalam negeri, pengesahan UU OMNIBUS LAW, Pandemi Covid 19, Masuknya Multi National Company yang semakin masif, tingginya angka (TKA) diIndonesia hingga Mei 2021 mencapai 92.058 orang (sumber BPS), liberalisasi modal ke daerah langsung akibat otonomi daerah, campur tangan pemodal dalam kebijakan ekonomi dan perburuhan menjadi salah satu rangkaian dan jebakan kapitalisme global dalam melakukan explotasi tenaga kerja untuk mendukung MNC dan local company dalam rangka meraup laba sebesar-besarnya di tengah massa rakyat buruh.

Menurut Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker menegaskan kenaikan UMP yang hampir sama diangka 1,09 %  merupakan rata-rata kenaikan dari upah minimum seluruh provinsi mengacu pada formula penerapan PP 36/2021 yang buruh yakini PP ini menjadi salah satu biang kehancuran  dan bencana bagi kelas buruh,namun menurut kami Keputusan akhir persentase kenaikan akan kembali  menjadi kewenangan kepada gubernur hal ini akan dapat dilihat dan uji bahwa keberpihakan negara/gubernur apakah akan pro terhadap nasib buruh atau pengusaha, sehingga kami mendesak gubernur sumsel untuk dapat menaikan UMP 2022 Sumsel sebesar 10 %.

Aksi FPB Sumsel, “ Matinya Buruh di Tengah Lumbung Pangan Sebuah Keniscayaan ’’

Dengan dikabulkannya tuntutan uji materi oleh ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memimpin sidang putusan uji formil dan materiil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap UUD 1945, di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), menjadi angin segar bagi kelas buruh, artinya semua klausal dan aturan turunan UU omnibus law tidak berlaku hingga adanya revisi kembali oleh DPR dan semua putusan yang dikeluarkan kami anggap cacat hukum dan tidak dapat digunakan salah satunya adalah penerapan PP 36/2021 Soal upah, sehingga menurut kaum buruh kenaikan upah yang sudah Di SK Kan gubernur sumatera selatan adalah cacat hukum dan harus di batalkan.

Sumatera selatan sebagai salah satu provinsi terkaya, tentunya menjadi surga bagi kapitalis untuk berinvestasi, murahnya upah buruh, rendahnya tingkat skill buruh, perlindungan oknum pejabat pemerintahan menjadi jalan mulus bagi MNC untuk menancapkan dominasi modal di sumsel yang di barengi dengan masuknya TKA abal-abal yang mendompleng para invenstor atas nama sertifikasi dan keahlian lebih di banding tenaga kerja lokal menjadi ancaman bagi buruh lokal yang an orginisasi, tidak terdidik sehigga dengan mudah dapat di tindak oleh perusahaan.

Lemahnya pengawasan ketenaga kerjaan menjadi salah satu faktor juga yang mendorong munculnya persoalan HI di tingkat perusahaan, adanya oknum nakal yang bermain di wilayah abu abu semakin melemahkan gerakan buruh di tingkat perusahan, hal ini dapat dilihat dari rasio buruh yang berserikat dengan yang tidak berserikat masih sangat tinggi dan cenderung menjadi permainan oleh oknum dinas yang diduga   menggunakan celah hukum untuk mengeruk keuntungan pribadi dari perusahaan untuk merugikan buruh.

Melihat kondisi yang ada tersebut kami serikat buruh FEDERASI BURUH INDONESIA, SBSI, SARBUMUSI, KBM  yang tergabung dalam FRONT PERJUANGAN BURUH SUMATERA SELATAN menyatakan sikap  :

1. TOLAK UPAH BURUH MURAH
2. NAIKAN UMP SUMSEL 2022
3. BATALKAN SK UMP SUMSEL MENGACU PADA PUTUSAK MK ATAS UJI MATERI UU OMNIBUS LAW
4. BATALKAN CLUSTER UU KETENAGA KERJAKAN DARI UU CIPTA KERJA
5.  JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA INFORMAL
6. MENDESAK DI BUATKANNYA PERDA PERLINDUNGAN BURUH LOKAL
7. TRANSPARANSI SOAL TKA DI SUMSEL
8. EVALUASI KINERJA DINAS TENAGA KERJA KHUSUSNYA BIDANG PENGAWASAN DAN GAKKUM
9. EVALUSI PERANGKAT DEWAN PENGUPAHAN DI SUMSEL
10. JAMINAN PENEGAKAN HUKUM OLEH KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA DAN PENGADILAN DALAM KASUS PERBURUHAN
11. CIPTAKAN PERSATUAN KAUM BURUH SEDUNIA

Menjadi keharusan bagi kaum buruh untuk menyuarakan penindasan yang terus terjadi di pabrik pabrik, kantor-kantor, perkebunan, yang tidak bisa di putuskan mata rantai  penindasan itu kecuali persatuan kaum buruh sedunia dan persaudaraan sejati kaum buruh tanpa memandang struktur kerja nya.

Gerakan buruh harus mampu menjadi garda terdepan dalam melawan imprealisme global yang terus meringsek ke dalam sendi perekonomian, hukum dan pemerintahan, nasib buruh kini diujung tanduk maju akan berhadapan dengan APH, mundur akan tertindas dan terus di hisap darahnya hingga tak berdaya dan menjadi manusia apatis dan menghamba kepada uang semata dan melupakan jiwa kemanusiaannya yang dilahirkan untuk merdeka, bebas dan menjadi dirinya sendiri tanpa dikontrol oleh sistem yang tidak berpihak kepada kelas buruh.

Kesadaran kolektif gerakan buruh harus menjadi milik semua buruh,tidak ada kata menyerah dan lemah bagi kaum buruh dalam memperjuangkan hak ekonomi,sosial dan kesejahteraan yang mana hari ini masih jauh dari cita cita besar pendiri bangsa ini.

Persatuan kaum buruh adalah keniscayaa dan harus terus dijaga! di bangunan dan di sadarkan kepada seluruh kaum buruh sebagai salah satu bentuk perjuangan tertinggi gerakan buruh internasional untuk terciptanya kesejahteraan dan keadialan bagi semua manusia di muka bumi.(rilis FPB Sumsel)

Berita dengan Judul: Aksi FPB Sumsel, “ Matinya Buruh di Tengah Lumbung Pangan Sebuah Keniscayaan ’’ pertama kali terbit di: Berita Terkini, Kabar Terbaru Indonesia – Liputan4.com oleh Reporter : Irwanto