Saat mendengar tentang Star Wars, tentu akan terbayang lightsaber, Jedi atau topeng Darth Vader. Simbol-simbol ini sudah identik dengan franchise film tersebut. Barang apa pun yang mencantumkan referensi Star Wars pasti laku berat di pasaran, mengingat popularitasnya sejak tayang perdana pada 1977. Film itu dulunya merupakan gagasan George Lucas, pembuat film eksperimental yang terobsesi dengan serial pulp adventure. Namun, seiring melejitnya Star Wars, dia lama-lama muak dan menjualnya ke Disney lebih dari 10 tahun lalu.
Tak seperti Lucas yang jarang menambahkan unsur baru pada film besutannya, Disney mengambil pendekatan yang lebih terpusat dan maksimal. Perusahaan mengeluarkan serangkaian film baru, serial televisi hingga theme park khusus Star Wars. Anggapan mereka mungkin semakin banyak konten Star Wars yang disediakan, maka semakin puas juga para penggemarnya. Tapi yang terjadi justru sebaliknya.
The Book of Boba Fett seharusnya mudah memenangkan hati para penggemar. Boba Fett amat dicintai meski perannya tidak banyak dalam film. Serial Disney+ ini memamerkan lebih banyak aksi dari karakter itu, serta latar belakangnya yang bikin orang penasaran. Akan tetapi, penggambaran dunia Star Wars ala Jon Favreau dan Robert Rodriguez dalam episode terbaru dihujat habis-habisan.
Episode tersebut menampilkan robot pemburu bayaran mengendarai Vespa futuristik ditemani sekelompok remaja. Jalan ceritanya sendiri kurang menarik—tak lebih dari plot yang berputar-putar—tapi adegan naik Vespa itulah yang dipermasalahkan fans. Mereka merasa motor itu kurang cocok untuk lanskap berdebu dunia kriminal bawah tanah Tatooine.
Cukup gampang mencari kesalahan dari ide itu—George Lucas jelas-jelas menyukai hot rod, yang bisa kalian lihat dalam film American Graffiti. Film-film Star Wars garapannya juga kental akan aspek budaya itu, dari Han Solo yang membicarakan Millennium Falcon miliknya, kutipan terkenal “now this is podracing”, hingga referensi yang lebih kentara terhadap budaya rock n roll 1950-an dari Attack of the Clones.
Penggemar tidak berhak menentukan mana yang Star Wars dan bukan. Dalam kasus The Book of Boba Fett, Rodriguez dan rekan-rekannya di Disney yang memegang kendali akan representasi. Penggemar bebas untuk tidak menyukainya—terlebih lagi episode ini memang kurang bagus—tapi bukan berarti mereka wajib menentukan seperti apa penggambaran yang Star Wars banget.
Star Wars akan terus berubah jika menginginkan lebih banyak konten darinya. Disney pernah beranggapan alam semesta yang telah berkembang di bawah Lucas sebagian besar bukan canon (sesuai karya aslinya) sebelum mengembalikan banyak elemennya, sehingga kalian yang bersikukuh tentang ini tidak bisa dengan jelas menentukan mana yang canon. Perubahan tak melulu baik atau buruk. Terkadang menjadi membosankan. Kadang-kadang membawa Star Wars ke arah yang lebih menarik, seperti yang ditampilkan dalam serial animasi pendek Disney berjudul Star Wars: Visions.
Untuk serial televisi, Disney memperlakukan dunia Star Wars kurang lebih seperti latar Dungeons and Dragons, bereksperimen dengan lokasi dan karakter yang lebih mapan di setiap serinya daripada terkungkung narasi franchise yang sudah ada.
Terutama seperti The Mandalorian dan kartun Clone Wars karya Dave Filoni, yang tidak cuma mengikuti cerita film. Lagi pula, kisah Kyle Skywalker dan kerabatnya serta pemberontakan melawan musuh sudah tiga kali diputar di layar lebar. Menjelajahi berbagai cerita di dunia yang luas ini mungkin dapat memperkenalkan kita pada tokoh lain yang patut diketahui.
Di samping semua itu, ada ratusan dunia berpenduduk di alam semesta Star Wars yang kota-kotanya belum pernah dijamah. Beberapa mungkin dihuni karakter-karakter kesayangan penggemar, seperti droid atau Twi’lek. Atau mungkin daerah itu dihuni Jedi yang menjadi aib. Lainnya mungkin penuh dengan hot rod kesukaan semua orang. Jika imajinasi kalian sangat terbatas sampai-sampai ini terdengar mustahil dan “gak Star Wars banget”, maka itu mungkin salah kalian. Bukan salah para pembuat film Star Wars.