Ada pepatah mengatakan, sampah bagi seseorang merupakan harta karun bagi yang lain. Leo Urbano telah membuktikannya sendiri. Lebih dikenal The Trash Lawyer di Instagram, lelaki Australia itu menemukan banyak sekali benda layak pakai teronggok di tempat sampah setiap harinya. Bahkan ia pernah membawa pulang kamera seharga jutaan Rupiah dan headphone yang masih gres.
Berawal dari keisengannya di sela-sela ngegowes selama pandemi, Urbano kini aktif menelusuri jalanan pinggir kota Sydney untuk mengumpulkan sampah yang bisa dimanfaatkan. Barang-barang itu kemudian akan disumbangkan kepada yang membutuhkan, atau dijual kembali.
VICE mengunjungi kediaman Urbano untuk mencari tahu lebih banyak soal hobi barunya ini. Begitu melangkahkan kaki ke ruangan bernuansa krem, mata kami langsung tertuju pada sebuah koleksi unik yang tersusun rapi dan kece di pojokan. Sebagian besar perabot di flat-nya dulu dianggap tak berharga oleh pemilik aslinya.
“Setiap jalan pagi, saya memperhatikan banyak banget barang yang dibuang. Saya akhirnya iseng menggeledah tong sampah, dan menyadari barang-barang itu masih ada nilainya,” katanya saat diwawancarai VICE.
Urbano kerap mendapatkan barang mewah dan bermerek, yang beberapa di antaranya bernilai puluhan ribu dolar. Dia lalu memamerkan lukisan tinta hitam seharga 3.000 Dolar Australia (Rp31 juta). Menggambarkan siluet perempuan mengintip dari balik bahu, lukisan itu tampaknya karya Dapeng Liu. Sang pelukis sudah tiga kali menjadi finalis Archibald Prize, ajang seni bergengsi di Negeri Kanguru.
“Saya bawa pulang lukisannya karena bagus. Saya cari tahu ini karya siapa, dan lukisannya atau tidak,” tuturnya. “Saya mengirim email ke galeri seni, dan mereka mengatakan kemungkinan ini asli.”
“Setelah itu, saya menghubungi penciptanya dan beliau mengonfirmasi lukisannya asli. Saya benar-benar beruntung bisa menemukannya.”
Yang bikin penasaran, seperti apa perasaan sang pelukis saat tahu ada yang membuang karyanya?
“Kayaknya dia sedih, tapi saya langsung bilang, ‘Saya akan menyimpan ini baik-baik. Saya tidak akan menjualnya.’”
Terkecuali lukisan tersebut, Urbano dengan senang hati mencarikan rumah baru untuk hasil mulungnya.
“Biasanya saya melepas microwave dan ketel,” ujar Urbano.
“Kalau furniturnya berharga, seperti abad-pertengahan, saya akan menjualnya supaya bisa dapat uang. Tapi buat barang-barang seperti sepatu, pakaian, pemanas ruangan atau tanaman, saya akan menyumbangkannya.”
Urbano lalu mengeluarkan kotak kecil penuh kartu pokemon dan baseball. “Ini kartu atlet Billy Ripken,” terangnya sambil mengocok kartu. Kartu baseball tersebut bisa laku $1.000 (Rp10 juta). “Saya rasa orang yang membuangnya tidak tahu soal ini.”
“Sayang sekali, tidak ada kartu pokemon Charizard,” dia bergurau sambil menyunggingkan senyum. Charizard termasuk kartu pokemon edisi khusus yang harganya fantastis. Dia berharap seseorang tertarik membeli kartu-kartu ini, begitu pula dengan kamera dan headphone berkualitas tinggi di koleksinya.
“Saya ingin menciptakan komunitas yang sama-sama suka menabung dan mendaur ulang,” katanya. “Saya sedang mencoba melibatkan dewan. Harapannya mereka bisa menyediakan tempat untuk memajang barang-barang ini, dan orang bisa datang ke sana untuk menukar barang yang sudah tidak mereka inginkan dengan yang lain. Jadi semacam barter.”
Menurut Urbano, paling enak mencari barang bagus di kompleks perumahan elit. Sampah bertumpuk-tumpuk di sana, tapi kondisi barangnya relatif masih oke. Cukup diservis sedikit dan tada~ jadi seperti baru lagi. Sejak menekuni aktivitas memulung, Urbano mulai belajar mereparasi alat elektronik sendiri. Dia juga memodifikasi sepeda “rongsokan”, yang sekarang jumlahnya ada empat buah.
Pengalaman Urbano patut ditiru, dan bisa menjadi awal dari masa depan yang lebih berkelanjutan — bebas dari gunungan sampah besar.
Follow Julie Fenwick di Twitter dan Instagram.