Di dalam gedung aula yang telah lama terbengkalai, dua laki-laki berpakaian gelap tampak melangkah maju lalu melayangkan bogem. Mereka bertarung tanpa ampun, bertekad menjatuhkan lawan lebih dahulu. Seseorang yang berdiri tak jauh dari mereka serius mengawasi duel sengit antara keduanya. Lelaki karismatik yang akrab disapa Remdizz bertugas sebagai wasit sekaligus pembawa acara tinju pada Minggu siang itu.
Di sekeliling sasana tinju, kerumunan muda mudi gaduh menyemangati jagoannya masing-masing. Beberapa pasang tangan terangkat untuk merekam adegan intens di depan mata. Raut wajah meringis terlihat di antara penonton ketika pukulan mendarat ke muka petarung. Spanduk putih besar bertuliskan “PUT DOWN THE KNIFE, USE YOUR LEFT & RIGHT” terbentang di langit-langit aula.
Bernama King of the Ring (KOTR), ajang tinju bulanan itu diperuntukkan bagi siapa saja yang ingin menyelesaikan perselisihan atau sebatas menantang adrenalin. Acaranya menclak-menclok di setiap sudut kota Manchester, Inggris. Penonton yang telah membeli tiket masuk akan dikabari lokasi pastinya beberapa hari menjelang acara dimulai.
Orang yang tertarik beradu kekuatan di sasana tinju wajib menandatangani surat pernyataan saat mendaftar. Mereka harus menerima kekalahan dengan lapang dada, dan dilarang menyimpan dendam kepada saingan yang mengalahkannya. Mereka juga perlu menyatakan kesediaan masuk dalam siaran di kanal YouTube resmi KOTR. Selama kompetisi berlangsung, peserta dibagi sesuai usia, pengalaman dan berat/tinggi badan.
Ketika VICE menonton KOTR pada November lalu, pertandingannya digelar dalam enam babak, yang masing-masing terdiri dari tiga ronde berdurasi satu menit. Remdizz menjalankan perannya dengan sungguh-sungguh. Dia memimpin jalannya pertandingan, memastikan petinju tidak melanggar peraturan, dan menentukan siapa pemenangnya.
KOTR bisa terbentuk atas ide Remdizz. Mantan petarung Muay Thai itu tertarik menyediakan wadah untuk para petinju baru di tempat tinggalnya, serta membuka lapangan kerja kecil-kecilan bagi mereka yang menjadi panitia acara.
Dengan perlengkapan seadanya, Remdizz mulai mengadakan ajang tinju di pekarangan rumah pada 2021. Dia menancapkan tiang pagar yang telah dilapisi busa, lalu menempelkan lakban di sekitarnya untuk menciptakan arena bertanding. Dalam kurun setahun, KOTR bisa disaksikan di berbagai tempat, dari pub sampai lapangan parkir. Acaranya bahkan telah singgah di kota lain. Namun, lelaki di usia awal 20-an itu berharap bisa seterusnya mengadakan pertandingan di gedung aula yang mereka gunakan hari itu. Sudah terbayang dalam kepalanya untuk menyediakan fasilitas latihan.
Remdizz yakin KOTR dapat membantu mengurangi gelombang aksi kekerasan yang semakin mengkhawatirkan di kotanya, yang angkanya naik 200 persen dalam dua tahun terakhir. “Kalau kalian punya masalah […] mending diselesaikan dalam acara kami,” tuturnya. “Luapkan emosi kalian sampai lega, habis itu pulang ke rumah. Dengan begini, tak perlu ada yang jadi korban.”
Di acara-acara KOTR sebelumnya, para hadirin mengheningkan cipta untuk menghormati korban yang tewas dalam insiden penikaman — tepat untuk alasan inilah KOTR punya slogan “PUT DOWN THE KNIFE, USE YOUR LEFT & RIGHT”. Para petarung sering memakai kaus bergambar foto sahabat mereka yang menjadi korban kekerasan. “Banyak peserta pernah jadi korban penusukan, atau pernah terlibat dalam geng.”
Remdizz mengklaim, selain komplain para tetangga yang kesal karena keberisikan atau jalanan jadi macet, pelaksanaan KOTR tak pernah mengundang masalah. Menurutnya, kepolisian setempat cukup suportif begitu tahu alasannya mengadakan fight club. VICE telah meminta konfirmasi dari Kepolisian Greater Manchester, tapi tidak menerima tanggapan.
Bagi Remdizz, postingan media sosial berperan penting dalam mempromosikan KOTR ke publik. Itulah sebabnya selalu ada fotografer dan videografer yang sibuk memegang kamera di tengah sesaknya penonton. Semua video pertarungan KOTR akan diunggah ke kanal YouTube, yang nantinya bersaing melawan algoritma untuk mengumpulkan penggemar dari kalangan pencinta konten serupa. Video-video di kanal KOTR telah ditonton 10 juta kali pada tahun pertamanya. KOTR ini hanyalah satu dari sekian banyak siaran yang mempertontonkan kekerasan sebrutal mungkin, tanpa polesan apa pun.
Remdizz juga memanfaatkan TikTok dan Instagram untuk menampilkan video cuplikan yang judulnya serba huruf kapital dan thumbnail-nya berupa kolase foto hidung berdarah atau muka kena tonjok.
Ada petinju yang sudah langganan tampil di KOTR, ada juga yang baru mencobanya pertama kali. Ryan Simpson, misalnya, datang dari luar kota bersama sobat-sobatnya untuk melepas penat dengan bertarung.
Di antara peserta, banyak dari mereka yang menggunakan nama panggung, seperti Demornia Cantrill yang dijuluki Warlord. Pemuda 26 tahun ini sudah berpengalaman di dunia seni bela diri, dan telah mencetak kemenangan empat kali di lingkup regional. Akan tetapi, perjalanannya terhenti untuk bekerja. Demornia dibesarkan di keluarga yang penuh kasih sayang, dan mengabdi sebagai tentara begitu beranjak dewasa. Hidupnya berubah drastis sejak saudaranya dipenjara karena kasus pembunuhan. Demornia pun pulang ke rumah, dan mencari nafkah sebagai pendamping murid berkebutuhan khusus di sebuah sekolah.
Dia kemudian mendengar tentang KOTR, dan merasa seperti telah menemukan komunitas yang memahami situasi hidupnya. Di komunitas ini, dia dapat melampiaskan agresi dan mendukung cita-cita Remdizz untuk mengurangi tingkat kekerasan di kalangan anak muda.
“Saya kembali ke akar,” katanya. “Saya ingin melindungi anak muda dari kekerasan, supaya mereka tidak berakhir seperti teman-teman saya yang tewas ditikam, atau saudara saya yang dipenjara karena menghabisi nyawa orang.”
Sasana tinju telah menjadi pelampiasan emosi sejak dulu kala. Namun, maraknya konten bertarung di YouTube berisiko dijadikan pembenaran untuk melakukan tindak kekerasan di luar sasana tinju. Misalnya, bagaimana jika orang yang kalah membaca komentar negatif tentang mereka di YouTube? Gimana kalau komentar itu bikin suasana hati mereka semakin panas?
Remdizz kembali menegaskan, hanya orang-orang yang setuju videonya dijadikan konten yang boleh adu tinju. “Dengan menandatangani surat pernyataan, itu artinya mereka setuju dengan semua persyaratan yang kami berikan,” terangnya. “Mereka sudah tahu akan masuk YouTube, dan videonya ditonton banyak orang.”
“Saya juga selalu memberi tahu mereka, jangan terlalu memikirkan apa kata orang,” imbuhnya sambil tersenyum penuh makna.
Para petarung ini berduel untuk meluapkan emosi, tapi pada saat yang sama juga belajar menghargai lawan. “Kalah, menang atau seri itu gak penting,” ujar Warlord. “Yang terpenting kamu bangga telah melakukannya.”
Pada hari itu, setiap babak KOTR diakhiri dengan pelukan. Perasaan mereka tampak lebih tenang setelah berduel.
Setelah dinyatakan sebagai pemenang dan adrenalinnya mereda, Warlord memberi tahu VICE alasannya suka bertarung di KOTR. “Pemerintah diam saja,” tandasnya, dengan napas yang melambat hingga stabil. “Kalau cara ini bisa menyelamatkan nyawa orang, maka saya akan mendukungnya.”
@wf_pritchard / @christopherbethell