TIMIKA| Rapat Paripurna Penetapan dan Penyampaian Pokok Pikiran (POKIR) DPRD Kabupaten Mimika, Papua, terhadap Rancangan Awal Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) tahun 2023 pada, Selasa (5/4/2022) yang digelar di Ruang Sidan Paripurna Kantor DPRD Mimika. Menuai sorotan dan kritikkan oleh dua anggota DPRD Daerah Pemilihan V yakini, Alousius Paerong, ST (Partai Perindo) dan Nathaniel Murip dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Dua legislator itu mengkritik serta menyoroti PT Freeport Indonesia yang telah melakukan penambangan di kabupaten Mimika sejak tahun 1967 hingga saat ini 2022 namun belum memberikan dampak positif nyata bagi kampung disekitar area tambang.
Menurut mereka, bahwa persoalan yang menimpa masyarakat di distrik Tembagapura tepatnya di Kampung Banti, Kimbeli, Aroanop dan beberapa kampung yang ada di sekitar area pertambangan PT Freeport Indonesia belum memberikan manfaat nyata bagi kesejahteraan masyarakat dan kemajuan pembangunan kampung.
“ Kampung yang paling terdekat dengan daerah pertambangan PT. FI semua pada tahu dimana terdapat Kampung Banti I, Kampung Banti II, Aroanop, Kimbeli, dan beberapa distrik, diantaranya, Tsinga , Hoya dan Alama. Lalu bagaimana dengan kehidupan dan kemajuan kampung mereka. Bisa saya katakan, sangat jauh dari kata layak dan lebih pantas disebut tertinggal,” keluh Alousius Paerong saat menyampaikan interupsi saat sidang paripurna (05/04).
Alousius Paerong mengemukakan, Freeport Indonesia sudah selama 55 tahun beroperasi dan mengambil kekayaan alam di Kabupaten Mimika, namun Lantas bagaimana dengan potret kehidupan masyarakat yang tinggal berdekatan dengan area pertambangan yang masih jauh dari harapan masyarakat setempat bahkan sangat miris sekali.
“Dimana dekat dengan perusahaan tambang terbesar yaitu Freeport Indonesia dengan menggali emas di sebelah, tapi anak anak di kampung tersebut sudah tidak sekolah selama tiga tahun. Karena itu muncul pertanyaan, dimana program pengembangan untuk masyarakat yang berada di sekitar area pertambangan. Jangan hanya katakan bahwa telah mengeluarkan begitu besar untuk program CSR namun faktanya masyarakat masih miskin dan masih terbelakang. Harusnya Freeport Indonesia bertanggungjawab untuk merespon berbagai persoalan termasuk selama tiga tahun konflik di Banti tiga tahun pula tidak ada pendidikan,”tutur Paerong.
Karena itu, Alousius Paerong berharap melalui hasil reses yang melahirkan pokok pikiran yang disampaikan dewan kepada pemerintah untuk menjadi perhatian dan harus direspon secepatnya. Karena hasil dari kunjungan dewan ke kampung kampung tersebut, banyak warga yang mengadu dan bahkan menangis karena merasa tidak mendapatkan perhatian.
“Selama tiga tahun tidak ada proses belajar mengajar akibat konflik beberapa waktu lalu, bhkan sangat disayangkan disana tidak ada rumah sakit dimana ada empat kasus ibu melahirkan diatas mobil karena tidak mendapatkan pelayanan, ” ujarnya dengan nada kesal.
Dengan adanya kasus kasus ini, Ia memohon agar program untuk mensejahterakan masyarakat yang ada di pegunungan untuk menjadi perhatian serius pemerintah daerah.
Paerong menambahkan, bahwa Kampung Banti dan beberapa kampung yang ada di sekitar area pertambangan harus menjadi perhatian pemerintah daerah dan PT Freeport Indonesia, sehingga semua persoalan yang menyangkut dengan pendidikan, kesehatan, keamanan, infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat harus diprioritaskan.
“Dewan dari Dapil V beberapa bulan lalu menerima masyarakat dari Aroanop yang terkena dampak akibat longsor, mereka mengeluhkan jembatan yang rusak sehingga berbagai aktifitas kehidupan sehari hari terganggu dan kesulitan akses jalan. Karena itu, hasil pokir hari ini dari kami betul betul diperhatikan, disana sangat memprihatinkan. Bukan lagi aspirasi yang kami sampaikan tapi ini merupakan rintihan hati.
Selain itu lanjutnya, disana banyak rumah yang tak layak huni setelah mereka dikembalikan ternyata kondisi kehidupan mereka sangat tidak layak, sama sekali ”beber Paerong.
Senada dengan itu, Nathaniel Murip, juga mengeluhkan hal yang sama bahwa kondisi kehidupan masyarakat yang ada di Banti, Aroanop, Kimbeli dan sekitarnya harus menjadi tanggungjawab PT Freeport Indonesia.
Sangat disayangkan apa yang saat ini dialami oleh saudara – saudara kami yang berada tepatnya dekat dengan area pertambangan ( PT. Freeport) mereka sudah cukup mengambil kekayaan alam tapi kurang peduli sama kondisi masyarakat disana, ” tandas Nathaniel Murib.
“Dalam forum rapat hari ini Kami meminta kepada pemerintah daerah agar segera menyurati Freeport guna memperhatikan kondisi masyarakat. Freeport dalam hal ini harus bertanggungjawab demi kesejahteraan masyarakat yang saat ini sangat memperihatinkan, “ tegasnya.
Berita dengan Judul: 5 Dekade Freeport Keruk Hasil Bumi Mimika, Warga Sekitar Tambang Jauh dari Layak pertama kali terbit di: Berita Terkini, Kabar Terbaru Indonesia – Liputan4.com. oleh Reporter : Redaksi