Jabatan mentereng biasanya dibarengi tawaran gaji besar, maka tak heran jika para pekerja gigih untuk meraihnya. Mendapatkan posisi pekerjaan bagus juga berarti kamu sudah siap melangkah ke jenjang karier yang lebih tinggi.
Belakangan ini, peluang mencicipi kursi manajer semakin terbuka lebar karena profesinya terus mengalami perkembangan yang pesat. Siapa saja bisa mencoba melamar dan menduduki posisi tersebut. Namun, cukup banyak terjadi di Amerika Serikat, manajer dituntut mengerjakan hal-hal yang tidak masuk akal dan seharusnya bukan job desc mereka. Usut punya usut, ternyata sejumlah perusahaan di Negeri Paman Sam sengaja memberi jabatan tinggi supaya tidak perlu membayar lembur atas pelaksanaan tugas di luar kewajiban utama seorang pekerja.
Pada 1938, AS mengesahkan regulasi ketenagakerjaan dalam rangka mendukung program New Deal yang dijalankan pemerintahan Presiden Franklin D. Roosevelt guna menggenjot perekonomian negara yang masuk masa depresi. Peraturannya mewajibkan pemberian uang lembur sebagai upaya mencegah tenaga kerja menanggung beban berlebihan. Pekerja yang tergiur imbalan itu juga diperbolehkan mengambil jam kerja tambahan. Akan tetapi, dalam praktiknya di AS, perusahaan menggunakan modus pemberian jabatan manajer, yang gajinya di atas standar upah pada umumnya, untuk menghindari pembayaran uang lembur.
Fakta di atas terungkap melalui penelitian tentang bentuk-bentuk eksploitasi tenaga kerja di AS. “Jabatan manajer dapat meringankan beban biaya perusahaan karena kamu digaji sesuai jam kerja yang telah ditentukan,” kata Lauren Cohen, profesor Harvard Business School yang mengerjakan penelitiannya.
Manajer sejatinya memiliki peran penting menunjang kesuksesan perusahaan di masa depan, tapi kebanyakan sekarang sekadar jabatan di atas kertas. Standar gajinya di AS pun hanya $455 (Rp7,05 juta) per minggu, atau di bawah $24.000 (Rp372 juta) per tahun.
Dari hasil penelusuran Cohen dan rekan-rekan penelitinya sepanjang 2010-an, jumlah lowongan kerja untuk posisi manajer yang istilahnya terdengar ‘wow’ meningkat sebanyak 485 persen. “Kami terkejut melihat betapa banyaknya [posisi manajer palsu],” ujarnya.
Para peneliti tidak menemukan “peningkatan semacam itu” di antara tenaga kerja yang dibayar per jam dan karenanya masih harus berutang lembur. Pola tersebut juga tidak bertahan pada ambang $455 di negara-negara bagian yang telah menetapkan standar uang lembur lebih tinggi, seperti New York dan California.
Tim Cohen menilai ada masalah sistemik yang mendasari kemunculan jabatan manajer palsu. “Kami menemukan bukti luas perusahaan mengeksploitasi undang-undang federal supaya tidak perlu memberi uang lembur,” demikian bunyi studi yang diterbitkan oleh Biro Riset Ekonomi Nasional AS.
Tak jarang, jabatannya terdengar konyol dan tanggung jawabnya tak jauh berbeda dari pegawai biasa. Director of First Impression, misalnya, bertugas seperti asisten front desk. Bahkan ada pekerjaan seperti Guest Experience Leader (seperti host dan hostess), Carpet Shampoo Manager (bertanggung jawab membersihkan karpet), Grooming Manager (tukang cukur) hingga manajer Coffee Cart (pelayan) di AS.
Para peneliti memperkirakan perusahaan-perusahaan AS mengantongi 13,5 persen dari upah lembur yang dibagikan untuk setiap posisi manajer. Data yang mereka kumpulkan mengekspos maraknya praktik culas ini di dalam negeri, terutama di sektor pekerjaan yang rawan eksploitasi waktu kerja dan hak para karyawannya kurang diperhatikan. Mereka yang bekerja di industri ritel dan F&B lebih berisiko mengalami ini.
Namun, Cohen dkk. menduga data itu hanyalah “puncak gunung es”. Bukan tidak mungkin praktik tersebut terjadi pada tingkat gaji lain. “Perusahaan yang nakal kebanyakan bukan perusahaan kecil. Pelakunya sering kali adalah perusahaan yang sudah besar,” terangnya.
Beberapa perusahaan di AS telah terbukti memanfaatkan jabatan manajer untuk lolos dari pemberian upah lembur. Ritel Family Dollar menghadapi gugatan class-action karena mempekerjakan manajer toko untuk “mengisi rak yang sudah kosong, melayani pembeli di kasir, mengeluarkan barang dari truk, membersihkan lapangan parkir dan kamar mandi”. Jaringan supermarket Publix dan penyedia produk kantor Staples pernah menghadapi gugatan serupa. Bahkan perusahaan sekelas JPMorgan Chase dan Meta (Facebook) juga diketahui menjadikan karyawan sebagai manajer demi mengurangi pengeluaran.