Berita  

Acara TV Afghanistan Ala Keluarga Kardashian Terus Syuting Meski Diancam Taliban

acara-tv-afghanistan-ala-keluarga-kardashian-terus-syuting-meski-diancam-taliban

Ramiz King memiliki misi yang tak tergoyahkan sejak kecil. Dengan latar belakang Queensland, Australia, awal 2000-an, bocah kurus kelahiran Kabul itu bertekad menghalau segala rintangan demi mewujudkan mimpinya dan bersinar.

“Saya tidak punya bakat khusus. Di usia itu, saya tidak jago bernyanyi atau akting, tapi saya sering ‘merekam video’ pakai cermin,” Ramiz memberi tahu VICE World News.


Dia mengira kemampuan itu cukup untuk mengantarkannya menuju ketenaran. “Saya sepolos itu dulu.”

Dia mulai berinvestasi pada kamera profesional dan mengasah keterampilan. Kerja keras Ramiz perlahan-lahan membuahkan hasil. Sekarang dia terkenal sebagai produser yang membintangi West Ta East bersama saudara perempuannya, Rohina. Terinspirasi dari Keeping Up with the Kardashians, acara realitas TV itu sebagian difilmkan dan rencananya akan disiarkan di Afghanistan.

Namun, posisi mereka kini terancam. Taliban tidak suka dengan apa yang mereka lakukan selama ini. 

Bintang TV Afghanistan Ramiz King
Bintang TV Ramiz King diteror via telepon oleh orang yang mengaku sebagai anggota Taliban. Foto: Ramiz King

Sejak kelompok bersenjata fundamentalis menguasai kembali Afghanistan, mereka sering menerima teror dari nomor telepon yang mengaku sebagai anggota Taliban.

“Mereka mengatakan masa depan tim produksi kami dalam bahaya. Keselamatan saya juga akan terancam jika tetap melanjutkan acara ini,” ungkap Ramiz. “Mereka berasumsi acara kami mirip Kardashian yang penuh seks dan adegan telanjang.”

Juga mengingatkan pada The Simple Life-nya Paris Hilton dan Nicole Richie, West Ta East akan mengisahkan perjalanan kakak-beradik King beradaptasi dari kehidupan sosialita mereka di Australia menjadi pekerja kerah biru di Afghanistan. Acara ini mengikuti keseharian mereka penuh konflik dan drama.

“Acaranya akan menunjukkan kebebasan dalam berbagai aspek, yang mana keluarga kami didominasi perempuan pekerja keras,” tuturnya.

Proses syuting musim kedua yang dimulai dua tahun lalu tidak berjalan mulus. Berulang kali tim produksi menerima ancaman karena mempromosikan “budaya Barat”. Peran utama Rohina juga dipermasalahkan.

“Alasan mereka mengancam kami yaitu karena saya berani bersuara. Saya percaya diri dan bisa membicarakan apa saja di depan kamera. Itulah yang tidak mereka sukai. Mereka tidak suka melihat perempuan mengekspresikan dirinya sendiri,” tandas Rohina, aktris yang juga seorang model. 

Rohina King. Foto: Ramiz King
Rohina King. Foto: Ramiz King

“Orang akan tersentuh dan bisa merasakan getaran dari energi feminin yang kuat ketika perempuan berbicara dengan sepenuh hati. [Taliban] takut dengan itu. Mereka tidak mau saya menunjukkan kepada generasi perempuan berikutnya bahwa mereka bisa menjadi pribadi yang lebih percaya diri.”

Kembalinya rezim Taliban telah menumbangkan industri media, hiburan dan seni pertunjukan negara itu. Banyak jurnalis, selebritas, musisi dan seniman melarikan diri ke luar negeri karena mengkhawatirkan bahayanya. Pekerja media di dalam negeri bahkan telah menghadapi penyensoran yang meluas dan risiko hukuman yang keras.

Pada November, Kementerian Kebajikan dan Keburukan Taliban mengeluarkan arahan yang melarang aktris tampil di drama televisi. Pedoman itu mewajibkan wartawan perempuan mengenakan hijab, dan melarang penayangan film-film yang dianggap “menentang ajaran Islam dan budaya Afghanistan”.

“Sayangnya, kebijakan itu sangat buruk dan akan berdampak negatif terhadap pandangan media Afghanistan,” ujar presiden dan pendiri Zan TV Hamid Sarwar saat dihubungi VICE World News. “Orang-orang yang tetap tinggal di negara ini tidak aman dan berusaha mengubah profesi mereka.”

Rohina khawatir kebijakan Taliban akan membatasi ruang gerak dan melumpuhkan bakat kreatif di Afghanistan.

“Sekarang yang kita punya hanya konflik dan kesedihan. Ada banyak sekali orang berbakat yang ingin menciptakan konten positif untuk Afghanistan. Ini negara yang indah. Orang-orang kami sangat berbakat, tapi kami tidak bisa [menunjukkannya] karena ada Taliban,” kata Rohina.

Sebagian besar kru West Ta East telah meninggalkan Afghanistan. Ancaman yang terus berdatangan memaksa salah satu anggota kru, yang tadinya bertahan di negara itu, kabur ke Amerika Serikat.

Meskipun demikian, West Ta East tetap dijadwalkan tayang pada musim gugur 2022 di layanan streaming musik milik stasiun televisi Afghanistan TOLO TV. Ramiz berharap acara mereka dapat memberikan secercah harapan bagi para generasi muda Afghanistan yang mencari pelarian dari kenyataan pahit akibat iklim sosial negara saat ini.

Follow Rimal Farrukh di Twitter.